Laporan Praktikum Pembuatan Rambak Ceker Ayam
Kamis, 16 Oktober 2014
Edit
PEMBUATAN
RAMBAK CEKER
A. Tinjauan Pustaka
Kerupuk
kulit atau yang dikenal dengan nama kerupuk rambak adalah kerupuk yang tidak
dibuat dari adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi, kerbau, kelinci,
ayam atau kulit ikan yang dikeringkan. Kulit ayam yang berasal dari bagian
cakar ayam, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kerupuk rambak. Kulit cakar
ayam banyak mengandung kolagen sehingga dapat dijadikan bahan baku pembuatan
kerupuk rambak kulit (Amertaningtyas,
2012).
Ceker
ayam yang merupakan hasil samping dari rumah potong ayam atau pengusaha ayam
potong yang dijual dalam bentuk sudah disembelih dan dibersihkan bulunya selama
ini praktis hanya digunakan untuk masak sup atau direbus untuk diambil kuahnya
atau kaldunya saja. Cakar ayam dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai
ekonomis yang lebih tinggi. Jenis makanan yang berasal dari hasil samping budi
daya ayam termasuk kripik ayam ini mulai banyak diproduksi di daerah-daerah
yang banyak menghasilkan ayam broiler misalnya di Kabupaten Sidoarjo, Jombang,
Mojokerto Jawa Timur (Hisyam, 2013).
Cakar ayam masih dianggap sebagai limbah pemotongan yang memiliki nilai ekonomis
rendah, namun jika kita pandai dan kreatif, maka cakar ayam dapat diolah dan
dimanfaatkan menjadi barang-barang kerajinan kulit yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku penyamakan
kulit, karena tersedia cukup dan pengadaannya terus menerus dapat disediakan,
mudah didapat, harga relatif murah, dan memiliki rajah yang bagus. Kulit cakar
ayam samak dapat digunakan untuk membuat barang-barang kulit seperti tas,
dompet, tali jam tangan, dan lain-lain (Mustakim, 2009).
Ceker
ayam (Shank) adalah suatu bagian dari tubuh ayam yang kurang diminati,
yang terdiri atas komponen kulit, tulang, otot, dan kolagen sehingga perlu
diberikan sentuhan teknologi untuk diolah menjadi produk yang memiliki nilai
tambah. Selama ini, ceker ayam baru dimanfaatkan sebagai campuran sup dan
krupuk ceker. Nilai tambah dari keduaproduk tersebut masih rendah. Salah satu
komponen ceker ayam yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kulit kaki ayam
mengingat memiliki komposisi kimia yang mendukung seperti kadar air 65,9%;
protein 22,98%; lemak 5,6%; abu 3,49%; dan bahan-bahan lain 2,03% (Purnomo,
1992).
Kandungan protein kerupuk ceker ayam berkisar antara
38,65 - 41,70%. Protein pada kerupuk ceker ayam sebagian besar terdiri dari
kolagen. Kolagen memiliki tingkat kecernaan yang rendah. Namun demikian,
kolagen mengandungasam amino prolin dan hidroksiprolin yang sangat berperan
dalam pertumbuhan makhluk hidup. Kerupuk ceker ayam memiliki kandungan lemak
yang cukup tinggi yaitu 49,52 - 52,41 %. Penyerapan minyak selama
proses penggorengan dapat meningkatkan kandungan lemak pada kerupuk
ceker ayam (Sutejo dan Damayanti, 2002).
B.
Materi
dan Metode
1. Materi
a. Alat
1)
Pisau
2)
Alat
pengukus
3)
Alat
penggorengan
4)
Nampan
5)
Penyaring
6)
Kompor
b. Bahan
1) 1
kg ceker ayam broiler
2) Penyedap
rasa
3) Bubuk
bawang Putih
4) Bubuk
pala
5) Merica
6) Garam
7) Minyak
Goreng
2. Metode
a. Ceker ayam segar dicuci bersih dengan air
mengalir
b.
Dikukus dalam alat
pengukus selama 10 menit.
c.
Ceker
kukus diangkat dan ditiriskan sampai dingin.
d.
Ceker
dikuliti dengan cara menyayat pada bagian telapak kaki yang dilanjutkan bagian
jari dan dipisahkan dari tulang.
e.
Kemudian
ceker direndam dalam air yang mengandung bumbu selama 10 menit.
f.
Ceker
ditiriskan dan dijemur selama 3 hari.
g.
Krecek
ceker digoreng dalam minyak panas.
h.
Rambak
ceker siap dikonsumsi.
i.
Melakukan uji organoleptik meliputi
rasa, warna, tekstur, dan aroma.
C.
Hasil
dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan hasil
samping produk ternak yaitu ceker ayam selain digunakan untuk campuran
pembuatan sop ayam ternyata dapat diolah menjadi berbagai produk salah satunya
rambak ceker ayam. Pembuatan
rambak ceker dalam praktikum menggunakan cara yang sederhana yaitu pertama
ceker ayam sebanyak 1 kg dicuci bersih, setelah bersih ceker ayam dikukus dalam
dandang
selama kurang lebih 10 menit agar memudahkan pada saat proses pengulitan kemudian ditiriskan dan ditunggu sampai
dingin, setelah dingin ceker dikuliti dengan cara menyayat pada bagian telapak
kaki yang dilanjutkan ke bagian jari, tahap selanjutnya adalah perendaman
dengan bumbu, jika bumbu sudah meresap jemur krecek dibawah sinar matahari
selama tiga hari dan goreng rambak agar dapat dikonsumsi.
Berdasarkan praktikum pembuatan rambak ceker
dilakukan penilaian dengan empat parameter yaitu warna, tekstur, aroma dan
rasa. Rambak ceker yang dibuat memiliki warna cokelat kehitaman. Tekstur rambak
ini agak keras dan bentuknya kecil-kecil. Selain itu, aroma dari rambak ceker
ini hangus dan rasanya asin.
Setelah dilakukan penilaian terhadap rambak ceker
tradisional dilakukan pula penilaian terhadap rambak ceker komersial. Rambak
ceker komersial memiliki warna kuning keemasan (golden brown). Tekstur rambak komersial ini renyah dan bentuk
keripiknya mekar. Rambak komersial ini beraroma gurih dan rasanya sedikit asin.
Rambak ceker tradisional kemudian dibandingkan
dengan produk rambak ceker komersial. Pada rambak ceker tradisonal berwarna
cokelat kehitaman namun berbeda dengan rambak ceker komersial yang berwarna
kuning keemasan. Hal ini mungkin disebabkan pada saat proses penggorengan
rambak ceker tradisional terlalu lama sehingga rambak yang dihasilkan terlalu
matang. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) menyatakan penentuan mutu bahan
makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, salah satunya
warna. Secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat
menentukan karena warna digunakan sebagai indikator kematangan.
Tekstur rambak ceker tradisional yang agak keras
serta bentuk rambak yang kecil-kecil berbeda dengan tekstur rambak komersial
yang cukup renyah serta bentuk rambaknya mekar. Perbedaan tekstur antara rambak
ceker tradisional dengan rambak ceker komersial mungkin disebabkan karena pada
saat pembuatan rambak ceker tradisional proses pengulitan yang dilakukan tidak
sempurna serta tidak dilakukan perendaman dengan air kapur. Menurut Cayana dan
Sumang (2008) menyatakan perendaman dengan air kapur akan memberikan kemekaran yang
baik.
Menurut Setyaningsih et al., (2012) menyatakan aroma merupakan salah satu faktor penting
bagi konsumen dalam memilih produk makanan yang disukai. Aroma rambak ceker
tradisional hangus dan rasanya asin sedangkan rambak ceker komersial beraroma
cukup gurih dan rasanya sedikit asin. Perbedaan rasa dan aroma antara rambak
ceker tradisonal dan komersial mungkin disebabkan pada saat menentukan takaran
bumbu tidak sesuai standar ceker ayam yang tersedia. Kelebihan garam
menyebabkan rasa dari rambak ceker menjadi sangat asin dan ketika digoreng
menjadi cepat hangus.
Semua panelis lebih menyukai rambak ceker komersial
dibanding rambak ceker tradisional. Karena dari penilaian ke empat parameter yaitu
warna, tekstur, aroma dan rasa rambak ceker komersial lebih unggul daripada
rambak ceker tradisonal. Hal ini mungkin disebabkan pada saat proses pembuatan
rambak ceker tradisional terdapat kesalahan diantaranya proses pengulitan,
penggorengan dan pembuatan bumbu tidak sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan.
D.
Kesimpulan
Hasil dari
praktikum menunjukkan bahwa rambak ceker yang dibuat gagal terutama dari segi
rasa yang terlalu asin sehingga tidak dapat dikonsumsi. Selain itu, kesalahan
dalam menggoreng menyebabkan keripik rambak ceker hangus dan terasa pahit
kehitaman. Produk akhir sangat berbeda dengan kontrol yakni rambak ceker
komersial. Perlu adanya persiapan dan prosedur yang tepat sebelum pelaksanaan
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas, D. 2012. Pengolahan Kerupuk Rambak Kulit di Indonesia. Jurnal
Ilmu-ilmu Peternakan 21 (3): 18 - 29 ISSN: 0852-3581. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya. Malang.
Cayana dan
Sumang, 2008. Pengolahan Rambak Cakar Ayam Sebagai Makanan Ringan.
Processing of rambak chicken’s scrawl as snack.. Jurnal Agrisistem, Vol. 4 No.
1 ISSN 1858-4330. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa.
Hisyam, 2013. Kripik
Ceker Ayam, Alternatif Usaha yang Menjanjikan. http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/11/28/kripik-ceker-ayam-alternatif-usaha-yang-menjanjikan. Diakses pada
tanggal 28 November 2013 pukul 20.00 WIB.
Setyaningsih,
E., E. Purwani dan D. Sarbini. 2012. Perbedaan Kadar Kalsium, Albumin dan Daya
Terima Pada Selai Cakar Ayam daan Kulit Pisang dengan Variasi Perbanndingan
Kulit Pisang Yang Berbeda. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sutejo, A. dan
Damayanti,W. 2002. Rambak Cakar Ayam. Trubus
Agrisara. Surabaya.
Winarno, FG.
1997. Pangan Gizi Teknologi Dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta