page hit counter -->

Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan INTEGRATED PLANT

 A.    Latar Belakang
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.

                        Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan factor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran, Djajanegara, Kariyasa dan Kasryno,2006).

                 Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara, 2004). Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung, limbah kacang-kacangan, dan limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim kering, limbah ini bisa menyediakan pakan berkisar 33,3% dari total rumput yang diberikan (Kariyasa, 2003). Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim kering juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak.

BAB II
ISI

Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi  mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Sejalan dengan program pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak sapi yaitu melalui program-program bantuan pengadaan bibit sapi maka hal ini sangat baik untuk penerapan integrasi ternak sapi dalam usaha tani tanaman. Menurut Bamualim et al. (2004), keuntungan langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan adalah meningkatnya pendapatan petani-peternak dari hasil penjualan sapi dan jagung. Keuntungan tidak langsung adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang. Macam-macam intrgrasi tanaman dengan ternak antara lain adalah :

A.  INTEGRASI TANAMAN PADI DENGAN TERNAK SAPI
Usaha pemeliharaan ternak sapi dalam suatu kawasan persawahan dapat memanfaatkan secara optimal sumberdaya lokal dan produk samping tanaman padi. Pola pengembangan ini dikenal dengan sistem integrasi padi ternak (SIPT). Program SIPT merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan produksi padi, daging, susu, dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani (Hayanto B, et.al., 2002). Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan teknologi pengolahan hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil ikutan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan sapi. Sedangkan kotoran ternak sapi dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah di areal persawahan. Produk samping tanaman padi berupa jerami mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang ketersediaan pakan ternak. Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar rata-rata 4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal agar disukai ternak maka sebelum diberikan pada ternak dilakukan pencacahan, fermentasi ataupun amoniasi. Jerami padi yang telah difermentasi siap untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun dapat ditambahkan dengan bahan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan legum (lamtoro, kaliandra, turi) yang dibudidayakan di areal pematang atau pagar kebun. Pemberian jerami disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya diberikan sejumlah 20 – 30 kg jerami per hari dan dipercikkan air garam untuk menambah nafsu makan. Penambahan bahan pakan lain seperti dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi. Kotoran sapi berupa feses, urine dan sisa pakan dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal persawahan sedangkan sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani. Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 – 10 kg setiap hari, urine 7 – 8 liter setiap hari dan bila diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair) dapat menghasilkan 4 – 5 kg pupuk. Dengan demikian satu ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk organik per tahun, sementara penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun.

B.   INTEGRASI TANAMAN JAGUNG DENGAN TERNAK SAPI   
               Tanaman jagung setelah produk utamanya dipanen hasil ikutan tanaman jagung berupa daun, batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif. Jumlah produk ikutan jagung dapat diperoleh dari satuan luas tanaman jagung antara 2,5 – 3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk 1 satuan ternak (bobot hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) dalam setahun. Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan dapat diolah menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan amoniasi. Pemberian dalam bentuk segar atau sudah diolah disarankan sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih dahulu agar lebih memudahkan ternak dalam mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai dapat ditambahkan molases atau air garam. Kotoran ternak yang telah diproses dapat dipergunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah pada lahan tanaman jagung.

C.   INTEGRASI TANAMAN SAYURAN DENGAN TERNAK SAPI
Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu upaya pemanfaatan produk samping/ikutan yang dipelihara di kawasan sayur-sayuran atau memanfaatkan sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran sebagai pakan ternak tidak dapat diharapkan banyak karena limbah sayuran potensinya sangat sedikit. Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman sayuran atau merupakan satu kesatuan. Agar tidak mengganggu tanaman sayuran maka ternak sapi harus dikandangkan. Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran, rerumputan dan tanaman legum. 
 
D.  INTEGRASI TANAMAN BUAH DENGAN TERNAK SAPI
Pengembangan ternak sapi pada areal tanaman buah-buahan yaitu memanfaatkan lahan yang berada di antara tanaman buah-buahan sebagai areal penanaman rumput untuk pakan ternak. Sementara ternaknya dikandangkan di areal tanaman buah-buahan dan rumput yang dihasilkan di areal tanaman buah-buahan dipotong dan dibawa ke kandang sebagai pakan ternak. Selain itu di areal tanaman buah-buahan yang cukup luas dapat dikembangkan sebagai ladang penggembalaan ternak (ternak diikat pada kawasan tertentu) namun harus diawasi agar ternak tidak merusak tanaman buah-buahan yang ada. Keuntungan dari keterpaduan ini adalah tanaman buah-buahan dapat terawat, dihasilkan beragam produk, tersedia pakan ternak dan pupuk organik untuk kesuburan serta konservasi sumber daya alam. Tanaman buah-buahan yang dapat diintegrasikan dengan ternak sapi diantaranya nanas dan pisang.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
sistem integrasi tanaman-ternak. Sistem ini memberikan keuntungan kepada petani dan peternak antaralain :
1) pupuk kompos dari kotoran ternak sapi dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sebagai sumber pendapatan
2) ternak dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dan juga sumber pendapatan bila disewa oleh petani lain yang tidak memiliki  ternak sapi,
3) limbah jagung bermanfaat sebagai pakan sehingga mengurangi biaya penyediaan pakan. Pengembangan usaha ternak sapi dapat dilakukan dengan memberdayakan sumber daya lokal.

Pengembangan pola integrasi ternak tanaman-ternak memerlukan kerja sama antara petani, peternak dan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif. Pemerintah juga perlu memberikan bantuan modal, penyuluhan, pelatihan, dan introduksi tanaman hijauan pakan unggul yang dapat ditanam di antara pohon kelapa maupun lahan terbuka. Pengembangan integrasi tanaman dan ternak dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Bamualim, A., R.B. Wirdahayati, dan M. Boer. 2004. Status dan peranan sapi lokal pesisir di Sumatera Barat. Prosiding Seminar Sistem Kelembagaan Usaha Tani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Hayanto, B., I. Inounu, Arsana B, dan K. Dwiyanto, 2002. Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Http://ag1992.blogspot.com/2012/11/sistem-pertanian-terpadu.html Di akses tanggal 09 juni 2013 pukul 18.40 WIB.
Http://sekarmadjapahit.wordpress.com/2011/12/22/integrasi-ternak-sapi-dengan-tanamanpangan/
                 Di akses tanggal 09 juni 2013 puku 18.35 WIB.
Http://www.scribd.com/doc/64084538/2010-Ped-Tek-Integrasi-Sapi-Tanaman-All Di akses pada tanggal 09 juni 2013 pukul 18.30 WIB.
Ismail, I. G. dan Djajanegara, A. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PAATP, Jakarta.
Kariyasa, K, 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu dalam Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP, Departemen Pertanian, Jakarta. 
Pasandaran, E., Djajanegara, A., Kariyasa, K., dan Kasryno F. 2006. Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel