page hit counter -->

MIKROBIOLOGI SUSU

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi produk susu adalah air susu. Karena air susu adalah bahan baku dari semua produk susu. Susu, sebagian besar digunakan sebagai produk pangan. Dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna, dimana susu mengandung protein, lemak, vitamin, mineral dan laktosa (karbohidrat). Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang disintesa oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain mana pun dalam tubuh sapi. Sejumlah besar darah mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu yaitu sekitar 50 kg darah dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter.

Proses produksi di tingkat peternak merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu. Setiap peternak sapi perah senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi sapi perah yang dipelihara dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak hanya tertuju pada kebersihannya tetapi juga terhadap kualitas susu. Didalam susu terdapat nutrien yang didalamnya terdapat kandungan yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan  yeast.

B.  Tinjauan Pustaka
Susu segar  yang baru keluar dari ambing mengandung bakteriostatik yang dapat mencegah perkembangan bakteri. Lama aktivitas dari bakteriostatik tersebut tergantung pada tingkat kontaminasi atau populasi awal bakteri dan suhhu lingkungan. Pada keadaan tingkat kontaminassi bakteri yang rendah atau populasi awal bakteri yang  sedikit dan suhu yang rendah atau maka bakteriostatik akan efektif selama 24 jam (Mukhtar, 2006).

Bakteri yang sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus, Bacillus serta E. Coli (Vollk et al, 1993 cit. Sulistiowati, 2009).
Selain itu, jenis bakteri seperti E. coli, Enterobacteriaceae serta Streptobacillus telah lama dirumuskan sebagai mikroorganisme indikator mutu (Setyawan et al, 1987 cit. Sulistiowati, 2009).
Susu dapat merupakan sumber penyakit bagi manusia apabila pengolahan terhadap susu tersebut tidak higienis. Sehingga diperlukan uji-uji tertentu untuk mengetahui apakah susu tersebut layak untuk dikonsumsi. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui mutu dari susu yaitu dengan uji mikrobiologi susu (Anonimus, 2009).
Upaya penurunan densitas bakteri pada ruang penampungan susu yang meliputi lantai, dinding, dan udara dengan menggunakan desinfektan tidak dapat membunuh bakteri. Hal ini tercermin dari densitas bakteri yang relatif masih tinggi setelah proses pembersihan (Juanda et al, 2007).

Susu mengandung bermacam-macam unsure dan sebagian besar terdiri dari zat makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat, pada suhu yang sesuai. Jenis-jenis Micrococcus dan Corybacterium sering terdapat dalam susu yang baru diambil. Pencemaran berikutnya timbul dari sapi, alat-alat pemerahan yang kurang bersih dan tempat-tempat penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia (Buckle, et. al., 1987 cit Anonimus, 2009).

BAB III
ISI

Ambing yang sehat akan menghasilkan susu yang steril (tidak terkontaminasi mikroba) sampai di sterna ambing. Mikroba baru mulai dijumpai ketika susu sudah berada di saluran puting. Dari ambing yang sehat, dapat ditemukan  sampai 500 organisme/ ml susu. Oleh karena itu, untuk ,engurangi kandungan mikroba dalam susu, susu yang diperoleh dari 3-4 kali pemerahan pertama harus dibuang. Hal ini dikarenakan susu yang keluar dari pemerahan pertama mengandung 50.000 sel/ml susu.

Sesaat setelah waktu pemerahan bakteri yang berada dalam kandungan susu biasanya adalah Streptococcus lactis, Pseudomonas, Bacillus, Aerobacter, dan Escherchia. Apabila tidak ada penanganan maka S. Lactis akan menyebabkan susu berasa asam. Berdasarkan ketahanannya terhadap suhu lingkungan bakteri dikelompokkan menjadi tiga golongan:
1.      Thermoduric/thermophilic yaitu kelompok yang terhadap suhu tinggi dan bersifat apatogen. Contohnya Bacillus cereus, B. Stearothermophilus
2.      Mesophilic yaitu kelompok yang tahan terhadap suhu ruang dan bersifat apatogen. Dapat menyebabkan susu yang bersifat asam. Contohnya Streptococcus lactis, S. Cremoris, Salmonella sp.
3.      Psychrothrophic/psychrophilic yaitu kelompok yang tahan terhadapp suhu rendah, umumnya bersifat pantogen dan mati pada suhu pasteurisasi. Contohnya Pseudomonas, Bacillus

1.        Mikroba Susu
a.       Bakteri
Kelompok bakteri yang penting dalam mikrobiologi pangan termasuk susu meliputi Enterobacteriaceae, Micrococcaceae, Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Lactobacillaceae dan Sreptococcaceae.
1. Enterobacteriaceae
Golongan bakteri Enterobacteriaceae penting bagi kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan wabah keracunan pangan dan penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan yang cukup serius (Buckle dkk., 1987). Beberapa genus Enterobacteriaceae meliputi:
a.    E. coli
E. coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7µm, bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. E. coli sering digunakan sebagai indikator pada uji sanitasi dalam air maupun susu. Jika bakteri E. coli terdapat dalam jumlah banyak menunjukkan bahan pangan maupun air telah mengalami pencemaran (Gaman dan Sherrington, 1994).
b.      Shigella
Shigella merupakan Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditumbuhkan pada media agar akan tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggirpinggir halus (Karsinah dkk., 1994). Shigella dapat menyebabkan kontaminasi pada susu melalui udara, debu, alat pemerahan, maupun dari manusia (Buckle dkk., 1987). Disentri basiler atau Shigellosis adalah penyakit infeksi usus akut yang disebabkan oleh Shigella. Bakteri Shigella menembus masuk dalam sel epitel permukaan mukosa usus di daerah ileum terminal dan kolon. Di tempat ini bakteri bereproduksi sehingga akan terjadi  peradangan diikuti kematian sel epitel dan terkelupasnya epitel mukosa sehingga terjadi tukak usus (Vollk dan Wheeler, 1993).
c.       Klebsiella
Klebsiella merupakan kelompok bakteri Gram negatif, berbentuk batang, non motil, mempunyai kapsul, koloni besar sangat berlendir dan cenderung bersatu pada pergerakan yang lama, meragikan laktosa dan banyak karbohidrat, negatif terhadap tes merah metil (Jawetz dkk., 2001). Seperti halnya E. coli, Klebsiella merupakan bakteri yang sering digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu (Nurliyani dkk., 2008).
d.      Pseudomonas
Pseudomonas adalah bakteri Gram negatif yang tidak meragikan karbohidrat dan hidup aerob di tanah maupun air (Karsinah dkk., 1994). Bakteri bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih, ukuran 0,8-1,2µm. Beberapa galur memproduksi pigmen larut air, tumbuh baik pada 37°C-42°C (Jawetz dkk., 2001). Bakteri Pseudomonas biasanya terdapat dalam air susu mentah yang belum dipasteurisasi (Vollk dan Wheeler, 1993). Selain itu kontaminasi dapat berasal dari puting susu secara langsung oleh manusia dan dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai bahan pangan termasuk susu (Supardi dan Sukamto, 1999).
e.       Enterobacter
Enterobacter merupakan bakteri aerob berbentuk batang pendek, bersifat Gram negatif membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil, motil dengan flagel peritrik, pada media padat koloni bersifat kurang mukoid dan cenderung menyebar keseluruh permukaan, dapat membentuk asam dan gas (Jawetz dkk.,2001). Enterobacter juga digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu (Nurliyani dkk., 2008).

2.      Micrococcaceae
Dua genus dari Micrococcaceae yang penting dalam bahan pangan adalah Micrococcus dan Staphylococccus. Kelompok Staphylococccus yang terpenting dalam makanan adalah Staphylococcus aureus (Buckle dkk., 1987). Staphylococcus adalah bakteri berbentuk bulat, Gram positif dengan diameter 1µm, tidak motil, tidak membentuk spora dan tersusun dalam kelompokkelompok tidak beraturan, mudah tumbuh pada berbagi media pembenihan. Staphylococcus merupakan bakteri kokus yang tumbuh bergerombol seperti buah anggur bersifat patogen (Jawetz dkk., 1986).
S. aureus biasanya berada di udara, debu, air, susu murni dan makanan. S. aureus juga dapat memasuki susu dari sapi yang menderita mastitis yang merupakan infeksi pada ambing dan dapat menyebabkan kerusakan susu (Buckle dkk., 1987).

2.    Pencemaran Susu
Susu yang masih dalam kelenjar susu dapat dikatakan steril tetapi setelah keluar dari puting dapat terjadi kontaminasi. Faktor yang berpengaruh besar terhadap kualitas susu segar adalah adanya bakteri baik bakteri patogen maupun bakteri non patogen. Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari hewannya sendiri (faktor intrinsik) maupun yang berasal dari luar tubuhnya (faktor ekstrinsik) (Hadiwiyoto, 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu susu:
a.         Perawatan kebersihan kandang
Kandang sapi yang tidak bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengn cepat. Sehingga harus diperhatikan dengan cermat keadaan kadang seperti misalnya, pencucian lantai kandang harus dengan air mengalir yang bersih, saluran pembuangan, dan ventilasi luar ruangan.
b.         Perawatan kesehatan dan kebersihan hewan
Keadaan sapi perah yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan menghasilkan mutu susu yang tidak baik.
c.         Perawatan kebersihan alat-alat pemerah
Kontaminasi sering disebabkan oleh alat-alat pada waktu pemerahan, wadah susu, air pencuci alat maupun wadah yang dalam keadaan kotor, maka semua itu harus dijaga kebersihannya.
d.        Keadaan pemerahan
Rumah pemerahan lebih baik terpisah dari kandang sapi.
e.         Kesehatan pemerah atau pekerja
Pemerah atau pekerja sebisa mungkin harus sehat atau terhindar dari penyakit, karena akan mempengaruhi kontaminasi bakteri dalam susu.
f.          Pemberian makanan
Sapi yang baru saja diberi makan akan menghasilkan susu dengan kandungan lebih banyak daripada sapi yang belum diberi makan.
g.         Penyimpanan susu
Penyimpanan susu lebih baik dilakukan pada suhu yang tinggi (65ºC) daripada suhu yang rendah (4ºC), karena pada suhu tinggi jumlah bakteri yang ada pada susu lebih sedikit daripada suhu yang rendah (Hadiwiyoto, 1994).

3.        Pengawetan Susu
Perawatan kebersihan kandang, perawatan kebersihan dan kesehatan hewan serta perawatan alat-alat pemerah mutlak dilakukan dalam menjaga kebersihan susu dan mencegah kerusakan yang lebih dini. Disamping upaya tersebut dapat pula dilakukan upaya yang lebih lanjut berupa pengawetan, yakni memproses susu agar tahan lebih lama dari kerusakan. Proses pengawetan dapat dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut:
a.    Pendinginan Susu
Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling unit dan lemari es. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara sederhana, yakni meletakkan milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang dingin dan mengalir terus. Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerah-daerah pegunungan yang berhawa sejuk.

b.    Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu di bawah temperatur didih dengan maksud hanya membunuh bakteri, sedangkan spora masih dapat hidup. Ada 3 cara pasteurisasi yaitu:
1.    Pasteurisasi lama (low temperature, long time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama (pada temperature 62-65°C selama 1/2-1 jam).
2.    Pasteurisasi singkat (High temperature, Short time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif singkat (pada temperatur 85-95°C selama 1-2 menit saja).
3.    Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT).
Pemasakan susu dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginkan pada temperatur 10°C (temperatur minimal untuk pertumbuhan bakteri susu). Pasteurisasi dengan UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan susu sambil diaduk dalam suatu panci pada suhu 81°C selama ±1/2 jam dan dengan cepat didinginkan. Pendinginan dapat dilakukan dengan mencelupkan panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air dingin yang airnya mengalir terus menerus.

c.    Sterilisasi Susu
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan cara memanaskan susu sampai mencapai temperatur di atas titik didih, sehingga bakteri maupun kuman berikut sporanya akan mati semua. Pembuatan susu steril dapat dilakukan dengan cara:
1.    Sistem UHT yaitu susu dipanaskan sampai suhu 137 °C- 140 °C selama 2-5 detik.
2.    Mengemas susu dalam wadah hermetis kemudian memanaskannya  pada suhu 110 °C- 121 °C selama 20-45 detik. Cara sterilisasi susu ini memerlukan peralatan yang khusus dengan biaya yang relatif mahal. Oleh karena itu sterilisasi susu umumnya dilakukan oleh industri-industri pengolahan susu  (Anonim, 1998).


BAB III
KESIMPULAN

Didalam susu terdapat nutrien yang didalamnya terdapat kandungan yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan  yeast. Berdasarkan ketahanannya terhadap suhu lingkungan bakteri dikelompokkan menjadi tiga golongan Thermoduric/thermophilic,Mesophilic ,Psychrothrophic/psychrophilic. Kelompok bakteri yang penting dalam mikrobiologi pangan termasuk susu meliputi Enterobacteriaceae, Micrococcaceae, Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Lactobacillaceae dan Sreptococcaceae.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2007. Uji Mikrobiologi Susu (Diakses pada hari Sabtu 27 November 2010 pukul 18.00)
Juanda, Wowon. Hidayati, Yuli Astuti. Marlina, Euis Tanti. 2007. Kualitas Mikroba Pada Ruang Penampung Susu dan Pengaruhnya terhadap Jumlah Bakteri dalam Susu. Universitas Padjajaran. Bandung
Mukhtar, Ashry. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. UNS PRESS. Surakarta
Sulistiowati, Yulias. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologik Susu Sapi Murni
dari Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. UMS Pres. Surakarta
Wijayanti, Sari.2009. Identifikasi dan pemeriksaan jumlah total bakteri Susu sapi segar dari koperasi unit desa Di kabupaten boyolali.UMS.Surakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel