page hit counter -->

SALURAN PEMASARAN DAN TATA NIAGA KAMBING DAN DOMBA DI INDONESIA

Diversifikasi usahatani dengan ternak domba merupakan salah satu upaya alternatif untuk meningkatkan pendapatan petani. Soedjana, et al. (1993), melaporkan bahwa lebih dari 90% populasi ternak domba di Indonesia dibudidayakan masyarakat dalam bentuk usaha peternakan rakyat yang merupakan cabang sistem usahatani. Pengusahaan domba masih merupakan usaha sambilan dengan jumlah pemilikan 2–5 ekor dengan tingkat pendapatan kurang dari 30% dari total pendapatan usahatani. Dilihat dari aspek ekonomi, pemeliharaan ternak domba mempunyai prospek yang cerah untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri. Pertumbuhan konsumsi daging domba di Indonesia dalam kurun waktu 1969 - 1993, meningkat dari rata-rata 5,6% per tahun menjadi 7,5% per tahun (Soehadji, 1992).
Sementara itu, dari sisi pasokan, secara nasional populasi ternak domba hanya bertumbuh 1,88% per tahun (1989 1994). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa produksi peternakan khususnya ternak ruminansia hanya dapat mencukupi 45% pangsa pasar nasional, selebihnya diimpor dari luar negeri.  Bila dilihat fluktuasi harga produk peternakan dari tahun ke tahun tidak begitu tinggi, bahkan dapat dikatakan mengalami kenaikan terus menerus. Namun kenyataannya dilapangan kenaikan harga produk peternakan tersebut tidak mencerminkan kenaikan tingkat pendapatan peternaknya. Hal ini disebabkan karena ciri pasar pada produk pertanian yang bersifat monopsonistis dimana biasanya peternak hanya sebagai “price taker” bukan “price maker” baik didalam memasok input maupun dalam menyalurkan output (produksinya). Kuasa pasar yang demikian akan menekan harga yang diterima oleh petani  dan pada saat yang bersamaan meningkatkan bagian yang diterima lembaga pemasaran sementara konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi.
Anwar (1995) mengatakan suatu aktivitas ekonomi dikatakan secara teknis efisien, apabila sejumlah input tertentu menghasilkan maksimum output, atau tingkat output tertentu dapat dihasilkan dengan biaya sekecil-kecilnya. Sumber inefisiensi dalam pertanian biasanya disebabkan karena: 1. Jeleknya sarana transportasi dan komunikasi Langka dan mahalnya upaya untuk memperoleh informasi 2. Terbatasnya jumlah barang input dan output hasil produksi petani menurut ruang, bentuk maupun waktu.
Akibatnya keadaan pasar menjadi tersekat- sekat (segmented markets) ke dalam unit-unit kecil yang terbatas pada komunitas lokal . Oleh karena itu kelembagaan tradisional yang sering dikatakan merugikan petani pada kenyataannya merupakan salah satu bentuk kelembagaan yang dipilih peternak. Kegiatan transaksi ini dinilai lebih efisien oleh petani karena beberapa hal, antara lain discontinuity of production di pedesaan, skala ekonomi (economics of scale) usaha di perdesaan belum efisien untuk melakukan transaksi dalam institusi pasar dan resiko yang ditanggung oleh petani relatif lebih kecil .

II. TINJAUAN PUSTAKA
Tataniaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen (distribusi). Tataniaga dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil dari keseluruhsn harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga. (Rahardi, 2000).
Saluran pemasaran adalah rangkaian sekelompok lembaga pemasaran yang  terlibat secara langsung dalam proses pemindahan barang dari titik produksi sampai ke titik konsumsi. Saluran pemasaran produk peternakan untuk beberapa komoditas tertentu seperti susu dan daging kambing dan domba relatif lebih panjang, karena melibatkan banyak pelaku pemasaran. Saluran pemasaran susu kambing dan domba produk dalam negri sampai menjadi susu siap konsumsi melibatkan banyak banyak pelaku pemasaran, yaitu: peternak secara individu, kelompok peternak, tempat pelayanan koperasi, koperasi, pusat koperasi, gabungan koperasi susu indonesia, industri pengolah susu, grosir, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Saluran pemasaran daging kambing dan domba yang berasal dari kambing dan domba impor  sampai menjadi makanan siap saji melibatkan mata rantai sebagai berikut: peternak kambing dan domba Negara importir, asosiasi peternak kambing dan domba, pelelang, exportir, importir, peternak penggemukan, jagal, pedagang daging, industri pengolah daging, grosir, pedagang pengecer dan konsumen akhir.
Pelaku pemasaran yang terlibat secara langsung dalam proses kegiatan pemasaran dapat bersifat memiliki dan menguasai, menguasai tetapi tidak memiliki dan tidak memiliki juga tidak menguasai. Pelaku pemasaran yang memiliki dan menguasai barang adalah pelaku yang membeli barang tersebut. Pelaku yang memiliki barang berarti ia dapat memperlakukan barang tersebut sesukahatinya, apakah barang tersebut mau ia simpan, jual, gadai atau diberi perlakuan yang lainnya. Pelaku pemasaran yang hanya menguasai barang berarti ia hanya punya hak untuk memperjualbelikan barang tesebut. Pelaku pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang berarti ia hanya berfungsi sebagai fasilitator saja, agar pemasaran dapat berjalan dengan baik.
Menurut  Kotler  (2002),  saluran  tataniaga  adalah  serangkaian  lembaga yang melakukan  semua  fungsi  yang  digunakan  untuk menyalurkan  produk  dan status  kepemilikannya  dari  produsen  ke  konsumen. Produsen memiliki  peranan utama  dalam  menghasilkan  barang-barang  dan  sering  melakukan  sebagian kegiatan  pemasaran,  sementara  itu  pedagang  menyalurkan  komoditas  dalam waktu, tempat, bentuk yang diinginkan konsumen. Hal  ini berarti bahwa saluran tataniaga yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tersebut. Saluran  tataniaga dari suatu komoditas perlu diketahui untuk menentukan jalur  mana  yang  lebih  efisien  dari  semua  kemungkinan  jalur-jalur  yang  dapat ditempuh.    Selain  itu  saluran  pemasaran  dapat  mempermudah  dalam  mencari besarnya margin yang diterima tiap lembaga yang terlibat. Menurut  Kotler  dan  Amstrong  (2001),  Saluran  tataniaga  terdiri  dari serangkaian lembaga  tataniaga atau  perantara yang akan memperlancar kegiatan tataniaga  dari  tingkat  produsen  sampai  tingkat  konsumen. Tiap  perantara  yang melakukan  tugas membawa  produk  dan  kepemilikannya  lebih  dekat  ke  pembeli akhir yang merupakan satu tingkat saluran. Saluran nol-tingkat (saluran tataniaga nol-langsung) terdiri dari produsen yang menjual langsung ke  konsumen  akhir. Saluran  satu-tingkat  terdiri  dari  satu  perantara  penjual,  yaitu  pengecer.  Saluran dua-tingkat dari dua perantara, seperti pedagang besar dan pengecer. Saluran tiga-tingkat  dalam  saluran  tataniaga  barang  konsumsi memiliki  tiga  perantara,  yaitu pedagang besar, pemborong dan pengecer.

III.       PEMBAHASAN
A.    Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga adalah pergerakan barang-barang dari pihak produsen ke pihak konsumen melalui lembaga tataniaga. Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil peternakan tergantung dari beberapa faktor yaitu jarak antara produsen ke konsumen, cepat tidaknya produk rusak, skala produksi dan posisi keuangan pengusaha (Siregar, 2007).
Menurut Hanafiah (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil peternakan tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
a.  Jarak antara produsen ke konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen ke konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
b.  Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima oleh konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat.
c.  Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan demikian saluran yang dilalui produk cenderung panjang.
d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangannya kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi keuangannya (modal) lemah. Dengan demikian pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga.
B.  Lembaga Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan nama barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Dalam istilah tataniaga ini termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa perorangan, perserikatan atau perseroan yang berusaha dalam bidang tataniaga dikenal sebagai pedagang perantara. Lembaga ini membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkan kepada konsumen (Hanafiah, 2006).
Menurut Rahardja (2003), lembaga-lembaga dalam proses distribusi barang dari produsen ke konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat golongan antara lain:
a.   Pedagang yaitu pedagang besar dan pedagang kecil
b.   Perantara khusus yaitu agen, makelar, dan komisioner
c.   Eksportir dan importer
d.   Lembaga-lembaga pembantu dalam proses distribusi yaitu bank, asuransi, pengepakan (packing), perusahaan pengangkutan, perusahaan periklanan dan konsultan.
C.  Efisiensi Tataniaga
Tataniaga yang efisien adalah sampainya produk ke konsumen akhir menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya serta adanya pembagian yang adil dari harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi dan tataniaga tersebut (Mubyarto, 1992). Efisiensi tataniaga merupakan salah satu komponenen penting dalam menciptakan sistem tataniaga yang dapat memberikan keuntungan kepada berbagai pihak yang terkait dalam tataniaga ayam, seperti: peternak, pedagang dan konsumen. Melalui pelaksanaan tataniaga yang efisien pada akhirnya akan berpengaruh pada pembentukan tingkat harga.
Faktor-faktor yang mendukung terciptanya tataniaga yang efisien mencakup: struktur pasar, lembaga tataniaga yang terlibat, dan transmisi harga. Pengukuran efisiensi tataniaga pertanian secara umum dapat dibedakan secara kualitatif dan secara kuantatif. Ukuran secara kualitatif sebagai upaya mengungkapkan keterkaitan tataniaga terhadap kesejahteraan masyarakat yang menggunakan pendekatan teknik S-C-P, yaitu; market struktur, market conduct dan market performance (Sukartawi, 1993). Adapun pengukuran secara kuantatif digunakan beberapa konsep antara lain: Elastisistas Transmisi Harga dan Marjin Tataniaga.
Efisiensi tataniaga akan tercipta apabila berada dalam mekanisme pasar yang bersaing sempurna dengan besarnya marjin tataniaga konstan. Indikator lain yang digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga adalah bagian yang diterima oleh peternak (farmer share). Berkaitan marjin tataniaga dan efisiensi, terdapat dua ukuran efisiensi tataniaga, yaitu: efisiensi operasional dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh biaya tataniaga dan marjin tataniaga. Efisiensi harga dicerminkan oleh korelasi harga sebagai akibat pergerakan produk dari pasar satu ke pasar yang lain. Marjin tataniaga lebih sering digunakan untuk analisis efisiensi tataniaga, karena dapat menggambarkan penyebaran marjin tataniaga, dan efisiensi operasional (Sukartawi, 1993).
D.   Strategi Penjualan ternak diantaranya:
1.    Untuk kambing/domba penbibitan :
a.   Usahakan menjual ternak tidak terlalu muda (cempe) atau sesuai dengan rencana, yaitu umur lepas sapih (g - 10 bulan).
b.   Pastikan bahwa ternak yang akan dijual dalam kondisi sehat (tidak mengidap penyakit).
c.   Apabila mempunyai cacat fisik sebaiknya dryual langsung kepadajagal atau pembeli dan diberikan informasi.
d.   Sebelum menjual sebaiknya mempelajari situasi pasar untuk melihat tingkat penawaran dan permintaan. Dalam jumlah banyak (berkelompok) lebih baik menghubungi pedagang, sehingga dapat meningkatkan posisi tawar dan memperpendek rantai pasar.
2.    Untuk kambing/domba penggemukan
a.   Pastikan bahwa ternak telah mencapai bobot badan tertentu (sesuai selera konsumen) dengan cara menimbang ternak sebagai sampel.
b.   Usahakan menjalin hubungan dengan pedagang atau jagal untuk mendapatkan informasi harga dan situasi pasar (penawaran dan permintaan)
c.   Penjualan ternak dalam jumlah banyak (berkelompok) lebih baik mengundang pedagang, kalau secara individu langsung
3.    Hasil produsi ternak kambing/domba yang berupa anak dan penambahan bobot badan dapat dijual melalui berbagai cara, yaitu:
a.   Secara langsung kepada pengguna/konsumen atau melalui pelaku pasar (blantik).
b.   Menjual langsung kepada konsumen, merupakan cara terbaik karena seluruh nilai jual bisa diterima oleh petani ternak.
c.   Menjual ternak melalui blantik desa, cara ini lebih efektif karena dapat dilakukan sewaktu - waktu, tanpa membuang waktu danbiaya,tetapi nilai jual yang diperoleh lebih rendah sedikit.
d.   Menjual ternak ke pasar hewan, peternak bebas memilih p emb eli tetap i memerlukan waktu datbiay a transportasi.
e.   Menjual ternak kepada jagal, cara ini dapat dilakukan dengan berlangganan sehingga dapat berlanjut/ berkesinambungan.
f.    Sebaiknya menjual ternak secara berkelompok, serta produksi ternak diatur dan sesuaikan jumlahnya dengan kebutuhan pasar.
SALURAN PEMASARAN DAN TATA NIAGA KAMBING DAN DOMBA DI INDONESIA
E.   Saluran Pemasaran Kambing dan Domba
Terdapat 5 saluran dalam sistem pemasaran kambing dan domba yaitu:
1.  Saluran I : Peternak – P. Pengumpul – P.Eceran – Konsumen
2.  Saluran II: Peternak – P. Pengumpul –Konsumen
3.  Saluran III: Peternak – P. Pengumpul – P.Besar – P. Eceran – Konsumen
4.  Saluran IV: Peternak – P. Besar – P. Eceran– Konsumen
5.  Saluran V : Peternak – P. Eceran – Konsumen

IV.       PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.   Tataniaga yang efisien adalah sampainya produk ke konsumen akhir menurut tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya serta adanya pembagian yang adil dari harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi dan tataniaga
2.   Faktor-faktor yang mendukung terciptanya tataniaga yang efisien mencakup: struktur pasar, lembaga tataniaga yang terlibat, dan transmisi harga.
3.   Ada lima kemungkinan jalur penjualan kambing dan domba yang dapat dilakukan oleh petenak, yaitu pemasok, pengecer, supermarket, eksportir, atau langsung ke konsumen. Dari kelima kemungkinan tersebut yang paling banyak dilakukan oleh peternak adalah melalui pemasok, pengecer, atau langsung dijual ke konsumen.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel