page hit counter -->

MEKANISME IMPOR DAN EKSPOR TERNAK AYAM

Sektor peternakan unggas tetap mampu bertahan di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri,. Industri peternakan di Indonesia sepanjang 2008 lalu menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Bahkan dalam tahun 2009 ketika krisis global yang belum berlalu ketika  terjadi penurunan daya beli yang kemudian mendorong substitusi pangan ke produk unggas, industri perunggasan masih mampu bertahan. Produk unggas yang tetap bertahan di tengah krisis adalah ayam dan telur, yang termasuk sebagai protein hewani yang harganya relatif murah dibandingkan dengan harga daging sapi. Sementara itu, dari sisi produksi terlihat kecenderungan yang meningkat pada produksi DOC broiler (Daily Old Chick) atau dikenal sebagai ayam pedaging yaitu melonjak menjadi 1,2 juta ekor pada 2008 dari tahun sebelumnya hanya 1,1 juta ekor. Demikian juga dengan produksi DOC layer atau ayam petelur tercatat naik dari 64 juta ekor pada 2007 menjadi 68 juta ekor pada 2008.  Walaupun demikian bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi industri perunggasan.
Hingga pertengahan 2009 pasar dalam negeri mengalami kelebihan pasokan ayam mencapai 27%. Hal ini mengakibatkan harga ayam di pasar lokal menjadi tertekan. Sedangkan pada tahun sebelumnya kondisi kelebihan pasokan hanya sekitar  5% saja. Selain itu, industri peternakan ayam juga menghadapi permasalahan kenaikan harga pakan dan biaya produksi yang diikuti dengan kenaikan harga ayam hidup. Hal ini terkait dengan daya beli masyarakat yang sangat tergantung terhadap pendapatan. Sejauh ini daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan dalam pemenuhan gizi (protein hewani) masih rendah dibandingkan dengan gaya hidup masyarakat yang sangat konsumtif. 
A.  Pengertian / Definisi Ekspor dan Impor Serta Kegiatannya
Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing kenegara kita dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri.
Ekspor adalah kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri, sedangkan impor adalah kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain. Orang yang melakukan kegiatan ekspor disebut eksportir, sedangkan orang yang melakukan kegiatan impor disebut importir. Kegiatan ekspor (menjual barang ke luar negeri) dapat menghasilkan devisa bagi negara. Devisa adalah masuknya uang asing ke negara kita. Uang asing yang masuk ke negara kita tersebut dapat kita gunakan untuk membayar barang- barang dan jasa dari luar negeri (barang impor). Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan rakyat.
Kegiatan ekspor impor dilakukan antarnegara untuk mencukupi kebutuhan rakyat masing-masing negara. Indonesia mengimpor barang dari luar negeri karena kita tidak dapat menghasilkan barang tersebut ataupun jika kita dapat menghasilkan tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan kita mengekspor barang ke luar negeri karena negara lain membutuhkan barang dan jasa yang kita hasilkan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri mereka.
B.  Tujuan Kegiatan Ekspor dan Impor
Ekspor dan Impor Hewan dapat dilakukan untuk :
1.   Meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
2.   Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3.   Mengatasi kekurangan Benih, Bibit dan/atau Bakalan/ternak potong di dalam negeri;
4.   Memenuhi keperluan penelitian dan pengembangan
C.  Manfaat Kegiatan Ekspor dan Impor
Berikut ini merupakan beberapa manfaat dari kegiatan ekspor dan impor :
1.   Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.   Pendapatan negara akan bertambah karena adanya devisa.
3.   Meningkatkan perekonomian rakyat.
4.   Mendorong berkembangnya kegiatan industri
D.  Kondisi Ekspor Impor di Indonesia
1.   Kondisi Ekspor Indonesia
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.Sejak saat itu,ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor.Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik,menjadi sesuatu yang sangat lazim.Persaingan sangat tajam antarberbagai produk.Selain harga,kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat 26,92 persen dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63 persen. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8 persen terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71 persen terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20 persen. Jepang masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai USD11,80 miliar (12,80 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai USD10,67 miliar (11,57 persen), dan Singapura dengan nilai USD8, 67 miliar (9,40 persen). Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13 persen, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31 persen, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46 persen, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10 persen.
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15 persen atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53 persen.
2.   Kondisi Impor Indonesia
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99 persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58 persen menjadi 19,12 persen. Sedangkan dilihat dari peranannya terhadap total impor nonmigas Indonesia selama Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar yaitu 17,99 persen, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15 persen, besi dan baja sebesar 8,80 persen, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98 persen, bahan kimia organik sebesar 5,54 persen, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,16 persen, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27 persen.
Selain itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga persen yaitu pupuk sebesar 2,43 persen, serealia sebesar 2,39 persen, dan kapas sebesar 1,98 persen. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70 persen dari total impor nonmigas dan 50,76 persen dari total impor keseluruhan. Data terakhir menunjukkan bahwa selama Oktober 2008 nilai impor nonmigas Kawasan Berikat (KB/kawasan bebas bea) adalah sebesar USD1,78 miliar. Angka tersebut mengalami defisit sebesar USD9,3 juta atau 0,52 persen dibanding September 2008. Sementara itu, dari total nilai impor nonmigas Indonesia selama periode tersebut sebesar USD64,62 miliar atau 76,85 persen berasal dari 12 negara utama, yaitu China sebesar USD12,86 miliar atau 15,30 persen, diikuti Jepang sebesar USD12,13 miliar (14,43 persen). Berikutnya Singapura berperan 11,29 persen, Amerika Serikat (7,93 persen), Thailand (6,51 persen), Korea Selatan (4,97 persen), Malaysia (4,05 persen), Australia (4,03 persen), Jerman (3,19 persen), Taiwan (2,83 persen), Prancis (1,22 persen), dan Inggris (1,10 persen). Sedangkan impor Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22 persen dan dari Uni Eropa 10,37 persen.
E.  Mekanisme
Perusahaan yang diizinkan untuk melakukan importasi barang hanyalah perusahaan yang mempunyai Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) atau Nomor Registrasi Importir (SPR). Bila sebuah Perusahaan ingin mendapatkan fasilitas izin impor, maka perusahaan tersebut terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ke Direktorat Jendral Bea dan Cukai untuk mendapatkan NIK/ SPR. Adapun Perusahaan yang belum mempunyai NIK/ SPR maka hanya diizinkan melakukan importasi sekali saja. Persyaratan tambahan yang juga harus dipenuhi sebelum perusahaan melakukan importasi adalah harus mempunyai Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Apabila perusahaan belum mepunyai API dan berniat melakukan importasi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan impor tanpa API. Berikut ini diagram dari prosedur impor di Indonesia :
1.   Adapun penjelasan prosedur umum proses impor di Indonesia melalui portal INSW adalah sebagai berikut :
a.   Importir mencari supplier barang sesuai dengan yang akan diimpor.
b.   Setelah terjadi kesepakatan harga, importir membuka L/C di bank devisa dengan melampirkan PO mengenai barang-barang yang mau diimpor; kemudian antar Bank ke Bank Luar Negeri untuk menghubungi Supplier dan terjadi perjanjian sesuai dengan perjanjian isi L/C yang disepakati kedua belah pihak.
c.   Barang–barang dari Supplier siap untuk dikirim ke pelabuhan pemuatan untuk diajukan.
d.   Supplier mengirim faks ke Importer document B/L, Inv, Packing List dan beberapa dokumen lain jika disyaratkan (Serifikat karantina, Form E, Form D, dsb)
e.   Original dokumen dikirim via Bank / original kedua ke importir
f.    Pembuatan/ pengisian dokumen PIB (Pengajuan Impor Barang). Jika importir mempunyai Modul PIB dan EDI System sendiri maka importir bisa melakukan penginputan dan pengiriman PIB sendiri. Akan tetapi jika tidak mempunyai maka bisa menghubungi pihak PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) untuk proses input dan pengiriman PIB nya.
g.   Dari PIB yang telah dibuat, akan diketahui berapa Bea masuk, PPH dan pajak yang lain yang akan dibayar. Selain itu Importir juga harus mencantumkan dokumen kelengkapan yang diperlukan di dalam PIB.
h.   Importir membayar ke bank devisa sebesar pajak yang akan dibayar ditambah biaya PNBP
i.    Bank melakukan pengiriman data ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE)
j.    Importir mengirimkan data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE)
k.   Data PIB terlebih dahulu akan diproses di Portal Indonesia National Single Window (INSW) untuk proses validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan proses verifikasi perijinan (Analizing Point) terkait Lartas.
l.    Jika ada kesalahan maka PIB akan direject dan importir harus melakukan pembetulan PIB dan mengirimkan ulang kembali data PIB
m.  Setelah proses di portal INSW selesai maka data PIB secara otomatis akan dikirim ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai.
n.   Kembali dokumen PIB akan dilakukan validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan Analizing Point di SKP
o.   Jika data benar akan dibuat penjaluran
p.   Jika PIB terkena jalur hijau maka akan langsung keluar Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)
q.   Jika PIB terkena jalur merah maka akan dilakukan proses cek fisik terhadap barang impor oleh petugas Bea dan Cukai. Jika hasilnya benar maka akan keluar SPPB dan jika tidak benar maka akan dikenakan sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.
r.    Setelah SPPB keluar, importir akan mendapatkan respon dan melakukan pencetakan SPPB melalui modul PIB
s.    Barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan dengan mencantumkan dokumen asli dan SPPB
2.   Prosedur atau langkah-langkah dalam proses Ekspor
Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam proses ekspor :
a.   Mencari tahu terlebih dahulu apakah barang yang akan kita ekspor tersebut termasuk barang yang dilarang untuk di ekspor, diperbolehkan untuk di ekspor tetapi dengan pembatasan, atau barang yang bebas di ekspor (Menurut undang-undang dan peraturan di Indonesia). Untuk mengetahuinya bisa dilihat di www.insw.go.id
b.   Memastika juga apakah barang kita diperbolehkan untuk masuk ke Negara tujuan ekspor.
c.   Jika kita sudah mendapatkan pembeli (buyer), menentukan sistem pembayaran, menentukan quantity dan spesifikasi barang, dll, maka selanjutnya kita mempersiapkan barang yang akan kita ekspor dan dokumen-dokumennya sesuai kesepakatan dengan buyer.
d.   Melakukan pemberitahuan pabean kepada Pemerintah (Bea Cukai) dengan menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) beserta dokumen pelengkapnya.
e.   Setelah eksportasi kita di setujui oleh Bea Cukai, maka akan diterbitkan dokumen NPE (Nota Persetujuan Ekspor). Jika sudah terbit NPE, maka secara hukum barang kita sudah dianggap sebagai barang ekspor.
f.    Melakukan stuffing dan mengapalkan barang kita menggunakan moda transportasi udara (air cargo), laut (sea cargo), atau darat.
g.   Mengasuransikan barang atau kargo kita (jika menggunakan term CIF)
h.   Mengambil pembayaran di Bank (Jika Menggunakan LC atau pembayaran di akhir)
F.   Persyaratan Teknis Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan
Selain persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000 sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, sebagai berikut:
1.   Negara yang belum melakukan kerjasama bilateral perdagangan
a.   Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat   di negara pengimpor
b.   Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
c.  Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
d.  Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis.
e.   Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui data-data yang ada dan tersedia.
f.  Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.
g.   Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.
2.   Negara yang telah melakukan kerjasama bilateral perdagangan
a.  Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor
b.  Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
c.   Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan/ Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
d.  Perlakuan tindakan karantina di negara pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
e.  Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and accreditation).
f.  Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.
g.   Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah disetujui oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan ketentuan negara transit minimal mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan yang sama dengan negara pengimpor.
h.   Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.
i.    Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan persyaratan teknis yang telah disepakati.
G.  Prosedur Impor
1.   Prosedur Impor Produk Hewan
a. Pemilik melaporkan rencana pemasukan produk hewan ke instalasi karantina hewandengan mengisi form KH.1(1-2 hari sebelumnya).
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan dokumen meliputi:
1)   Sertifikat Sanitasi Produk dari Karantina Negara asal.
2)   Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan.
3)   Surat Persetujuan Pemasukan (impor permit) dari Dirjen Peternakan.
d.  Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan perlakuan tindak karantina berupa pengambilan sampel untuk pengujian laboratorium.
e.   Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
f.    Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina (KH.12).  
2.   Prosedur Pemasukan Unggas (Doc)
a.   Pemilik melaporkan rencana pemasukan unggas ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Hewan tersebut harus menjalani masa karantina selama 14 hari.
d.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan dokumen meliputi:
1)   Sertifikat Kesehatan Hewan dari Karantina Daerah asal.
2)   Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan.
e.   Petugas melakukan pemeriksaan klinis dan perlakuan tindak karantina.
f.    Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
g.   Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina (KH.12).
3.   Prosedur Pemasukan Hewan
a.  Pemilik melaporkan rencana pemasukan hewan ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan dokumen meliputi:
      -Sertifikat Kesehatan Hewan dari Karantina Daerah asal.
      -Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan.
d.   Petugas melakukan pemeriksaan klinis dan perlakuan tindak karantina.
e.   Hewan tersebut harus menjalani masa karantina selama 3 hari.
f.    Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
g.   Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina (KH.12).  
4.   Prosedur Pemasukan Satwa
a.   Pemilik melaporkan rencana pemasukan satwa ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Hewan tersebut harus menjalani masa karantina selama 14 hari.
d.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan dokumen meliputi:
1)   Sertifikat Kesehatan Hewan dari Karantina Daerah asal.
2)   Ijin angkut satwa dari BKSDA Daerah asal
3)   Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan.
e.   Petugas melakukan pemeriksaan klinis dan perlakuan tindak karantina.
f.    Hewan tersebut harus menjalani masa karantina selama 7-14 hari.
g.   Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
h.   Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina (KH.12).  
5.   Prosedur Pemasukan Produk Hewan
a.   Pemilik melaporkan rencana pemasukan produk hewan ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan dokumen meliputi:
1)   Sertifikat Sanitasi Produk Hewan dari Karantina Daerah asal.
2)   Surat rekomendasi/persetujuan pemasukan dari Dinas Peternakan.
d.  Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan perlakuan tindak karantina berupa pengambilan sampel untuk pengujian laboratorium.
e.   Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
f.    Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina (KH.12).
H.  Mekanise Impor Hewan :
1. Impor Hewan dan/atau Produk Hewan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan.
2.  Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
a.   Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan;
b.   Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c.   Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d.   Fotokopi Angka Pengenal Importir (API); dan
e.   Bukti kepemilikan instalasi tempat pemeliharaan dan bukti kepemilikan Rumah Potong Hewan atau kontrak kerja dengan Rumah Potong Hewan yang telah memenuhi standar berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, untuk Bakalan; atau
f.    Bukti kepemilikan tempat penyimpanan berpendingin (cold storage) dan bukti kepemilikan alat transportasi berpendingin, untuk Produk Hewan.
3.   Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim untuk mengetahui kebenaran dokumen.
4.   Verifikasi dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
5.   Tim terdiri dari pejabat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
6. Dalam hal hasil atas verifikasi ditemukan data yang tidak benar, Direktur Jenderal menolak menerbitkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan.
7.  Penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewanberlaku selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang.
8.  IT-Hewan dan Produk Hewan serta perusahaan yang akan melakukan impor Hewan dan/atau Produk Hewan harus mendapatkan Persetujuan Impor dari Menteri.
9.   Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan Persetujuan Impor kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
10. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor, IT-Hewan dan Produk Hewan atau perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.  Fotokopi Penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan untuk Hewan dan/atau Produk Hewan.
b.   Rencana impor dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Hewan dan/atau Produk Hewan, dan
c.   Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, untuk impor Hewan dan/atau Produk Hewan segar; atau
d.   Rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk impor Produk Hewan olahan dan rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian untuk impor Produk Hewan olahan yang masih mempunyai risiko penyebaran zoonosis.
11. Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Persetujuan Impor Hewan dan Produk Hewan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
12. Persetujuan Impor disampaikan kepada IT-Hewan dan Produk Hewan atau perusahaan dan tembusannya disampaikan kepada instansi penerbit rekomendasi.
13. Persetujuan Impor diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).
14. Dalam hal impor Hewan dan/atau Produk Hewan melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan Persetujuan Impor disampaikan secara manual kepada instansi terkait.
15. Penerbitan Persetujuan Impor untuk Produk Hewan ini dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun:
a.   periode semester pertama yang berlaku dari tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan
b.   periode semester kedua yang berlaku dari tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember.
16. Permohonan Persetujuan Impor untuk periode semester pertama dilakukan paling lama tanggal 1 November tahun sebelumnya.
17. Permohonan Persetujuan Impor untuk periode semester kedua dilakukan paling lama tanggal 1 Mei tahun berjalan.
18. Persetujuan Impor merupakan dasar penerbitan Certificate of Health di negara asal Hewan dan/atau Produk Hewan yang akan diimpor.
19. Nomor Persetujuan Impor dicantumkan dalam Certificate of Health.
20. Terhadap pelaksanaan impor Hewan dan/atau Produk Hewan dilakukan pemeriksaan atas Certificate of Health oleh Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian.
21. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat kesesuaian antara Certificate of Health dengan Persetujuan Impor yang meliputi antara lain jumlah dan jenis/uraian barang, unit usaha, negara asal, pelabuhan muat, dan nomor Persetujuan Impor.
22. Hasil atas pemeriksaan disampaikan oleh Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian kepada Direktur Jenderal melalui http://inatrade.kemendag.go.id.
23. Dalam hal di negara asal impor Hewan dan/atau Produk Hewan terjadi wabah penyakit hewan menular dan telah ditetapkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian, maka Persetujuan Impor yang telah diterbitkan akan dicabut oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
I.    Prosedur Ekspor
1.   Prosedur Pengeluaran Unggas (Doc/Dod/Burung)
a.   Pemilik melaporkan rencana pengeluaran hewannya ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1.
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan klinis dan perlakuan tindak karantina.
d.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan terhadap alat angkut (paking) sebelum hewan dimuat.
e.   Pemilik menyerahkan surat ijin pengeluaran (ekspor permit), surat ijin angkut satwa dari BKSDA (khusus burung) dan menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
f.    Petugas menerbitkan Sertifikat Kesehatan Hewan (KH.9).
2.   Prosedur Pengeluaran Ternak Potong
a.   Pemilik melaporkan rencana pengeluaran hewannya ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1.
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2
c.   Hewan tersebut harus menjalani masa karantina selama 7 hari.
d.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan klinis dan perlakuan tindakan karantina.
e.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan terhadap alat angkut (paking) sebelum hewan dimuat.
f.    Pemilik menyerahkan surat ijin pengeluaran dan menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
g.   Petugas menerbitkan Sertifikat Kesehatan Hewan (KH.9).
3.   Prosedur Pengeluaran Produk Hewan
a.   Pemilik melaporkan rencana pengeluaran produk ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1.
b.   Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan perlakuan tindakan karantina.
d.   Petugas karantina melakukan pemeriksaan terhadap alat angkut (paking) sebelum hewan dimuat.
e.   Pemilik menyerahkan surat ijin pengeluaran dan menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
f.    Petugas menerbitkan Sertifikat Sanitasi Produk Hewan (KH.10).
J.   Mekanisme Ekspor Hewan :
1.  Ekspor Hewan dan/atau Produk Hewan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat Persetujuan Ekspor dari Menteri.
2.  Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan Persetujuan Ekspor kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
3.   Untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor, perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.   Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan;
b.   Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c.   Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
d.   Rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian.
4.   Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan Ekspor paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
5.  Dalam hal permohonan tertulis belum lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
6. Persetujuan Ekspor disampaikan kepada perusahaan yang bersangkutan dan tembusannya disampaikan kepada instansi penerbit rekomendasi.
7.   Persetujuan Ekspor diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).
8.   Dalam hal ekspor Hewan dan/atau Produk Hewan melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan Persetujuan Ekspor disampaikan secara manual kepada instansi terkait.
K.  Persyaratan Karantina Hewan Untuk Hewan Dan Produk Hewan
1.   Persyaratan Umum Karantina Hewan
Media pembawa yang dimasukan/dikeluarkan ke/dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia, wajib dilengkapi sertifikasi kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dari negara/daerah asal dan negara/daerah transit. Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang tergolong benda lain. Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
2.   Persyaratan Teknis impor dan ekspor hewan dan produk hewan
Selain persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000 sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, sebagai berikut :
a.   Negara yang belum melakukan kerjasama bilateral perdagangan.
1)   Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara pengimpor
2)  Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
3) Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
4)   Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.
5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui data-data yang ada dan tersedia.
6)   Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.
7) Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.
b.   Negara yang telah melakukan kerjasama bilateral perdagangan.
1)   Negara pengekspor harus bebas dari penyakit hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor.
2) Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
3)  Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan/ Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan /diangkut menuju negara pengimpor.
4)  Perlakuan tindakan karantina di negara pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan dalam perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
5)   Negara pengimpor berhak melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and accreditation).
6)   Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.
7)   Pengangkutan komoditi impor tersebut harus langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah disetujui oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan ketentuan negara transit minimal mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan yang sama dengan negara pengimpor.
8) Negara pengimpor berhak melakukan tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan berbahaya.
9)   Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan persyaratan teknis yang telah disepakati.
L.  Larangan – Larangan
Berdasarkan atas pertimbangan situasi dan kondisi penyakit hewan menular diluar negeri dan dalam negeri maka pemerintah mengeluarkan larangan – larangan. Larangan – larangan yang dimaksud adalah larangan memasukkan/mengimpor hewan dan produk asal hewan dari negara di benua : Amerika, Afrika, Asia dan Eropa kecuali ada izin dari pemerintah
M. Undang-undang Yang Mengatur Ekspor Impor Unggas
1.   Undang-undang yang mengatur tentang ekspor-impor ayam adalah undang-undang nomer 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-undang tersebut mengatur ekspor impor mulai dari hulu ke hilir. Beberapa pasal yang berhubungan dengan ekspor-impor ayam adalah
a.   Bab IV peternakan bagian kesatu benih, bibit dan bakalan Pasal 15 ayat 1, 2 dan 3.
b.   Bab IV peternakan bagian kesatu benih, bibit dan bakalan pasal 16 ayat 1.
c.   Bab IV peternakan bagian kesatu benih, bibit dan bakalan pasal 36 ayat 1, 2, 3, dan 4.
2.   Peraturan menteri perdagangan Republik Indonesia nomor : 24/M-DAG/PER/9/2011 Tentang ketentuan impor dan ekspor hewan dan produk hewan.

KESIMPULAN
Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing kenegara kita dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri. Kegiatan ekspor impor hewan harus mengikuti mekanisme atau prosedur yang telah tertuang dalam undang-undang yang telah dimuat oleh pemerintah selain itu kita juga harus memenuhi persyaratan dalam melakukan ekspor impor ayam mulai dari surat-surat hingga karantina ayam tersebut.
Catatan
Ini saya ambil dari berbagai sumber, saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam prosedur-prosedurnya. Coba cari referensi yang lain untuk perbandingan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel