Makalah Penyakit Parasit Caplak
Jumat, 21 Maret 2014
Edit
A. Latar
belakang
Parasit adalah suatu organisme
lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh organisme yang lebih besar yang
disebut host. Parasit
merupakan organisme yang hidupnya merugikan induk semang yang ditumpanginya. Keberadaan
parasit dalam tubuh host dapat
bersifat sebagai parasit sepenuhnya dan tidak sepenuhnya sebagai parasit. Ada
beberapa sifat hidup dari parasit seperti parasit fakultatif, obligat,
insidentil temporer dan permanen. Penyebarannya di atas permukaan bumi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya siklus hidup, iklim, sosial budaya atau ekonomi dan kebersihan. Biasanya hospes atau induk semang yang jadi sasarannya
bisa berupa hospes definitif (akhir),
insidentil, carrier, perantara dan hospes mekanik.
Salah satu penyakit parasit yang
sering menimbulkan gangguan pada ternak, khususnya sapi adalah serangan caplak.
Caplak merupakan salah satu ektoparasit yang terdapat pada hewan ternak dan
pada umumnya selalu menimbulkan kerugian, baik secara fisik bagi hewan itu
sendiri, maupun kerugian secara ekonomis bagi para peternak.
Kerugian-kerugian ini timbul karena umumnya caplak menghisap darah sehingga
dapat mengakibatkan anemia, merusak kulit, menimbulkan kegatalan, dan
dermatitis. Namun kerugian yang paling utama adalah peranannya
sebagai vektor penyakit, antara lain vektor dari piroplasmosis,
anaplasmosis dan theileriosis.
B. Rumusan
masaalah
1.
Apa itu penyakit caplak?
2.
Apa saja jenis-jenis caplak
itu?
3.
Bagaimana periode perkembangan
caplak?
4.
Bagaimana siklus atau daur hidup
penyakit caplak?
5.
Bagaimana pengendalian penyakit
caplak?
6.
Bagaimana pengobatan penyakit
caplak?
C.
Manfaat
1.
Mengetahui penyakit caplak
2.
Mengetahui jenis-jenis
caplak
3.
Mengetahui periode
perkembangan caplak
4.
Mengetahui daur hidup penyakit
caplak
5.
Mengetahui cara pengendalian
penyakit caplak
6.
Mengetahui cara pengobatan
penyakit caplak
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Parasit
adalah suatu organisme lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh organisme
yang lebih besar yang disebut host.
Keberadaan parasit dalam tubuh host
dapat bersifat sebagai parasit sepenuhnya dan tidak sepenuhnya sebagai parasit.
Hal tersebut tergantung dari jumlah, jenis, tingkat kesakitan yang dapat
ditimbulkan oleh parasit serta ketahanan tubuh dan nutrisi dalam tubuh induk
semangnya. Hubungan host dan parasit
dapat bersifat simbiosismutualisme, parasitis, dan parasitosis (Bowmans, 1999).
Ektoparasit
adalah parasit yang terdapat di luar tubuh host
(inang). Dari sekian banyaknya ektoparasit di dunia termasuk dalam filum Arthropoda. Filum Arthropoda terdiri dari berbagai sub filum yaitu Trilobitomorpha (sudah punah), Onychophora (onychoporans), Tardigrada
(water bears), Pycnogonida (Sea spiders),
Chelicerata (Mites, Ticks, Spiders, Scorpions, dll) dan Mandibulata (Crustaceans, Centipedesdan Millipedes
serta Insects). Subfilum Chelicerata (contoh: mites, ticks) dan sub filum Mandibulata (contoh: Insecta) merupakan subfilum yang paling
penting dalam dunia veterine. Pentingnya kedua subfilum di atas karena dapat
berperan sebagai agen penyebab penyakit patologis pada hewan dan manusia,
memproduksi racun atau substan
toksik, berperan sebagai inang antara untuk protozoa dan helminth, berperan
sebagai vektor bagi bakteri, virus, Spirochaeta,
Ricketsia, Chlamydiadan agen penyakit lainnya (Hendrix dan Robinson, 2006).
Rhipicephalus
sanguineus adalah ektoparasit penghisap darah yang
mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan hewan. Caplak dari spesies Rhipicephalus
sanguineus disebut juga “the brown dog tick” dan merupakan jenis
caplak yang paling sering pada anjing. Secara umum tubuh caplak terbagi menjadi
dua bagian yaitu gnatosoma (kepala
dan toraks) dan idiosoma (abdomen)
(Wijayanti, 2007).
Caplak
ini dapat bertahan hidup pada inangnya dengan melengkapi siklus hidupnya pada
lingkungan sekitar yang sesuai inang.
Caplak masih dapat bertahan hidup pada suhu udara yang kurang mendukung baik
suhu tinggi maupun rendah. Populasi caplak akan meningkat drastis bila suhu
hangat. Caplak ini memiliki sifat toleransi terhadap perubahan cuaca. Siklus
hidup R. sanguineus membutuhkan tiga induk semang mulai dari penetasan
telur hingga menjadi caplak dewasa. Seluruh stadium hidup caplak ini dapat
menghisap darah atau cairan tubuh kecuali pada stadium telur. Caplak dewasa
akan lepas dari tubuh host(inang) setelah
menghisap darah kemudian merayap mencari tempat berlindung di celah-celah
hingga telurnya siap untuk dikeluarkan, kemudian caplak dewasa akan siap untuk
bertelur di tanah. Apabila caplak tersebut mengandung protozoa (Babesia sp. dan Theileria sp.) dalam tubuhnya, kemudian caplak ini
menggigit host maka host (inang) tersebut kemungkinan akan
mengalami infeksi protozoa (James dan Leah, 2001).
III.
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi
Ilmiah
Kerajaan :Animalia
Filum :Arthropoda`
Upafilum :Chelicerata
Kelas :Arachnida
Superordo : Parasitiformes
Ordo
: Ixodida
Superfamili : Ixodidea
Genus : Boophilus
Spesies :
Boophilus microplus
Caplak adalah jenis kutu hewan yang
termasuk ke dalam kelompok laba-laba (Arachnida). Ciri khas caplak adalah bagian kepala, dada, dan perut
menyatu, berkulit khitin tebal dan keras,
larvanya berkaki tiga pasang, sedangkan nimfa dan dewasanya berkaki empat
pasang. Pada caplak jantan, skutum
menutupi bagian dorsal. Sedangkan caplak betina skutum hanya menutupi sebagian kecil. Caplak sapi yaitu Boophilus microplus
termasuk dalam golongan caplak keras. Pada caplak keras dibagian depan
(anterior) terlihat ada semacam kepala yang sebenarnya adalah bagian dari
mulutnya/kapitulum, basis kapituli sebelah dorsal yang bersegi enam.
Spiralkulum bulat atau oval yang berada di depan atau di samping dari keempat coxae. Kepala dan dada serta abdomen
tergabung dalam betuk oval atau elips. Larva berkaki enam, sedangkan nimfa dan
caplak dewasa berkaki delapan. Tiap kaki terdiri dari enam bagian ruas kaki,
dengan ujung yang terdapat kait. Kelenjar coxae
terdapat antara coxae I dan II, yang
mampu mensekresikan cairan guna perlekatan pada kulit selama menghisap darah
dan ketika kopulasi. Coxae I bercelah
dangkal (bifid). Jenis kelamin dapat dibedakan antara jantan dan betina.
Pada jantan terdapat lempeng adanal. Pipih dorsoventral dan bagian dorsal
cembung dengan empat pasang kaki (dewasa). Organ olfaktori terdapat pada tarsi
kaki depan. Tubuh berwarna agak merah dan coklat mahoni. Bagian belakang tubuh
tanpa festoon.
Caplak sapi adalah jenis caplak
berkulit keras yang dianggap paling penting dalam dunia pertenakan sapi. Karena
telah mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi peternakan sapi. Dalam
keadaan tidak menghisap darah caplak ini berukuran hanya sebesar biji mentimun
dan berwarna coklat. Alat penghisap terletak di ujung yang berfungsi untuk
menempel dan menghisap darah. Caplak sapi betina dapat mengembang 10-12 kali
dari ukuran aslinya sesudah menghisap darah. Caplak sapi terkenal sebagai
caplak satu induk yang berarti larva, nimfa, dapat di jumpai pada satu induk
semang. Setelah kenyang menghisap darah akan menjatuhkan diri dari induk semang
untuk bertelur. Telurnya sejumlah 3.000-5.000 butir yang di keluarkan sedikit
demi sedikit setiap harinya. Dalam keadaan kelembaban tinggi dan suhu yang
memadai telur akan menetas dalam waktu sekitar 14 hari. Larva yang berkaki 3
pasang segera naik ke daun-daun rumput untuk menunggu kesempatan menempel pada
induk semang. Bila tidak cepat mendapat induk semang yang baru larva dapat
menahan lapar untuk berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan. Setelah
berhasil mendapatkan induk semang dan menghisap darahnya, larva akan melepaskan
diri dari induk semang untuk berganti kulit menjadi nimfa. Proses ini di ulangi
lagi oleh nimfa untuk menjadi dewasa (Hendrix dan Robinson, 2006).
Ditinjau dari habitatnya yang menjatuhkan diri dari induk semang dalam
kaitan dengan pertumbuhannya mulai dari telur sampai dewasa, maka caplak
dibedakan :
1.
Caplak berinduk semang satu
Caplak berinduk semang satu adalah
caplak yang seluruh daur hidupnya mulai dari telur sampai dewasa berada dalam
satu induk semang. Caplak jenis initidak melalui tahapan menjatuhkan diri dari
induk semang.
Contoh: Boophilus decoloratus, B. anulatus, dan B. Mikroplus.
2.
Caplak berinduk semang dua
Caplak
jenis ini tahapan larva dan nimfe berada dalam satu induk semang. Setelah induk
semang kenyang akan jatuh kemudian menginfeksi induk semang yang lain untuk
langsung tumbuh menjadi dewasa.
Contoh: Rhipichepalus
evertsi, R.bursa, Hyaloma truncatum dan H. Dromedariae.
3.
Caplak berinduk semang tiga
Caplak
jenis ini setiap tahapan akan jatuh dan berganti induk semang yang berbeda.
Contoh: Rhiphichepalus
appendicultus, R. provus, R. capensis, dan Amblyoma hebraeum.
B.
Berbagai Genus dalam Famili Ixodidae
1.
Boophilus
Caplak ini tidak memiliki
hiasan pada skutum dan tidak memiliki festoon. Basis kapituli berbentuk
segienam. Caplak ini memiliki hipostoma yang pendek . palpi menonjol ke dorsal
dan lateral. Pada lateral skutum terdapat mata. Pada pasangan kaki pertama
terdapat celah. Caplak jantan memiliki keping adanal dan keping asesori.
Genus ini terdiri dari 5
spesies (Harwood dan James, 1979). Spesies yang penting adalah Boophilus microplus, B. annulatus dan B. decoloratus. Ketiganya merupakan
vektor penting piroplasmosis pada sapi di Amerika, Afrika, Asia, Eropa, dan
Australia.
2.
Ixodes
Caplak ini tidak memiliki hiasan pada skutum, juga tidak
memiiki mata dan festoon. Kapitulum pada kapak betina biasanya lebih panjang
dari yang jantan. Segmen kedua dan ketiga palpi menonjol dari dasar, sehingga
membentuk sudut antara palpus dengan bagian mulut. Lekuk anus melengkung ke anterior
menuju anus disebut prostriate. Pada
genus lain lekuk anus terlihat lebih posterior dan disebut metastriate. Pada jantan terdapat tujuh keping ventral yang
tersusun dalam tiga baris di medial, yaitu pregenital, medial, dan anal ;
sepasang adanal dan sepasang epimeral. Tepi keping epimeral yang terletak
sebelah lateral tampak tidak jelas.
Genus Ixodes
memiliki 250 spesies dan sekitar 40 spesies terdapat di Amerika Utara (Nuttall
dan Warburton, 1911). Contoh spesies dari genus ini antara lain adalah I. ricinus, I. persulcatus, I. rubicundus,
dan I. holocyclus.
3.
Dermacentor
Caplak ini memiliki hiasan skutum. Lekuk anus terletak lebih
posterior. Basis kapituli berbentuk segi empat. Pada lateral skutum terdapat mata.
Caplak ini memiliki festoon yang berjumlah satu buah. Baik jantan maupun betina
memiliki celah pada pasangan koksa pertama. Pada jantan koksa semakin posterior
semakin membesar dan koksa terbesar terdapat pada pasangan kaki keempat. Caplak
ini tidak memiliki keping ventral.
Genus ini terdiri dari 31 spesies (Harwood dan James, 1979).
Spesies Dermacentor nitens merupakan
vektor dalam penularan piroplasmosis pada kuda, sedangkan C. variabilis merupakan vektor tularemia dan Rocky mountain spotted fever pada anjing di Amerika.
4.
Amblyomma
Caplak ini memiliki hiasan pada skutum. Bagian mulut lebih
panjang dari basis kapituli. Segmen kedua palpi dua kali lebih panjang dari
segmen ketiganya. Caplak ini memiliki mata dan festoon. Tidak memiliki keping
adanal. Spirakel agak segi tiga atau berbentuk koma.
Saat ini diketahui genus ini terdiri dari 100 spesies
(Harwood dan James, 1979). Spesies yang penting adalah A. maculatum merupakan parasit penting pada sapi di Amerika Serikat
(Semtner dan Hair, 1973).
5.
Haemaphysalis
Caplak ini tidak memiliki hiasan pada skutum dan mata. Pada
mata juga tidak didapatkan keping ventral. Basis kapituli berbentuk segiempat
dan dasar dari segmen kedua menonjol ke lateral melewaati basis kapituli.
Segmen kedua dan ketiga meruncing ke anterior, sehingga bagian kapitulum
sebelah anterior dari basis kapituli berbentuk segitiga. Caplak ini memiliki
festoon dan sebuah keping adenal posterior.
Genus Haemaphysis
memiliki 150 spesies (Harwood dan James, 1979). Spesies penting dari genus ini
yang dapat menularkan piroplasmosis adalah Haemaphysis
punctata. Spesies penting yang lain adalah H. spigniera merupakan vektor penyakit Kyasanur dan H. longicornis yang sering menyerang
sapi-sapi di Australia (Saito dan Hoogstraal, 1973).
6.
Rhipicephalus
Caplak ini berwarna kemerahan atau coklat kehitaman. Lekuk
anus terletaak lebih posterior. Pada pasangan koksa pertama terdapat celah.
Caplak jantan memiliki keping adanal dan adanal asesori. Basis kapituli
berbentuk segi enam. Caplak ini memiliki festoon dan mata, tetapi tidak
memiliki hiasan pada skutum.
Genus ini terdiri dari 63 spesies (Harwood dan James, 1979).
Spesies yang termasuk dalam genus ini antara lain R. appendiculatus, R. bursa, R. sanguineus dan R. evertsi.
7.
Hyalomma
Merupakan caplak yang memiliki perangkat mulut yang panjang.
Caplak ini mirip dengan genus Ambylomma,
tetapi segmen kedua palpi tidak sama panjang dengan segmen ketiganya. Menurut
Harwood dan James (1979) genus ini terdiri dari 21 spesies.
C.
Periode Perkembangan Caplak
1.
Periode Prapeneluran
(Praoviposisi)
Lancaster dan Meisch (1986) menyatakan
bahwa periode peneluran pada suhu 36,1 ºC diperlukan waktu antara 2-3 hari,
19-39 hari pada suhu 15-15,5ºC. Hitchcock (1955) mencatat bahwa periode
prapeneluran pada suhu 33,1 ºC adalah 2-3 hari. Selain itu Davey et al. (1980) juga mencatat bahwa
periode prapeneluran adalah memiliki rataan 3,2 hari serta menurut Strickland et al. (1976) periode yang dibutuhkan
yaitu 2-39 hari.
Periode prapeneluran pada caplak
sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu tempat bertelur, maka semakin
lama periode prapenelurannya. Pengaruh kelembaban relatif terhadap periode
prapeneluran memiliki pengaruh yang sangat kecil dan bahkan tidak berhubungan
sama sekali dengan lamanya periode sebelum dan sesudah peletakan telur. Menurut
Shaw et al. (1970), kelembaban
relatif hanya berperan pada penjagaan kerusakan telur.
2.
Periode Peneluran (Oviposisi)
Periode peneluran yaitu lamanya waktu
yang diperlukan seekor caplak dalam peletakan telur. Menurut Strickland et al. (1976), periode bertelur di
Brazil yaitu antara 4-44 hari, minimal periode bertelur yaitu 6-7 hari dalam
bulan Desember dan Januari di Amerika Latin (Graham et al., 1975). Hitchcock (1955) mencatat juga bahwa periode
peneluran pada suhu 30 ºC adalah 9-12 hari, 4 hari pada suhu 39 ºC dan 44 hari
pada suhu 15 ºC. periode peneluran juga sangat dipengaruhi oleh suhu, seperti
yang dikemukakan oleh Seddon (1967) bahwa pada suhu dibawah 15,5 ºC peneluran
kadang tidak menentu dan pada suhu -6 ºC biasanya sangat fatal untuk peneluran.
Periode peneluran juga sangat
berhubungan dengan jumlah telur yang dihasilkan karena semakin lama periode
peneluran, maka akan memungkinkan caplak tersebut menghasilkan jumlah telur
yang lebih banyak. Hal ini juga berkaitan dengan bobot caplak itu sendiri.
Caplak yang lebih berat bobot badannya akan memiliki periode peneluran yang
lebih lama.
3.
Periode Inkubasi Telur
Periode inkubasi telur adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan telur caplak hingga menetas. Periode ini dihitung saat
telur pertama dikeluarkan secara massal oleh caplak sampai menetas. Robert
(1970) menyatakan bahwa telur akan menetas setelah 2-3 minggu selama musim
panas, tetapi musim dingin dengan suhu 15 ºC akan memakan waktu lebih dari 16
minggu. Hitchock (1955) mencatat bahwa masa inkubasi telur bervariasi dari 14
hari pada suhu 36 ºC sampai 146 hari pada suhu 17 ºC. sedangkan menurut Davey et al. (1980), masa inkubasi telur caplak
ini berkisar antara 22-26 hari pada suhu 26-28 ºC dan kelembaban relatif 70-90
%.
4.
Periode Daya Hidup Larva
Daya tahan hidup larva dipengaruhi
oleh suhu dan kelembaban relatif. Larva dapat bertahan hidup maksimum 240 hari
pada suhu 22,2 ºC dan kelembaban relatif 90 %
5.
Periode Parastik pada Tubuh
Sapi
Periode parastik pada tubuh sapi yaitu
waktu yang dibutuhkan oleh caplak ketika
menempel pada tubuh sapi dan berkembang sampai menjadi dewasa. Periode parastik
dimulai saat larva menempel sampai dengan menjadi dewasa jenuh darah dan jatuh
ke induk semang. Menurut Lapage (1962), periode parastik pada tubuh sapi
berkisar antara 15-55 hari.
D.
Daur Hidup Caplak
Daur hidupnya diawali dari bentuk
telur yang diletakkan induknya di tanah. Caplak dewasa setelah kawin akan
menghisap darah sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah dan disinilah akan
bertelur. Larva yang baru menetas segera akan mencari inangnya dengan
pertolongan benda-benda sekitarnya serta bantuan olfaktoriusnya. Setelah
mendapatkan inangnya, ia akan menghisap darah inang darah hingga kenyang (enggorged) lalu akan jatuh ke tanah atau
tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan segera menyilih (molting) menjadi
nimfa. Nimfa menghisap darah kembali, setelah kenyang akan jatuh ke tanah dan
molting menjadi capak dewasa.Satu siklus daur hidup berkisar antara 6 minggu
sampai tiga tahun. Caplak betina setelah kawin dan
kenyang dengan darah induk semangnya akan jatuh ke tanah dan kemudian bertelur.
Jumlah telur yang dihasilkannya bervariasi antara 2.000-20.000 butir telur yang
terkumpul dalam satu kelompok. Setelah tuntas bertelur caplak akan mati. Telur
yang dihasilkanakanmenetas dalam waktu
2-10 minggu, tergantung pada jenis caplak dan cuaca. Caplak jantan akan
mencoba bertahan berada pada tubuh induk semang untuk kawin lagi. Caplak yang dewasa
dapat bertelur sekitar 100-18.000 butir/caplak. Caplak sangat tahan terhadap
perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan atau ketidakadaan makanan
dalam waktu berbulan-bulan.
Daur hidup caplak meliputi tahap
kehidupan pada tubuh bagian luar induk semang dan tahapan untuk vegetasi atau
di kandang hewan. Ketahanan hidupnya tergantung pada simpanan
pakan darah yang dihisap sewaktu menempel pada induk semang. Oleh karena
itu, caplak harus menghisap darah
sebanyak mungkin agar dapat hidup sampai tahap berikutnya dengan memproduksi
beribu telur. Caplak menghisap darah dengan cara menempel sambil menggigit
induk semangnya beberapa hari atau beberapa minggu dengan giginya. Gigitan caplak
dapat menimbulkan reaksi peradangan ditempat caplak tersebut menggigit, apabila
ribuan caplak datang menggigit maka hewan akan banyak kehilangan darah sehingga
terjadi penurunan kondisi dan luka gigitan yang menyebabkan penurunan kualitas
kulit ternak yang dapat menjadi parah bila terjadi infeksi ikutan.
Telur caplak akan menetas menjadi larva yang
memiliki 3 pasang kaki. Larva-larva tersebut akan merambat dan menempel pada
ujung rumput kemudian pindah ke tubuh hewan yang kebetulan sedang merumput larva yang
sudah kenyang ditubuh hewan akan jatuh dan berubah menjadi nimfe yang akan
tumbuh menjadi dewasa. Berdasarkan jumlah inang yang diperlukan caplak dalam
melengkapi satu siklus daur hidupnya dikenal istilah caplak berumah satu,
berumah dua dan berumah tiga (Levine, 1990).
E.
Gejala Klinis dan Dampak Umum Akibat Terkena Caplak
1.
Dermatosis
Infestasi
caplak dapat mengakibatkan kerusakan kulit atau dermatosis sehingga menurunkan
kualitas kulit. Infestasi caplak juga menghilangkan rambut penutup dan menimbulkan
suatu jaringan nekrotik pada kulit.
2.
Penyebaran Berbagai Penyakit.
Caplak berperan dalam penularan dan
pemindahan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, dan
rickettsia. Beberapa diantaranya bersifat zoonosis. Caplak berinang satu
menularkan agen penyakit secara transovarial (melalui telur) sedangkan caplak
berinang dua dan tiga secara transtadial (dari larva ke nimfa dan dari nimfa ke
caplak dewasa) (Soulsby, 1982). Peran caplak sebagai penular penyakit dari
hewan ke manusia telah banyak diketahui. Beberapa penyakit yang ditularkan
caplak pada manusia adalah demam Q, demam hemoragi Crimean-Congo, penyakit
lyme. Penyakit yang dapat ditularkan oleh caplak pada sapi antara lain
anaplasmosis, babesiosis, theileriosis, ensefalitis, ehrlichiosis, dan
lain-lain. Penyakit babesiosis yang ditularkan berbagai caplak dapat
menyebabkan kematian 80-90% sapi dewasa yang tidak diobati dan 10-15% ternak muda
umur satu sampai dua tahun. Kerugian lain yang timbul akibat penyakit ini adalah
penurunan berat badan, penurunan produksi susu.
3.
Iritasi dan Penurunan Produksi
Tusukan kelisera menyebabkan iritasi dan
kegelisahan sehingga aktivitas dan waktu istirahat inang akan berkurang.
Tusukan kelisera akan memperbesar faktor “stress” yaitu banyak energi yang
terbuang, sehingga akan menurunkan efisiensi makanan dan sekaligus menghambat
laju pertumbuhan badan dan daya produksi.
F.
Pengendalian Caplak
Pengendalian caplak tergantung
pada jenis caplak dan induk semangnya disamping penggunaan bahan kimia,
pengendalian caplak juga melibatkan berbagai bahan non kimia dan tatalaksana lingkungan
kandang atau padang pengembalaaan yang baik.Keadaan lingkungan padang
penggembalaan yang dapat tertembus sinar matahari umumnya tidak disukai oleh
caplak. Pemangsa atau predator caplak adalah jenis-jenis burung tertentu, hewan
pengerat, dan semut. Predator-predator ini dapat menurunkan populasi caplak.
Cara pengendalian yang paling
efektif adalah dengan pestisida atau akarisida, yaitu sejenis bahan kimia yang
mampu membunuh caplak. Bahan kimia umumnya sangat efektifuntuk membunuh caplak,
tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan caplak menjadi resisten
atau tahan terhadap pengaruh kimia tersebut. Di tempat-tempat tertentu berbagai
jenis dan galur caplak telah tahan
terhadap jenis pestisida tertentu, sehingga pengendalian dengan bahan kimia
tidak efektif lagi. Dalam keadaan demikian, maka jenis akarisida yang di pakai
harus diganti.
1.
Bahan kimia
Akarisida adalah agen kima yang dipergunakan untuk
membasmi caplak atau kutu. Karena caplak cenderung akan tahan terhadap bahan
kimia, maka orang berusaha menciptakan obat yang paling
ampuh dengan toksisitas rendah terhadap ternak dan manusia dan efekresisensinya
berkurang. Dengan usaha-usaha tersebut
maka akibatnya adalah terdapat banyak jenis obat yang diproduksi.
Akarisida yang pertama kali digunakan adalah jenis
arsenic yang potensinya besar dan harganya murah. Bahan ini sekarang tidak lagi
banyak digunakan untuk memberantas caplak. Bahan kimia lain yang masih banyak
digunakan adalah lindane, toksafen (choor-hidrocarbon), coumadioksation,
diasinon (organo-posfat), karbaril armitros (karbonat), dan sintesis
piretroida.Akarisida yang digunakan harus dicampur air dan diaduk sampai
merata. Agar bahan kimia tersebut larut dalam air semuanya , maka dapat di
tambah bahan pelarut.
2.
Pengendalian dengan cara celup
Pengendalian caplak yang paling efektif terutama
bagi peternakan skala sedang atau besar adalah dengan cara celup (dipping) menggunakan akarisida yang
cocok. Peternakan skala kecil bila menggunakan cara ini dapat mengupayakan
secara kelompok.
Sebelum cairan atau bubuk akarisida dimasukan ke
dalam bak, terlebih dahulu harus dilakukan pra-pencampuran, yakni mencampurkannya
dengan air di dalam ember sebanyak 20 liter. Dengan cara demikian akan lebih
mudah terjadi pencampuran secara merata keseluruh bak, obat dalam bentuk pasta,
apabila memungkinkan dan tidak merusak efektivitas obat tersebut, dapat di
panaskan terlebih dahulu sampai mencair dan baru di tuangkan ke dalam bak
air.Akarisida di dalam bak dalam tahap permulaan pada umumnya belum teraduk.
Oleh karena itu, harus diaduk terlebih dahulu dengan menggunakan papan pengaduk
atau dengan caramemasukan sapi secara langsung sekitar 20 ekor seperti proses
pencelupan biasa, kemudian diulangi lagi untuk yang ke dua kalinya. Dengan cara
ini diharapkan akarisida teraduk secara sempurna.
Pembuatan bak celup perlu memperhatikan beberapa
persyaratan teknis yang telah teruji keberhasilannya, agar diperoleh hasil yang
optimal. Bak celup dibangun pada suatu tempat yang mudah dijangkau dari
berbagai lokasi peternakan dan mudah untuk memperoleh air bersih.Penyakit
parasit yang disebabkan protozoa dari golongan Coccidia akan terlihat pertumbuhan terganggu, anemia dan terjadi
berak darah (diare). Pencegahan yang biasa dilakukan dengan pemberian
obat-obatan berupa sulfat dan antibiotik/streptomisin dan perlu diketahui
penyakit ini yang paling sering muncul jika ternak-ternak dipadatkan ke dalam
kandang yang sangat kotor. Sedangkan protozoa darah yang banyak menyerang
ternak yaitu Trypanosomaevansi, penularan terjadi melalui gigitan dan hisapan
lalat-lalat pengisap darah, kerugian ekonomis penyakit ini pada ternak akibat
penurunan berat badan ternak sangat cepat, keguguran kandungan dan bahkan mati.
Pencegahannya bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, pengeringan
tanah dan pembuangan kotoran hewan secara baik dan teratur serta pemberian
obat-obatan berupa Naganol, Moranil dan obat-obatan yang lain.
Parasit lain yang menyerang sistem perkemihan dari
Genus Trichomonas penyakit menular ini ditandai dengan menurunnya daya
reproduksi, rahim bernanah dan keguguran pada waktu bunting muda. Pencegahan
dapat dilakukan dengan mengetahui asal-usul dan kesuburan sapi yang akan
dibeli, mengawinkan ternak-ternak yang baru dibeli dengan kawin suntik dan
apabila ada sapi pejantan yang sakit dianjurkan untuk dipotong saja. Infestasi
parasit yang sering terjadi pada ternak peliharaan banyak menimbulkan kerugian
ekonomis yang cukup besar, kemampuan kerjanya menurun, luka-luka pada kulit
yang akan menurunkan harga ternak itu sendiri. Pencegahan yang dilakukan ternak
bisa disemprot dengan obat-obatan anti lalat atau caplak.
Petani peternak di pedesaan berusaha mencegah
ternaknya digigit oleh caplak dengan jalan membakar kayu di sekitar kandang
dalam waktu sepanjang sore dan malam hari. Akibat dari serangan caplak sapi,
sapi mendapat banyak gangguan. Gangguan yang paling ringan berupa rasa gatal
pada kulit yang menyebabkan sapi terus menggosok-gosok badanya sehingga dapat
menimbulkan luka pada kulit. Serangan caplak dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan sapi menderita anemia, sehingga produksi daging ataupun susu akan
terganggu. Lebih parah lagi caplak sapi juga menyebarkan penyakit protozoa pada
induk semangnya seperti Babesia bigemina.
Pada sapi-sapi yang terawat baik, ganguan caplak sapi segera dapat diatasi.
Pada industri peternakan besar. Cara-cara yang telah dilakukan untuk mengatasi
gangguan caplak sapi adalah dengan penyemprotan, merendam badan sapi dalam
larutan insektisida dan melarang ternak digembalakan untuk beberapa waktuagar
terhindar dari bahaya infestasi baru di lapangan.Berbagai jenis obat hewan anti
protozoa, anthelmentika (anti cacing) dan anti ektoparasit (serangga) termaktub
dalam Indeks Obat Hewan Indonesia (terakhir edisi V 2005) terbitan Direktorat Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan Asosiasi
Obat Hewan Indonesia (ASOHI).
IV.
KESIMPULAN
1.
Caplak sapi yaitu Boophilus
microplus termasuk dalam golongan caplak keras.
2.
Caplak sangat tahan terhadap
perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan atau ketidakadaan makanan
dalam waktu berbulan-bulan.
3.
Gejala klinis sapi yang terkena
caplak yaitu dermatosis, penyebaran berbagai penyakit, iritasi dan penurunan
produksi.
4.
Pengendalian caplak dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan kimia akarisida, pencelupan (dipping) sapi
kedalam larutan desinfektan.
DAFTAR PUSTAKA
Bowman, D.D (1999). Georgis’
Parasitology for Veterinery. 8th Ed. Saunders an Imprint of Elsevier
Science.
Davey, R. B., J. Garza Jr., G. D. Thompson &
R.O. Drummond. 1980. Ovipositional
Biology of the Southern Cattle Tick, Boophilus
microplus in the
Laboratory. J. Med. Entomol.
17(2):117-121.
Graham, O. H., J. C. Gonzales, R. A. Bram & L.
Beltran. 1975. Ecology and Control
of External Parasites of Economic Importanca on Bovines in Latin America. CIAT.
Cali-Colombia. Pp. 77-82.
Harwood, R. F. and M. T. James. 1979. Entomology in Human and Animal Health. Seventh Edition. Macmillan
Publishing Co., Inc. New York.
Hendrix, C.M., and E. Robinson. 2006. Diagnostic
Parasitology for Veterinary Technicians. 3th Ed. Mosby Inc. an affiliate
Elsevier Inc.
Hitchcock, L. F. 1955. Studies on the
Non-Parasitic Stage of the Cattle Tick, Boophilus microplus (Can.) (Acarina :
Ixodidae). Austral. J. Zool. 3:293-311.
James N,Leah L. 2001. Life Cycle of
the Brown Dog Tick, Rhipicephalus sanguineus. [terhubung berkala].
University of Florida.
Lancaster, J. L. and M. V. Meisch. 1986. Arthropods in Livestock and Poultry Production Departement of
Entomology. Pp. 167-180.
Lapage, G. 1962. Moonig’s Veterinary
Helminthology and Entomology. 4 ed. London.
Levine N D. 1990.Parasitologi
Veteriner. Terjemahan G. Ashadi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Nuttal, G. H. F. and Warburton, C. 1911. Ticks, a Monograph of the Ixodoidea. Part II, Ixodidae. Cambridge
Univ. Press. London.
Roberts, F. H. S. 1970. Australian
Ticks. C. S. I. R. O, Melbourne, Australia.
Saito, Y. and Hoogstraal. 1973. Haemaphysalis
(Kaeseriana) Mageshimaensis sp. (Ixodidea : Ixodidae), a Japanese deer Parasite
with Bisexual and Parthenogenetic Reproduction. J. Parasitol. 59 : 569-78.
Seddon, H. R. 1967. Diseases of
Domestic Animals in Australia. Parts 3. Arthropod Infestations (Ticks and
Mites). Service Publications (Veterinary
Hygiene) No. 7. 170 p.
Semtner, P. J. and J. A. Hair. 1973. The
Ecology and Behavior of the Lone Star Tick (Acarina : Ixodidae), Abundance and
Seasonal Distribution in Different Habitat Types. J. Med. Entomol. 10: 618
– 28.
Shaw, R. D., J. A. Thorburn & H. G. Wallace. 1970. Cattle Tick Control. Welcome Researth Organization. London.
England. Pp. 7-11.
Soulsby EJL. 1982. Helminths,
Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. New York.
Strickland, R. K., R.R Gerrish, J. L. Hourrigan & G.O Schubert. 1976. Ticks of Veterinary Importance. U. S.
Dep. Agric. Hamb. 122 p.
Wijayanti DN. 2007. Studi Investasi
Caplak pada Anjing Yang Dipelihara di Subdit Satwa Dit Samapta Babinkam
Polri Kelapa Dua Depok. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.