page hit counter -->

KASUS AYAM TIREN DI INDONESIA DAN PERAN PEMERINTAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan peningkatan kesejahteraanya. Beberapa kebutuhan manusia antara lain, kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.Namun, dalam memenuhi ini, masyarakat (konsumen) harus lebih berhati-hati dalam memilih produk yang aman. Apalagi pada era yang serba canggih ini, para produsen sering berlaku curang kepada konsumen demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya serta pelaku usaha seringkali mengenyampingkan hak-hak konsumen.

Konsumen mesti dilindungi karena acapkali konsumen terjepit dalam lalu lintas perdagangan sehari-hari tanpa suatu upaya hukum yang memadai. Undang-undang memberikan hak-hak tertentu kepada konsumen yang apabila hak tersebut dilanggar, berpotensial untuk terjadinya kejahatan konsumen. Seperti yang diatur Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur tentang Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha yakni “Pelaku Usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang Undang Perlindungan Konsumen justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang/jasa yang berkualitas. Para produsen harus memperlakukan konsumen dengan baik dan tidak boleh berkolusi dengan produsen lain, bukan sebaliknya berupa the competitors are our friends and the customers are out enemies (Para pesaing kita adalah teman kita, sedangkan para pelanggan adalah musuh kita).

Realitas di atas menunjukkan bahwa masalah perlindungan konsumen adalah masalah yang sangat serius. Akan tetapi, masalah-masalah tersebut baru dipersoalkan ketika ramai dibahas dalam pemberitaan di berbagai media. Pada saat mulai sepi dari pemberitaan, masalah-masalah ini seakan luput dari perhatian masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perlindungan konsumen.

Daging ayam tiren atau mati kemarin adalah sebutan untuk daging ayam kedaluwarsa yang dijual di pasar atau dijual ke pengusaha rumah makan/warung. Daging ayam yang mulai rusak agar terlihat segar kembali dibubuhi tawas dan pemutih sehingga terlihat segar dan menarik. Ayam yang sudah mati itu bulunya dicabut dan segera dicuci bersih sehingga tidak kelihatan bahwa itu adalah ayam mati. Selanjutnya ayam-ayam ini dijual ke pasar-pasar tradisional kecil dengan harga yang berlaku di pasaran.

Penjualan ayam tak layak konsumsi tak berhenti dengan menjual sebagai ayam segar. Daging ayam tiren justru dijadikan daging olahan, menggunakan bumbu giling dan pewarna pakaian. Agar proses memasak lebih cepat obat sakit kepala dicampurkan dalam olahan itu.Berbagai cara ditempuh oleh pada pedagang ini. Masalah bau diatasi dengan perebusan dengan kunyit. Bahkan kalau perlu ditambah bahan pewarna.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kejahatan Konsumen
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Kejahatan konsumen adalah suatu jenis kejahatan, kebanyakannya merupakan white collar crime, yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan sengaja atau tidak sengaja, tindakan dimana bertentangan dengan hukum pidana sehingga diancam dengan hukuman pidana, dan dapat merugikan materil dan immateril kepada para konsumen sebagai pemakai akhir dari suatu produk, yang melibatkan baik produk barang ataupun produk jasa, termasuk kerusakan dari produk itu sendiri maupun cara memproduksi, menjual, memasarkan, mengiklankan, atau menyusun kontrak terhadap produk tersebut, kejahatan mana dilakukan oleh pihak produsen, pemasok, distributor, agen, penjual eceran, atau pihak-pihak lain, dan sebagainya.

B.       Ayam Tiren
Daging ayam telah menjadi sumber protein hewani terpenting dari subsektor peternakan. Peran daging ayam selain sebagai substitusi daging sapi yang lebih mahal harganya juga untuk meningkatkan gizi rakyat dengan meningkatkan konsumsi protein hewani. Kasus penjualan ayam tiren (mati kemaren) beberapa tahun terakhir marak terjadi di beberapa daerah. Informasi yang terbatas menyebabkan kasus ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat terutama konsumen daging ayam. Ayam tiren pada dasarnya adalah ayam bangkai yaitu ayam yang mati bukan karena disembelih pada saat masih hidup melainkan ayam yang sebelumnya telah mati disebabkan daya tahan yang kurang baik selama perjalanan atau terkena penyakit kemudian sengaja disembelih untuk dijual di pasar (Nareswari, 2006).

Beberapa ciri ayam tiren distanikhut Palembang (2010) antara lain:
1.   Warna kulit kasar dan terdapat bercak – bercak darah pada bagian kepala, ekor, punggung, sayap, dan dada.
2.    Bau agak anyir.
3.    Konsistensi otot dada dan paha lembek.
4.    Serabutototberwarnakemerahan.
5.    Pembuluh darah di daerah leher dan sayap penuh darah.
6.    Warna hati merah kehitaman.
7.    Bagian dalam karkas berwarna kemerahan.
8.  Ayam  setelah  di  cabuti  bulunya  jika  dimasukkan  plastic  akan  keluar  cairan memerah  dalam plastik.
9.   Warna daging kebiruan dalam proses pembusukan.
10. Daging ayam setelah digoreng bila diumpankan kekucing tidak  mau dimakan.

Kasus Ayam Tiren Di Indonesia Dan Peran Pemerintah

Daging ayam mati kemarin, kerap dikaitkan dengan daging berformalin, karena kebutuhannya untuk diawetkan. Beberapa ciri ayam berformalin antaralain :
1.    Berwarna putih mengkilat
2.    Konsistensi sangat kenyal
3.    Permukaan kulit tegang
4.    Bau khas formalin
5.    Biasanya tidak dihinggapi lalat.

Nareswari (2006) melaporkan bahwa nilai pH daging ayam tiren selalu lebih tinggi dibandingkan daging ayam  normal. Nilai pH ayam tiren 6.16 (mentah), sedangkan daging ayam  normal yaitu 5.36. Nilai pH mempengaruhi warna dan kecerahan pada daging. Nilai pH yang tinggi menyebabkan warna daging menjadi gelap. Daging ayam  normal memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren.  Nilai pH juga mempengaruhi kekenyalan daging. Semakin rendah nilai pH maka semakin tinggi tingkat kekenyalan daging ayam. Daging ayam normal menghasilkan tingkat kekenyalan lebih tinggi dibandingkan daging ayam  tiren. Pada metode penghancuran total mikroba ayam tiren masing-masing perlakuan adalah 3.8×108 cfu/gram (mentah). Sedangkan pada ayam  normal jumlahnya adalah 5.1×104 cfu/gram (mentah). Ayam tiren memiliki ciri-ciri yang sangat jelas berbeda dengan ayam normal. Ciri-ciri tersebut antara lain kulitnya yang licin agak berlendir, terdapat beberapa bercak darah di bagian tubuh tertentu, baunya yang lebih menyengat dibandingkan dengan ayam normal, serta beberapa ciri fisik lainnya. Ayam tiren termasuk bangkai yang sangat jelas haram hukumnya untuk dikonsumsi. Menurut kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 501 ayat 1 pihak yang berwajib dapat menjerat pelaku yang menjual barang rusak atau bangkai.

Kualitas daging dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor, baik pada waktu hewan  masih  hidup  maupun setelah dipotong.Faktor penentu kualitas daging pada waktu hewan hidup adalah cara pemeliharaan, yang  meliputi: pemberian  pakan,  tata  laksana  pemeliharaan,  dan  perawatan  kesehatan. Kualitas daging  juga  dipengaruhi  oleh  pengeluaran  darah  pada  waktu  hewan  dipotong  dan  kontaminasi sesudah hewan dipotong.

Kriteria  yang  dipakai  sebagai  pedoman  untuk  menentukan  kualitas  daging  yang  layak  konsumsi  adalah :
1.   Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
2.   Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang  terdapat  diantara  serabut otot (intramuscular). Lemak  berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada wkatu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.
3.  Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan usia, misalkan daging sapi  potong  lebih  gelap  daripada  daging  sapi  perah,  daging  sapi muda  lebih  pucat  daripada daging  sapi  dewasa. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh  jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
4.  Kelembaban:  Secara  normal  daging  mempunyai  permukaan  yang  relativekering sehinggadapat  menahan  pertumbuhan  mikroorganisme  dari  luar. Dengan  demikian  mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

Bau  dan  rasa  tidak  normal  akan  segera  tercium  sesudah  hewan  dipotong.
Hal  tersebut  dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :
1.   Hewan sakit terutama yang menderita  radang bersifat akut  pada organ dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
2.   Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotik akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.
3.  Warna daging tidak normal  tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan mengurangi selera konsumen.
4.  Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak) dapat  mengindikasikan  daging  tidak  sehat,  apaila  disertai  dengan perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
5. Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena  menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi  karena penanganan  yang kurang baik  pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan  ditempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga  terjadi proses pemecahan protein oleh enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide.

C.      Cara untuk Mencegah dan Menanggulangi Terjadinya KejahatanKonsumen (AyamTiren)
Untuk melindungi kepentingan konsumen di Indonesia, maka dibuatlah UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat konsumen yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.

Pasal 5 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen, Kewajiban konsumen adalah:
1.   Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3.      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati;

Pasal 4 UU No 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen, Hak konsumen adalah :
1.     Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
Barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha beresiko sangat tinggi terhadap keamanan konsumen, Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan/atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani. Pemerintah selayaknya mengadakan pengawasan secara ketat. Hal ini dapat memberikan salah satu jaminan keamanan bagi konsumen.
2.    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi sertaserta jaminan yang dijanjikan.
Dalam mengonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya. Ia tidak boleh mendapatkan tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak bebas membeli. Hak untuk memilih ini erat kaitannya dengan situasi pasar. Jika seseorang atau suatu golongan diberi hak monopoli untuk memproduksi dan memasarkan barang atau jasa, maka besar kemungkinan konsumen kehilangan hak untuk memilih produk yang satu dengan produk yang lain.
3.      Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar.Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk kemasan ( barang ).
4.     Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi adalah hak untuk didengar.Ini disebabkan karena informasi yang diberikan oleh pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen.Untuk itu konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut.
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Dampak negatif dari peredaran barang dan jasa mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Keadaan tersebut menjadikan kedudukan pihak konsumen menjadi lemah dibandingkan pelaku usaha.Oleh karenanya pihak konsumen yang dipandang lebih lemah secara hukum perlu mendapatkan perlindungan lebih besar dibandingkan pelaku usaha.
6.      Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru.Oleh karena itu wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan kesadaran hukum. Makin tinggi tingkatan kesadaran hukum masyarakat, makin tinggi penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen tidak selalu melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melewati media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat.
7.      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Dalam mendapatkan barang dan/atau jasa yang diinginkannya, konsumen berhak diperlakukan atau mendapatkan pelayanan secara benar dan jujur dari produsen tanpa adanya tindakan diskriminatif. Hal ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar sehingga konsumen tidak merasa dirugikan.
8.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya.Ia berhak mendapatkan ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak.
9.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
Untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman maupun tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan atau/jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan adil, kompensasi sampai ganti rugi.

Salah satu cara untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan konsumen adalah dengan memberdayakan :
1.      Badan penyelesaian perselisihan konsumen.
2.      Badan perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
3.      Lembaga perlindungan konsumen resmi dari pemerintah.
4.      Pemboikotanproduk.

D.      Peran Serta Pemerintah dalam Menanggulangi Kejahatan Konsumen
Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi, serta mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan, baik kesehatan maupun keuangannya.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah:
1.    Registrasi dan penilaian.
2.    Pengawasan produksi.
3.    Pengawasan distribusi.
4.    Pembinaan dan pengembangan usaha.
5.    Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.
6.    Pembinaan dan pengembangan usaha.
7.    Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.

Peranan pemerintah dapat dikategorikan sebagai peranan yang berdampak jangka panjang sehingga perlu dilakukan secara kontinu memberikan penerangan, penyuluhan, dan pendidikan bagi semua pihak. Sehingga tercipta lingkungan berusaha yang sehat dan berkembangnya pengusaha yang bertanggung jawab. Dalam jangka pendek pemerintah dapat menyelesaikan secara langsung dan cepat masalah-masalah yang timbul.

Peran pemerintah sebagai pemegang kebijakan sangat penting. Tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen dimaksudkan untuk memberdayakan konsumen agar mendapatkan hak-haknya. Dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa: “Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.

Dalam hal ini pemerintah membentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat.

Fungsi Badan POM berfungsi antara lain:
1.    Pengaturan, regulasi, dan standardisasi
2.    Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan Cara-cara Produksi yang Baik
3.    Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar
4.  Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.
5.    Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk
6.    Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan;
7.    Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

E.       Peran Pemerintah dalam menyediakan daging sehat
Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam berbagai bentuk seperti yang disebutkan dalam pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009, salah satunya adalah penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan;

Pasal 58 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 ayat 1 menyebutkan dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan. Pada ayat 2 disebutkan pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan di tempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan, pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan, dan pada waktu peredaran setelah pengawetan. 

Pasal 61 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 menyatakan pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan (untuk kepentingan komersial dan nonkomersial) harus dilakukan di rumah potong; dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Pelanggaran atas pasal 61 ini dapat dikenakan Sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada berupa peringatan secara tertulis, penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran, pencabutan nomor pendaftaran dan penarikan produk hewan dari peredaran, hingga pencabutan izin atau pengenaan denda paling sedikit Rp. 5.000.000,-  (Lima Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kejahatan konsumen adalah suatu jenis kejahatan, kebanyakannya merupakan white collar crime, yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan sengaja atau tidak sengaja, tindakan dimana bertentangan dengan hukum pidana sehingga diancam dengan hukuman pidana, dan dapat merugikan materil dan immateril kepada para konsumen sebagai pemakai akhir dari suatu produk, yang melibatkan baik produk barang ataupun produk jasa, termasuk kerusakan dari produk itu sendiri maupun cara memproduksi, menjual, memasarkan, mengiklankan, atau menyusun kontrak terhadap produk tersebut, kejahatan mana dilakukan oleh pihak produsen, pemasok, distributor, agen, penjual eceran, atau pihak-pihak lain, dan sebagainya.

Salah satu cara untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan konsumen adalah dengan memberdayakan :
a.         Badan penyelesaian perselisihan konsumen.
b.         Badan perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
c.         Lembaga perlindungan konsumen resmi dari pemerintah.
d.        Pemboikotan produk.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah:
1.    Registrasi dan penilaian.
2.    Pengawasan produksi.
3.    Pengawasan distribusi.
4.    Pembinaan dan pengembangan usaha.
5.    Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.
6.    Pembinaan dan pengembangan usaha.
7.    Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.

B.       Saran
1.    Hukum yang mengatur Perlindungan Konsumen harus lebih ditegakkan lagi.
2.    Sebagai konsumen harus menjadi konsumen yang cerdas.
3.    Hukum yang mengatur etika berdagang harus lebih ditegakkan lagi.
4.    Sebagai pedagang harus memenuhi kriteria pedagang yang baik.


DAFTAR PUSTAKA

Bintoro, P., Nurwantoro, Sutaryo, Mulyani, S. Rizqiati, H., dan Abduh S. B. M. 2009. Pelatihan Keamanan Pangandalam KeluargaMewujudkan Keluarga yang Sehat Melalui Makanan yang Aman, Sehat, Utuhdan Halal (ASUH). Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
DinasPertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Palembang (distanikhut Palembang). 2010. Tips Mengenali Daging Sehat. Available at www.distanikhut.palembang.go.id. Diakses 1 November 2011.
Mayulu, H. 2010. KebijakanPengembanganPeternakanSapiPotong di Indonesia. JurnalLitbangPertanian. FakultasPertanianUniversitasMulawarman.
Nareswari A. R. 2006. Identifikasi dan Karakterisasi Ayam Tiren. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel