page hit counter -->

LAPORAN TEKNOLOGI FEEDLOT

Kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan rata-rata kualitas hidup masyarakat serta semakin tingginya kesadaran dari masyarakat untuk mengkonsumsi pangan dengan kualitas baik dan kuantitas  yang cukup (Rustam, 2011). Sejalan dengan meningkatnya penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Peluang usaha penggemukan sapi potong sangat menjanjikan karena melihat meningkatnya permintaan bahan makanan yang berasal dari hewan sebagai sumber protein hewani khususnya daging. Usaha penggemukan sapi potong juga relevan dengan upaya pelestarian sumber daya lahan.
Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan di masa depan. Hal ini terbukti dengan semakin banyak diminati masyarakat baik dari kalangan peternak kecil, menengah maupun swasta atau komersial. Usaha penggemukan sapi pada dasarnya adalah mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan pertumbuhan bobot badan yang efisien dengan memanfaatkan pakan serta sarana produksi lainnya, sehingga menghasilkan nilai tambah usaha yang ekonomis.
Sejauh ini dikenal dengan empat sistem penggemukan yang sering diterapkan di peternakan-peternakan tertentu, yakni sistem pasture fattening, dry lot fattening, sistem kombinasi yakni pasture dandry lot fattening, dan sistem kereman atau penggemukan dry lot fattening yang lebih sederhana. Keempat sistem penggemukan di atas, masing-masing memiliki manajemen yang berbeda serta memiliki kelebihan serta kelemahan. Prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkans erta lama penggemukan (Rudin, 2013).
PT Andini Megah  Sejahtera merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang penggemukan sapi potong di daerah Boyolali. Perusahaan tersebut dipimpin oleh Ibu Chinta Setyaning Nugraha, pada bulan Juli tahun 2012 dan berkembang sampai sekarang ini. Pengamatan yang dilakukan berupa pengetahuan terhadap data identitas peternak/pengusaha feedlot, latar belakang pengusaha, mengevaluasi tingkat kelayakan perusahaan feedlot, lokasi feedlot, design feedlot, bakalan/feeder stock, pakan/ransum, susunan dari ransum yang diberikan, penyakit, pengelolaan kesehatan yang dilakukan, penanganan limbah, dan pemasaran hasil feedlot. Hasil akhir dari pelaksanaan Praktikum Teknologi Feedlot ini diharapkan mahasiswa mengetahui pengembangan usaha feedlot sapi potong yang berada di daerah sekitar kota Boyolali.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.    Sapi Potong
Perkembangan peternakan di dunia akan memicu perkembangan  ternak tertentu. Hal ini dikarenakan atas dasar pemuliaan ternak dengan tujuan satu atau beberapa sifat yang menguntungkan dalam perdagangan ternak. Ternak ini yang dikelompokkan dalam bangsa-bangsa ternak eksotik ataupun ternak akan muncul satu sifat yang digunakan apabila mendapat perlakuan tertentu. Sebagai contoh, banyak ternak sapi potong dari bangsa Eropa yang termasuk bos Taurus (Abarden Angus) dikawinkan dengan bos indicus (Brahman) untuk mendapatkan ternak penghasil daging yang dipelihara didaerah tropis (Brangus) (Sarwono dan Arianto, 2006).
Ternak sapi potong di Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang, tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih  utamanya adalah sebagai komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan masyarakat (Santosa dan Yogaswara, 2006).
Sapi merupakan penghasil daging utama di Indonesia, walaupun bakalan sapi masih terpenuhi dari impor.Konsumsi daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional.Konsumsi daging sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi daging pada tahun 2006 mencapai 4,1 kg/ kapita/tahun meningkat menjadi 5,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2007. Namun peningkatan konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan peningkatan populasi ternak (ketidakseimbangan antara supply dan demand), sehingga diseimbangkan dengan impor daging sapi setiap tahun yang terus meningkat sekitar 360 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 650 ribu ton pada tahun 2008 (Luthan, 2009).
Sapi potong merupakan komoditas subsektor peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari tingginya permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu menyuplai semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya, pemerintah terpaksa membuka jalur impor untuk sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto dan Purbowati, 2009).
Sapi PO (Peranakan Ongole), di pasaran juga sering disebut sebagai sapi lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih. Sapi PO ini hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina Jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos Indicus) sebenarnya berasal dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Sapi Ongole (Bos indicus) memerankan peran yang penting dalam sejarah sapi di Indonesia. Sapi  jantan Ongole dibawa dari daerah Madras, India ke pulau Jawa, Madura dan Sumba. Daerah Sumba dikenal dengan sapi Sumba Ongole. Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan Ongole (PO). Sapi Ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar, kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang minim (Siregar, 2008).
Sapi Limousin merupakan bangsa sapi yang berasal dari Prancis. Ciri-ciri sapi Limousin yaitu konformasi kepala menyerupai persegi (perbandingan antara ukuran panjang dan lebar kepala hampir sama), leher pendek, warna tubuh merah keemasan dengan warna yang lebih terang padabagian perut bagian bawah, paha bagian dalam, daerah sekitar mata, mulut, anusdan ekor, konformasi badan kompak. Salah satu jenis sapi impor yang didatangkan ke Indonesia ialah sapi Limousin, yang memiliki keunggulan dibanding sapi lokal yaitu pertambahan bobot badan harian (PBBH) berkisar antara 0,80-1,60 kg/hari, konversi pakan tinggi dan komposisi karkas tinggi dengan komponen tulang lebih rendah (Hadi et al., 2002).
Sapi Simpo (Simmental-Ongole) merupakan silangan antara sapi potong local dengan menggunakan semen sapi simmental. Peternak cenderung memilih sapi Simpo karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan pedet yang dilahirkan memiliki berat badan yang besar serta memiliki daya jual yang tinggi. Berat badan sapi Simpo lebih besar dari pada sapi PO yaitu 450 kg dibanding 350 kg (Dewi, 2005).
B.     Feedlot Sapi Potong
1.      Lokasi Feedlot
Kandang diusahakan dibangun pada lokasi yang jauh dari lingkungan pemukiman masyarakat. Lokasi sebaiknya tidak terganggu oleh tiupan angin kencang.  Tiupan angin kencang akan membuat ternak mudah sakit, lemas, dan kembung (Setiawan dan Arsa, 2005). Menurut Murtidjo (1993), lokasi perkandangan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       Kandang dibuat di daerah yang relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya, tidak lembab, serta jauh dari kebisingan.
b.      Aliran udara segar, terhindar dari aliran udara yang kencang.
c.       Sinar matahari pagi bebas masuk kandang, tetapi pada siang hari tidak sampai masuk ke dalam kandang.
d.      Agak jauh dari pemukiman dan masyarakat tidak merasa terganggu.
e.       Lokasi dianjurkan jauh dari sumber air minum yang dipergunakan oleh masyarakat sekitar sehingga kotoran ternak tidak mencemari, baik secara langsung maupun lewat rembesan.
f.       Usahakan lokasi kandang jauh dari tempat keramaian seperti jalan raya, pasar dan pabrik agar ketenangan ternak dapat terjaga.
Syarat kandang yang baik menurut Soedono et al. (2003), yaitu atap kandang minimal 3 meter tingginya. Lapangan untuk berjalan-jalan pedet harus bebas dari kotoran untuk mencegah infeksi parasit. Persediaan minum harus cukup di bawah naungan makanan konsentrat, hijauan, pakan dengan kualitas tinggi dan mineral juga harus tersedia cukup. Tempat berbaring beralas jerami kering ditambah serbuk gergaji yang harus tersedia.
2.    Desain Feedlot
Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai kandang diantaranya adalah desain layout, kapasitas dan materi bangunan kandang terutama lantai dan atap kandang. Semua harus diperhatikan dalam rangka mempermudahkan alur kegiatan pemeliharaan mulai dari kedatangan bakalan, kemudahan proses pemberian pakan ternak dan minum, sekaligus menyangkut kemudahan membersihkan kandang baik dari sisa kotoran, makanan dan genangan air serta persiapan pngangkutan sapi yang siap dijual (Rahmat, 2005).
Menurut Soeprapto dan Abidin (2006), untuk memenuhi standar kegunaan, kandang harus dibuat dengan beberapa persyaratan teknis sebagai berikut :
a.       Terbuat dari bahan-bahan berkualitas, tahan lama dan tidak mudah rusak.
b.      Apabila hendak membuat kandang koloni, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi sehingga sapi bisa bergerak leluasa.
c.       Biaya pembuatan tidak terlalu mahal.
d.      Konstruksi lantai kandang dibuat dengan kemiringan 5-100, sehingga tidak ada air yang menggenang. Selain itu, bahan lantai kandang dibuat dari bahan yang tidak menyebabkan becek.
e.       Harus dibuat sistem sirkulasi udara yang memungkinkan lancarnya keluar masuk udara.
f.       Sinar matahari sebaiknya bisa masuk secara keseluruhan tanpa dihambat oleh keberadaan pohon atau dinding kandang.
g.      Angin yang bertiup sebaiknya tidak menerpa ternak secara langsung.
h.      Atap kandang dibuat dari bahan yang murah, awet, ringan serta mampu memberikan kehangatan saat malam hari
Kandang merupakan tempat ternak melakukan segala aktivitas hidupnya. Kandang yang baik adalah sesuai dengan persyaratan kondisi kebutuhan dan kesehatan sapi. Persyaratan umum perkandangan adalah sinar matahari harus cukup sehingga kandang tidak lembab, sinar matahari pada pagi hari tidak terlalu panas dan mengandung sinar UV yang berfungsi sebagai desinfektan, dan pembentukan vitamin D, lantai kandang selalu kering karena kandang yang lantainya basah apabila berbaring maka tubuhnya akan basah yang dapat mengaggu pernapasan, dan memerlukan tempat pakan yang lebar sehingga sapi mudah untuk mengkonsumsi pakan (Sasono, 2009).
Bahan atap yang biasa digunakan adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang- alang (ijuk). Bahan genting biasanya menggunakan bahan yang mudah didapat dan harganya lebih efisien. Beberapa macam bahan yang bayak digunakan adalah genting, karena terdapat celah-celah sehingga sirkulasi udara cukup baik, apabila menggunakan bahan seng untuk atap dibuat tiang yang tinggi agar panasnya tidak begitu berpengaruh terhadap ternak (Suranto, 2003).
Beberapa perlengkapan kandang untuk sapi meliputi :palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran drainase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang. Selain itu harus dilengkapi dengan tempat penampungan air yang terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang. Kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan dengan adanya kandang ini ternak akan memperoleh kenyamanan. Kandang sapi salah satunya dapat kandang barak. kepadatan kandang diperhitungkan tidak lebih kurang dari 2 m per ekor (Santosa, 2001).
Kandang merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal ternak atas sebagian atau sepanjang hidupnya. Suatu peternakan yang dikelola dengan tata laksana pemeliharaan yang baik memerlukan sarana fisik sebagai penunjang atau kelengkapan, selain bangunan kandang. Saran fisik tersebut antara lain kantor kelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan jalan. Komplek kandang dan bangunan-bangunan pendukung tersebut disebut sebagai perkandangan. Dengan demikian, perkandangan adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan (Rianto dan Purbowati, 2009).
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Biasanya dibuat jalur di antara kedua jajaran tersebut untuk jalan (Sugeng, 2002).
3.    Bakalan
Menurut Sarwono dan Arianto (2006), keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bakalan yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya telah tanggal.
Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos Indicus, Bos Taurus dan Bos Sondaikus. Bos Indicus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah dingin dan Bos Sondaikusdan bos indicus  merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah tropis. Sapi yang di usahakan sebagai ternak potong mempunyai ciri antara lain :
a.    Ukuran tubuh besar, berbentuk persegi panjang atau balok.
b.    Kualitas dagingnya baik.
c.    Laju pertumbuhannya cepat.
d.   Efisiensi pakannya tinggi.
Kriteria pemilihan sapi dari bentuk luarnya adalah :
a.    Ukuran badan panjang dan dalam.
b.    Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan belakang serasi dan garis badan atas dan bawah sejajar.
c.    Paha sampai pergelangan kaki penuh berisi daging.
d.   Dada lebar dan dalam serta menonjol.
e.    Kaki besar, pendek dan kokoh (Sugeng, 2001).
Menurut Ngadiyono (2007), sapi bakalan ACC dengan kondisi kurus tetapi sehat hanya membutuhkan waktu 60 hari untuk menjadi gemuk, dengan rataan bobot badan 454,35 kg dan konversi pakan 8,22 jauh lebih efisien dibanding lama penggemukan 90 dan 120 hari. Kriteria pemilihan bakalan yaitu berasal dari induk yang memiliki potensi genetik yang baik, bakalan agak kurus, umur bakalan 2 – 2,5 tahun, sehat dan tidak mengidap penyakit, serta bentuk tubuh yang proporsional (Rianto dan Purbowati, 2009).
Usaha penggemukan sapi pedaging membutuhkan modal utama, yaitu tersedianya bakalan yang memenuhi syarat secara kontinyu. Kemampuan peternak memilih dan menyediakan bakalan secara berkelanjutan sangat menentukan laju pertumbuhan dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara (Hadi et al., 2002).
4.    Pakan
Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tampa tambahan substabsi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik pakan kasar maupun konsentrat dicampur secara homogen menjadi satu. Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan menggunakan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sedikit mungkin menggunakan komponen impor (Saragih, 2000).
Paradigma pembangunan peternakan di era reformasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal. Penggalian potensi penggunaan limbah sebagai bahan pakan lokal sangat diperlukan mengingat rumput yang merupakan kebutuhan utama pada sapi, yang ketersediaannya langka dimusim kemarau. Penggunaan pakan lokal merupakan salah satu pakan alternatif pemecahan masalah ketidakkontinyuan penyediaan bahan pakan untuk hewan ruminansia (Syamsu et al., 2003).
Menyusun ransum untuk penggemukan sapi sebaiknya terdiri dari pakan kasar/hijauan  dan  pakan  konsentrat,  tujuannya  adalah  untuk saling melengkapi kekurangan zat gizi satu sama lain dari bahan-bahan pakan sehingga penampilan ternak dapat optimal. Pemberian konsentrat yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan daging dengan kualitas tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya. Perbandingan pemberian pakan hijauan dan konsentrat untuk penggemukan sapi secara komersial antara 30% : 70% atau maksimal 20% : 80%. Namun secara finansial pemberian konsentrat dianggap ekonomis apabila penambahan pendapatan lebih tinggi atau setara dengan penambahan biaya dari jumlah pemberian konsentrat yang diberikan (Nuschati, 2003).
Rumput adalah tumbuhan yang kuat dan bisa tumbuh cepat. Padang rumput yang luas di Afrika dinamakan sabana, di Australia dinamakan semak, di Amerika Utara dinamakan prairie, di Amerika Selatan dinamakan pampas, dan di Asia di sebut stepa. Hijauan yang hendak ditanam tentu saja menguntungkan sehingga harus memenuhi produktivitas persatuan luas yang tinggi, nilai palabilitas yang baik, serta beradaptasi baik dengan lingkungan. Sebagai contoh jenis rumput potong yang memilki palabilitas yang baik adalah rumput gajah (Pennistum purpureum), Setaria sphacelata, Panicum maximum, rumput gembala misalnya African Star Grass (Civardi dan Thomson, 2003).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan tanaman tahunan yang membentuk rumpun dengan tinggi mencapai 4,5 m. Rumput gajah  sangat disukai ternak, tahan kering dan tergolong rumput yang berproduksi tinggi dengan produksi di daerah lembah atau dengan irigasi dapat mencapai lebih dari 290 ton rumput segar/ha/tahun (Mcllroy, 2000). Rumput gajah dapat hidup pada tanah asam dengan ketinggian 0-3000 m dan dapat dipotong apabila rumput sudah mencapai ketinggian 1 – 1,5 m (Reksohadiprodjo, 2000).
Rumput gajah berasal dari Afrika dan mempunyai  kadar protein yaitu 9,5% dari bahan keringnya (Soedomo, 2000). Pennisetum purpureum berproduksi sekitar 150.000 kg/ha/th dan dapat dilakukan pemotongan setelah 50-60 hari dan selanjutnya dilakukan 30-50 hari sekali. Panjang batang rumput mencapai 2,7 m dengan buku dan kelopak berbulu, helai daun mempunyai panjang 30-90 cm dan lebar 2,5 mm sedangkan lidah daun sangat sempit dan berbulu putih pada ujungnya dengan panjang 3 mm. Rumput gajah banyak dijumpai di persawahan.Tingginya  mencapai 5 m, berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan dapat berbunga seperti es lilin. Kandungan rumput gajah terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Jarak tanamnya bervariasi   60 x 75 cm, 60 x 100 cm, 50 x 100 cm, 75 x 100 cm dan lain sebagainya. Produksi rata-rata sekitar 250 ton/ha/tahun. Rumput ini berumur panjang, tumbuh membentuk rumpun dan batang tegak.
5.    Penyakit
Sanitasi dalam usaha peternakan mutlak diperlukan untuk menjaga kesehatan ternak yang bersangkutan. Sanitasi yaitu tindakan untuk menjaga kebersihan lingkungan setiap harinya. Sanitasi yang baik akan menekan perkembangan penyakit uang dapat menyerang baik pada ternak maupaun peternak sendiri. Pemeliharaan kandang dengan sanitasi adalah tindakan pencegahan (preventif) yang sangat baik (Soedono et al., 2003).
Feedlot adalah pemeliharaan dan penggemukan dilakukan secara intensif dengan waktu tertentu yang telah ditetapkan, misalkan 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 9 bulan. Peluang terkena penyakit kemungkinan sangat kecil dikarenakan pemeliharaan dalam waktu singkat. Penyakit yang paling umum menyerang yaitu pincang, pneumonia, flu, dan lain-lain. Cara penanganannya yaitu dengan memisahkan ternak dari ternak yang sehat dan kemudian diberikan obat (Lestari, 2014).
Pencegahan merupakan tindakan untuk melawan berbagai penyakit. Usaha pencegahan ini meliputi karantina atau isolasi ternak, vaksinasi, deworming, serta pengupayaan peternakan yang higienis (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Sapi-sapi bakalan yang akan digemukkan atau yang baru dibeli di pasar hewan, perlu dimasukkan ke dalam kandang karantina yang letaknya terpisah dari kandang penggemukan. Pemberian vaksin biasanya dilakukan pada saat sapi bakalan berada di kandang karantina. Pemberian vaksin cukup dilakukan sekali untuk setiap ekor karena sapi hanya dipelihara dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 3-4 bulan (Abidin, 2008).
Menurut Astiti (2010), prinsip sanitasi yaitu bersih secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi adalah ruang dan alat yang disanitasi, monitoring program sanitasi, harga bahan yang digunakan, ketrampulan pekerja dan sifat bahan/produk dimana kegiatan akan dilakukan. Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi dengan menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi. Serta sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan. Mengusakan lantai kandang selalu kering dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Tindakan pencegahan penyakit pada ternak sapi potong seperti, hindari kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga sakit agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama penyakit brucellosis dan tubercollosis, desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi teratur. Beberapa penyakit ternak yang sering menyerang sapi seperti antrax, ngorok, keluron dan lain-lain. Pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi secara teratur (Syukur, 2010).
6.    Penanganan Limbah
Limbah sapi dapat berupa kotoran/feses dan air seni. Saat ini limbah sapi yang dijadikan kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Soedono et al., 2003).
Tempat penimbunan kotoran ternak terdiri dari dua bagian utama yaitu lubang dan atap. Ukuran lubang penimbunan dibuat sesuai dengan jumlah kotoran ternak yang dihasilkan. Atap dapat dibuat dari berbagai bahan, yang penting dapat melindungi kotoran dari terik matahari dan air hujan (Santosa, 2001).
Kotoran sapi bila didekomposisi dengan stardec yang mengandung mikroorganisme cell akan menghasilkan pupuk organik disebut sebagai fine compost. Fine compost akan menyuplai unsur hara yang diperlukan tanaman sekaligus memperbaiki struktur tanah. Hasilnya, biaya produksi lebih rendah dan produksi meningkat.Stardec dihasilkan LHM (Lembah Hijau Multifarm), bertujuan sebagai salah satu upaya membantu tercapainya keseimbangan, serta membuat limbah-limbah yang tidak berguna menjadi berdaya guna dan berdaya hasil. Limbah seperti kotoran ternak dan blotong pabrik gula yang diolah dengan stardec mampu menciptakan sebuah solusi untuk meningkatkan martabat alam yang seimbang (Trobos, 2001).
Limbah ternak dapat bermanfaat sebagai pupuk kandang. Feses jika diolah secara benar mempunyai nilai ekonomis yang tinggi selain dari penjualan susu dan penjualan anak. Setiap ekor sapi bisanya mengeluarkan feses kurang lebih 10 kg perhari. Jika dipehitungkan secara ekonomis akan menambah pendapatan petani peternak (Priyo, 2008).
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya di dalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya (Efriza, 2009).
Sapi potong merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan sub sektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usaha tani. Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai pabrik kompos. Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempurna (Mariyono et al., 2010).
7.    Pemasaran
Sapi hasil penggemukan biasanya dijual setelah penggemukan selama 4 – 6 bulan dengan bobot jual 584 – 600 kg. Sebelum memasarkan sapi perlu dilakukan penimbangan sapi, penentuan harga jual, menentukan pasar tujuan. Selain itu juga menentukan jalur pemasaran, alat angkut dan strategi pemasaran (Fikar dan Ruhyadi, 2010).
Riset pemasaran mengkhususkan informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi isu-isu,mendesain metode pengumpulan informasi, mengelola dan mengimplementasi proses pengumpulan data, menganalisis hasilnya dan mengkomunikasikan hasil temuan dan implikasinya. Saat peternak menjual sapi disarankan berdasar bobot badan atau bobot karkas (sapidihargai setelah dipotong) dan mengetahui harga pasar (Sugeng, 2001).
Beberapa hari sebelum penggemukan selesai, peternak sebaiknya telah mengetahui sasaran pemasaran serta harga sapi yang akan dijualnya. Penaksiran harga itu didasarkan pada bobot badan dan harga sapi yang sedang berlaku dipasaran. Akan lebih baik apabila penjualan sapi dapat diatur pada saat harga sapi sedang baik. Setiap peternak yang melakukan penggemukan sapi hendaknya selalu memonitor harga sapi di pasaran agar jangan sampai tertipu oleh harga penawaran pedagang-pedagang ternak (Siregar, 2008).

III.   CARA PELAKSANAAN

A.  Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum kunjungan ke perusahaan feedlot sapi potong dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 3 Mei 2014 bertempat di PT Andini Megah Sejahtera, berlokasi di Jalan Wisata Tlatar Km. 3,3 Desa Kebonbimo, Kecamatan Tlatar, Kabupaten Boyolali pada pukul 08.00-11.00 WIB.
B.  Metode Pengumpulan Data
1.    Metode Langsung
a.    Observasi/Survey lapang
Observasi secara langsung dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan.
b.    Wawancara
Wawancara dilakukan kepada farm manager PT Andini Megah Sejahtera.
c.    Dokumentasi
Melakukan pencatatan dan pengambilan gambar yang berhubungan dengan kegiatan praktikum.
2.    Metode tidak langsung
a.    Metode pengumpulan data dengan mencatat data-data yang telahada, meliputi data identitas peternak/pengusaha feedlot, lokasi feedlot, desain feedlot, bakalan/feeder stock, pakan/ransum, penyakit, penanganan limbah, dan pemasaran hasil.
b.    Studi pustaka dengan penelusuran referensi sebagai bahan pelengkap, pendukung dan pembanding serta konsep dalam pemecahan masalah yang diambil dari buku-buku maupun browsing internet.

IV.   PEMBAHASAN HASIL PRATIKUM
    
1.    Identitas Peternak/Pengusaha Feedlot
Peternakan PT Andini Megah Sejahtera berada di Desa Kebonbimo Jl. Wisata Tlatar Km 3,3 Kecamatan Boyolali, Boyolali. Pemilik peternakan bernama Chinta Setyaning Nugraha ini pada awalnya mendirikan usaha penggemukan (feedlot) di daerah Boyolali kota dan mulai bulan Juli tahun 2012 membuka usaha penggemukan sapi di daerah dekat wisata Tlatar. Kapasitas ternak yang ada berjumlah 250 ekor dengan 10 ekor jantan dan 240 ekor betina. Jenis bakalan sapi potong yang digemukkan di peternakan tersebut adalah jenis sapi peranakan Limousin, peranakan Simmental, peranakan Ongole, dan sapi jawa.
2.    Lokasi Feddlot
Letak geografis perusahaan PT Andini Megah Sejahtera yaitu 10022’ BT - 110050’ BT dan 7036’ LS – 7071’ LS. Curah hujan sebesar 50 – 300 mm/bulan. Arah angin yaitu Tenggara dengan kecepatan angin 25 km/jam dan sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang. Topografi kandang yaitu bergelombang dengan suhu 25 – 29 0C dan kelembaban 60 – 70 %. Ketersediaan air lancar, terlalu tersedia dan sumber air berasal dari sungai, sumur, dan sumber air bersih Tlatar.
Ketersediaan pakan lancar dan asal pakan dari lahan sendiri (hijauan) dan pembelian dari warga sekitar (jerami padi dan hijauan). Ketersediaan bakalan kontinyu tersedia terus-menerus  dan asal bakalan yaitu dari daerah sekitar Boyolali dan pasaran jawa. Ketersediaan pasar local yaitu di pasaran sekitar dan tempat pemasarannya dapat dipasaran atau para jagal dapat langsung datang ke peternakan. Keadaan harga yaitu dengan mengikuti harga pasaran mulai dari Rp. 37.000,00 – Rp. 39.000,00/kg BB hidup. Fasilitas transportasi yang ada yaitu armada yang telah disediakan untuk pemasaran jarak jauh.
Kandang diusahakan dibangun pada lokasi yang jauh dari lingkungan pemukiman masyarakat. Lokasi sebaiknya tidak terganggu oleh tiupan angin kencang. Tiupan angin kencang akan membuat ternak mudah sakit, lemas, dan kembung (Setiawan dan Arsa, 2005). Hal ini sesuai dengan peternakan PT Andini Megah Sejahterayang berada jauh dari pemukiman masyarakat. Arah angin yang ada juga tidak mengganggu keadaan ternak karena tidak secara langsung mengenai ternak tetapi arah anginnya yaitu Tenggara, sehingga pendirian lokasi feedlot seperti yang dikemukakan oleh Setiawan dan Arsa (2005) telah sesuai.
3.      Bakalan
Bakalan yang terdapat pada PT Andini Megah Sejahteraterdiri dari jenis sapi Simpo (Peranakan Simental PO), Limpo (Peranakan Limousin PO), PO, dan sapi Jawa. Sapi yang digunakan kebanyakan sudah persilangan antara bos indicus dengan bos Taurus. Hal ini dikarenakan sapi bos Taurus jika tidak dipersilangkan dengan bos indicus maka tidak bisa mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan tropis. Menurut Sugeng (2001), sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos Indicus (zebu: berpunuk), Bos Taurus dan Bos Sondaikus.Bos Indicus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapiyang terdapat di daerah dingin dan Bos Sondaikus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerahtropis. Sapi yang di usahakan sebagai ternak potong mempunyai ciri antara lain ukuran tubuh besar, berbentuk persegi panjang atau balok, kualitas dagingnya baik, laju pertumbuhannya cepat, cepat dewasa, dan efisiensi pakannya tinggi. Kriteria pemilihan sapi dari bentuk luarnya adalah ukuran badan panjang dan dalam, bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan belakang serasi dan garis badan atas dan bawah sejajar, paha sampai pergelangan kaki penuh berisi daging, dada lebar dan dalam serta menonjol, dan kaki besar, pendek dan kokoh.

Gambar Bakalan
Jumlah sapi bakalan yang ada yaitu 250 dengan 10 ekor jantan dan 240 ekor betina. Asal sapi yaitu dari daerah sekitar Boyolali dan pasaran Jawa (pasar Sunggingan, pasar Prambanan, dan pasar Ngampel). Ketersediaan bakalan secara konyinyu tidak pernah terhambat. Harga bakalan menyesuaikan harga pasaran dengan harga Rp. 10.000.000,00 – Rp. 14.000.000,00/250 - 350 kg BB hidup. Keunggulan jenis bakalan yang diunakan yaitu karena adanya ketersediaan bakalan sapi lokal yang melimpah dan regulasi pemerintah atas larangan sapi impor tidak boleh masuk di daerah Boyolali.
Lama penggemukkan yang dilakukan di PT Andini Megah Sejahtera adalah 3 bulan penggemukkan atau 90 hari. Umur bakalan yang digemukkan adalah 1,5-2 tahun dengan bobot badan 250 -350 kg. Sapi umur 1,5-2 tahun jika digunakan untuk penggemukkan dan diberi pakan yang kualitasnya baik pertumbuhan bobot badannya dapat mencapai pertambahan yang maksimal. Tidak digunakan sapi berumur 2 tahun ke atas dikarenakan daya tahan tubuh yang semakin menurun dan kualitasnya menurun. Menurut Abidin (2002), umumnya mutu daging yang berasal dari sapi afkiran ini tidak terlalu baik. Meskipun demikian ada beberapa jenis sapi yang memang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang dimilikinya, seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama beberapa bulan sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong.
4.      Pakan

Gambar Hijauan (Rumput Gajah)
Jenis pakan yang diberikan pada PT Andini Megah Sejahtera yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan dibagi menjadi dua yaitu rumput gajah dan jerami padi. Konsentrat yang diberikan yaitu dalam bentuk konsentrat jadi yang sudah diformulasikan sesuai dengan kebutuhan. Menurut Siregar (2008), menyatakan bahwa pakan sapi potong harus memenuhi persyaratan, antara lain tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan tidak mengandung racun atau zat anti nutrisi. Pemberian pakan yang berkualitas maka akan mencukupi kebutuhan nutrien yang akan digunakan oleh tubuh ternak sebagai sumber energi aktivitas, energi reproduksi dan energi produksi.

Gambar Konsentrat
Bahan-bahan pakan yang digunakan sebagian besar berasal dari pabrikan dan limbah industri. Pembuatan kosentrat ini bertujuan untuk mendapatkan pakan yang berkualitas tinggi dan mudah didapatkan pasokannya serta harga yang dapat ditekan semurah mungkin. Formula konsentrat yang ada yaitu sumber energi yang terdiri dari onggok, pollard/bren, bekatul, gaplek, dan tetes/molasses. Sumber protein yang terdiri dari bungkil klenteng, bungkil sawit, bungkil kopra, menir, dan CGN. Sumber aditif yang digunakan adalah campuran dari kalsium dan vitamin. Selain itu juga digunakan bahan penyumpal seperti kulit kopi dan kulit kacang.
Menurut Soedomo (2000), kandungan rumput gajah terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kandungan konsentrat yaitu protein kasar 13 - 14 % dan energi 65 – 70 %. Jumlah pemberian ransum yaitu 2,5-5 % dari BB dalam bentuk BK. Perbandingan yang digunakan antara hijauan dengan konsentrat yaitu 20 : 80 dalam bentuk BK (bahan kering). Hal ini sesuai dengan pendapat Nuschati (2003), bahwa pemberian konsentrat yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan daging dengan kualitas tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya sehingga pemberian pakan hijauan dan konsentrat untuk penggemukan sapi secara komersial antara 30% : 70% atau maksimal 20% : 80%.
Sistem pemberian dilakukan dua kali yaitu pagi dan siang hari. Pagi hari pukul 05.00 WIB untuk konsentrat dan pukul 07.00 WIB untuk hijauan. Siang hari pukul 13.00 WIB untuk konsentrat dan pukul 15.00 WIB untuk hijauan. Konsentrat diberikan terlebih dahulu yang berfungsi agar mikrobia berkembang biak terlebih dahulu sehingga hijauan yang diberikan dapat dikonsumsi dengan sempurna. Konsentrat diberikan dalam bentuk kering sedangkan hijauan diberikan dalam bentuk dicacah (sudah di chopper). Harga konsentrat untuk fase starter yaitu Rp 2.700,00/kg dan untuk fase finisher yaitu Rp. 2.800,00/kg. Harga hijauan yaitu Rp. 400,00/kg untuk rumput gajah dan Rp. 300,00/kg untuk jerami padi.
5.      Penyakit
Penyakit yang sering muncul pada PT Andini Megah Sejahtera yaitu flu dan radang. Pencegahan penyakit yang dilakukan yaitu sebelum sapi masuk ke peternakan diberikan obat cacing, suntik hormon, dan pemberian vitamin. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari (2014), yang menyatakan feedlot adalah pemeliharaan dan penggemukan dilakukan secara intensif dengan waktu tertentu yang telah ditetapkan, misalkan 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 9 bulan. Peluang terkena penyakit kemungkinan sangat kecil dikarenakan pemeliharaan dalam waktu singkat. Penyakit yang paling umum menyerang yaitu pincang, pneumonia, flu, dan lain-lain. Cara penanganannya yaitu dengan memisahkan ternak dari ternak yang sehat dan kemudian diberikan obat.
Pengobatan yang dilakukan bila terserang penyakit yaitu dengan cara penyuntikan antibiotik. Selain itu ternak yang sakit akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam kandang karantina. Menurut Syukur (2010), tindakan pencegahan penyakit pada ternak sapi potong yaitu dengan menghindari kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga sakit agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama penyakit brucellosis dan tubercollosis, desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi teratur. Kerugian yang ditimbulkan akibat terserang penyakit yaitu recovery ternak akan lama sehingga panen yang diperoleh juga lama.
Walaupun usaha-usaha pencegahan penyakit dilakukan secara terus menerus, adakalanya kita menemukan kondisi sapi yang tidak sehat. Sebagai pengetahuan praktis, ada baiknya juga diketahui beberapa jenis penyakit pada ternak sapi di Indonesia, penyebab, ciri-ciri, dan upaya pengobatannya. Meskipun, kontak dengan para ahli seperti dokter hewan adalah langka yang tepat dibanding melakukan pengobatan sendiri (Abidin, 2002).
6.      Penanganan Limbah

Gambar Penampungan Limbah Padat

Gambar Pembuangan Limbah Cair
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair. Limbah cair seperti urin dan limbah padat seperti feses, sisa pakan, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan lain-lain. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari jenis ternak, jumlah ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kilogram limbah padat atau feses, dan pada sapi potong setiap kilogram daging sapi menghasilkan     2,5 kilogram feses (Sihombing, 2000).
Jumlah limbah padat yang dihasilkan yaitu 7.500 – 12.500 kg/    250 ekor sapi/hari. Jumlah limbah cair yang dihasilkan yaitu 1.750 liter/250 ekor sapi/hari. Terdapat tempat penampungan limbah tetapi limbah yang dihasilkan oleh ternak tidak diolah dengan baik. Limbah padat yang dihasilkan tidak mengalami pegolahan namun dijual dalam bentuk feses kering.
Limbah ternak yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbahternak dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto, 2002). Hal ini tidak sesuai dengan kondisi yang ada pada PT Andini Megah Sejahtera yang limbahnya tidak diolah sehingga menimbulkan bau yang dapat mengganggu kondisi ternak. Pembersihan kotoran juga hanya dilakukan satu kali dalam sehari.
7.    Pemasaran
            Pemasaran adalah proses merencanakan dan melaksanakan konsep, memberi harga, melakukan promosi dan mendistribusikan ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi tujuan individu dan organisasi. Manajemen suatu pemasaran dibutuhkan suatu riset pemasaran. Riset pemasaran adalah fungsi yang menghubungkan konsumen, pelanggan dan publik dengan pemasaran melalui informasi-informasi dengan luar, untuk mengidentifikasi peluangdan masalah pemasaran sehingga menghasilkan, melaksanakan dan mengevaluasi upaya pemasaran, memantau kinerja pemasaran sebagai suatu proses produksi (Siregar, 2008).
Pemasaran hasil yang dilakukan di PT Andini Megah Sejahtera yaitu dalam bentuk sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (2001), peternak menjual sapi disarankan berdasar bobot badan atau bobot karkas (sapi dihargai setelah dipotong) dan mengetahui harga pasar. Sebaiknya dihindari penjualan sistem taksiratau perkiraan harga, terkecuali bila peternak sudah sangat berpengalaman sehingga tidak merugi. Selain penjualan hasil penggemukan, kotoran ternak dan sisa pakan merupakan hasil ikutan yang sangat bermanfaat sebagai pupuk tanaman dan dapat menjadi tambahan pendapatan para peternak.
Lokasi/tempat pasar yang digunakan untuk pemasaran yaitu di pasaran jawa sekitar (pasar prambanan, pasar Sunggingan, dan pasar Ngemplak). Ada juga jagal yang datang langsung ke peternakan. Sapi yang dijual dalam harga per kg bobot hidup yaitu seharga Rp. 37.000,00 – Rp. 39.000,00. Limbah yang dipasarkan hanya limbah padat kering yang dijual dengan harga Rp. 60.000,00 – Rp. 120.000,00/truk tergantung tingkat kekeringan dari limbah padat.

V.  KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Tata letak  PT Andini Megah  Sejahtera sudah memenuhi syarat dilihat dari letak geografis, topografis, ketersediaan air, ketersediaan bakalan, ketersediaan pakan, pemasaran, dan transportasi.  Letak geografis terdiri dari arah angin, curah hujan, dan sinar matahari yang dapat masuk ke dalam kandang. Topografi peternakan yaitu bergelombang dengan suhu 25 – 29 0C dan kelembaban 60 – 70%. Ketersediaan air selalu lancar dengan sumber air dari sungai dan sumber air Tlatar.  Ketersediaan pakan lancar dengan jenis pakan hijauan (jerami padi dan rumput gajah)  dan konsentrat. Ketersediaan bakalan tersedia secara kontinyu dan asal bakalan dari daerah sekitar dan pasaran jawa. Ketersediaan pasar lokal yaitu di daerah sekitar dan pasaran jawa dengan keadaan harga mengikuti harga pasaran. Penanganan limbah di PT Andini Megah Sejahtera belum sesuai. Hal ini dikarenakan limbah padat yang ada tidak mengalami pengelolaan dan limbah cair dibiarkan mengalir ke selokan. Transportasi yang digunakan dalam pemasaran sudah tersedia dalam bentuk armada,  sehingga pemasaran dapat berlangsung dengan lancar.
B.  Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya kunjungan dilakukan pada beberapa perusahaan feedlot sehingga mahasiswa dapat membandingkan antara perusahaan satu dengan perusahaan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Astiti, L. G. S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan  dan Pengendalian Penyakit pada Ternak Sapi. Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTB.
Civardi, A. dan R. Thomson. 2003. Ensiklopedia Mini. Erlangga, Jakarta.
Dewi, N. W. 2005. Kinerja Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole Pada Paritas Yang Berbeda Di Tingkat Peternak. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Efriza, F. E.  2009. Biogas Limbah Peternakan Sapi Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan.Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Fikar, S. dan D. Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Potong. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Hadi, P. U., A. Thahar, N. Ilham. dan B. Winarso. 2002. A Progress Report Summary: Analytic Framework To Facilitate Development Of Indonesia’s Beef Industry. Paper Presented at the “Routine Seminar”. Center for Agro Socio Economic Research and Development, Bogor. 8 Maret 2002. 24 p. Jurnal Litbang Pertanian.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo. dan A.D. Tillman.  2005.  Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yokyakarta.
Lestari, I. A. 2014. Feedlot. Didownload dari http://www.academia.edu/6461340/Feedlot. (Diakses tanggal 14 Mei 2014 Pukul 19.13 WIB).
Luthan, F. 2009. Implementasi Program Integrasi Sapi dengan Tanaman Padi, Sawit dan Kakao di Indonesia. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak – Tanaman: Padi, Sawit, Kakao. (InPress). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Mariyono, Y. Anggraeni. dan A. Rasyid. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan dan Veteriner Mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Mcllroy, R. J. 2000. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT. Citra Aji Pratama, Yogyakarta.
Nuschati, U. 2003. Penggunaan Kaliandra (Calliandra calotyrsus) untuk Substitusi Konsentrat Pabrik dalam Pakan untuk Penggemukan Sapi Frisian Holstein Jantan. Thesis Magister Sain. Jurusan Nutrisi Ternak, Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Murtidjo, B. A. 1993. Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Kanisius, Yogyakarta.
Priyo. 2008.Ternak Umum. Kanisius, Semarang.
Rahmat, S. A. 2005. Rencana Bisnis Penggemukan Sapi Potong di Perkebunan Tebu Subang. Didownloaddarihttp : // www.rni.com//.(Diakses tanggal 8 Mei 2014 pukul 12.30 WIB).
Rasyid, A. H. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Didownload dari http://peternakan.litbang.deptan.go.id/datahtml/download/files/juknis_perkandangan.pdf. (Diakses tanggal 8 Mei 2014 pukul 19.00 WIB).
Reksohadiprodjo, S. 2000. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rudin. 2013. Berbagai Sistem Penggemukan Sapi Potong. Fakultas Peternakan. Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.
Rustam. A. 2011. Proposal Usaha Penggemukan Sapi Potong. Subang. Jawa Barat. Didownload dari http://rudinunhalu.blogspot.com/2013/08/berbagai-sistem-penggemukan-sapi-potong.html. (Diakses tanggal 7 Mei2014 pukul 20.45 WIB).
Santosa, U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santosa dan Yogaswara. 2006. Manajemen Usaha TernakPotong. Niaga Swadaya, Jakarta.
Saragih, B. 2000. Kebijakan Pengembangan Agribisnis di Indonesia Berbasiskan Bahan Baku Lokal. Bull. Peternakan edisi Tambahan hlm. 6 – 11.
Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Edisi I. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B. dan B. M. Arianto. 2006. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Edisi II. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sasono. 2009. Beternak Sapi Secara Intensif. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiawan, T. dan T. Arsa.  2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sihombing, D. T. H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian IPB, Bogor.
Siregar, B. S. 2008. Penggemukan Sapi. Edisi revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soedomo, R. 2000. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT. Gramedia, Jakarta.
Soedono, A., R. F. Rusdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sudarmono, A. S., dan Y. B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2001. Pengembangan Ternak Sapi. Gramedia, Jakarta.
Sugeng, B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suranto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Syamsu, A. Jasmal, L. A. Sofyan, K. Mudikdjo, dan E. Gumbira. 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia. Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia.Vol-13,No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Syukur. D. A., 2010. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Bandar Lampung.
Trobos. 2001. Penanganan Limbah pada Ternak Secara Modern. Grasindo, Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel