MIKROBIOLOGI PETERNAKAN
Sabtu, 15 Maret 2014
Edit
Mikrobiologi
adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme.Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk (hidup)
yang perlu dilihat dengan mikroskop, khususnya bakteri, fungi, alga
mikroskopik, protozoa, dan Archaea. Virus sering juga dimasukkan
walaupun sebenarnya tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai makhluk
hidup. Mikrobiologi dimulai sejak ditemukannya mikroskop dan menjadi
bidang yang sangat penting dalam biologi setelah Louis Pasteur dapat
menjelaskan proses fermentasi anggur (wine) dan membuat vaksin rabies.
Perkembangan biologi yang pesat pada abad ke-19 terutama dialami pada
bidang ini dan memberikan landasan bagi terbukanya bidang penting lain:
biokimia. Penerapan mikrobiologi pada masa kini masuk berbagai bidang
dan tidak dapat dipisahkan dari cabang lain karena diperlukan juga dalam
bidang farmasi, kedokteran, pertanian, peterakan, ilmu gizi, teknik
kimia, bahkan hingga astrobiologi dan arkeologi.
Soal dan jawaban:
1. Apa arti penting
pemanfaatan mikrobiologi pada Bidang Teknologi Hasil Ternak ?
Jawab:
Jasa mikroorganisme sebenarnya
telah banyak dimanfaatkan manusia sejak lama. Berdasarkan gambar-gambar pada
dinding dalam goa dari zaman purba, telah ada indikasi yang kuat bahwa bangsa
Sumaria pada tahun 2500 sebelum Masehi, telah mempunyai kebiasaan menambahkan inokulum
pada susu untuk menstimulasi fermentasi, dan kebiasaan tersebut masih dilakukan
sampai sekarang (Kroger et al.1989).
Mikroorganisme telah menjadi pusat perhatian yang kian
bertambah karena mereka dapat membantu memecahkan beberapa permasalahan manusia
yang paling rumit, sebagian besar diantaranya disebabkan oleh persaingan dalam
pemanfaatan sumber daya yang terbatas jumlahnya dan persaingan akan ruang.
Beberapa di antara permasalahan ini seperti suplai energi atau pangan agar
cukup, polutan lingkungan, dan pencegahan penyakit serta pemeliharaan
kesehatan, telah ditangani dengan teknologi mikrobiologis.
Jasad-jasad renik tertentu direkayasa secara genetik, yaitu dibuat sedemikian sehingga dapat dijadikan sumber
protein sel tunggal bagi pakan, yang kemudian diubah oleh hewan-hewan ternak menjadi telur,
susu, dan daging sehingga dapat menyerupai makanan yang tidak asing lagi, yang
selanjutnya dapat digunakan
sebagai pengganti protein bagi konsumsi manusia.
Dengan adanya mikrobiologi maka produk-produk
peternakan dalam bidang teknologi hasil ternak dapat dikembangkan. Mikrobia
bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu atau kualitas hasil ternak tersebut sehingga
nilai ekonomisnya juga akan meningkat. Selain meningkatkan mutu, Mikrobia juga
dapat memperpanjang masa simpan produk peternakan.
Dalam pembelajaran
mikrobiologi, kita dapat memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk membuat
berbagai jenis makanan sehat yang prosesnya menggunakan mikroba atau langsung
memanfaatkan mikroba yang ada. Untuk mengembangkan produk-produk dari
peternakan kita dapat menerapkan ilmu mikrobiologi dengan cara melakukan proses
fermentasi dan pengawetan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan
pangan tersebut. Sebagai contoh pembuatan yogurt dan keju. Dua jenis makanan
ini merupakan makanan yang proses pembuatannya dibantu oleh mikroba. Takaran
dan jenis mikroba yang digunakan akan mempengaruhi rasa yogurt dan keju yang
dihasilkan dari proses fermentasi.
Salah satu penerapan ilmu mikrobiologi yaitu pengawetan. Pengawetan pada suatu
makanan merupakan suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikroorganisme
pada makanan. Kehilangan mutu dan kerusakan pangan
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Pertumbuhan
mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin
didalam pangan.
b. Katabolisme
dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang
dikatalisis enzim indigenus.
c. Reaksi
kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan
penyimpanan.
d. Kerusakan
fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan).
e. Kontaminasi
serangga, parasit dan tikus (Organisasi. org., 2006).
Agar dapat berjalan, setiap reaksi
kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya
suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya).
Sebagai contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk
berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon,
sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen
(aerobik/anaerobik), beberapa vitamin dan sebagainya. Sehingga untuk mengontrol
kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya reaksi
yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk susu,
daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah
dan sayur pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan
(desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme. Prinsip
pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
a. Mencegah
atau memperlambat kerusakan mikrobia.
b. Mencegah
atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan.
c. Mencegah
kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama.
Mencegah atau memperlambat kerusakan
mikrobial dapat dilakukan dengan cara:
1). Mencegah
masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis).
2). Mengeluarkan
mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi.
3). Menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah,
pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia.
4).Membunuh
mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Mencegah atau memperlambat
laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara
destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau
dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan
penambahan anti oksidan. Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang
umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan).’
2. Mengapa kombinasi
protease dan hemiselulose dapat meningkatkan kinerja ayam broiler ?
Jawab:
Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara secara intensif
dengan kisaran umur 6-8 minggu baik jantan maupun betina guna memperoleh
produksi daging yang optimal. Secara genetis, ayam broiler diciptakan agar
dipelihara dalam waktu yang singkat sehingga dapat dimanfaatkan hasilnya. Agar
hasil pemeliharaan ayam broiler dapat optimal maka perlu ditunjang dengan
pemberian pakan yang baik.
Sebagian besar komponen penyusun pakan unggas berasal dari
tanaman (biji-bijian) seperti jagung, kedelai, padi, gandum, bunga matahari, wheat
pollard dan lain-lain. Bahan pakan tersebut merupakan sumber asam fitat.
Bahan pakan yang berasal dari tanaman memiliki kandungan fosfor (P), sekitar
2/3 dari fosfor tersebut berada dalam bentuk senyawa fitat. Menurut Applegate
(2000). senyawa ini tidak hanya mengikat fosfor tetapi juga mengikat protein
serta mineral (Mg, Fe, Zn, Mn, Ca) dan enzim protein yang sangat berguna bagi
pertumbuhan dan produksi.
Aktivitas
enzim protease pada usus halus dan pankreas meningkat secara nyata. Besarnya
peningkatan aktivitas enzim tersebut berbeda antara yang terjadi pada usus
halus dengan di pankreas. Aktivitas enzim meningkat sebesar antara 3 - 3,5 kali
lebih tinggi pada usus halus dan 4 - 4,5 kali lebih besar pada pankreas.
Peningkatan aktivitas enzim pada penelitian ini tampak jelas dipengaruhi oleh
umur lewat rangsangan banyaknya "chyme" yang ada. Banyaknya
"chyme" berhubungan erat dengan jumlah konsumsi, karena umur makin bertambah
jumlah konsumsi (intake) juga meningkat. Meskipun aktivitas enzim pencernaan
pada umumnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain genetis, komposisi
ransum, dan intake (Nitsan et al., 1991), intake lebih
berpengaruh terhadap produksi dan aktivitas enzim pencernaan. Hasil penelitian
ini lebih sinkron dengan penemuan Pubols (1991) dan Sell et al. (1991)
yang menunjukkan bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi produksi enzim
pencernaan pada ayam dan kalkun. Perubahan ransum menjadi "chyme"
dalam saluran pencernaan dapat menjadi rangsangan mekanis bagi dinding usus
yang selanjutnya mempengaruhi produksi enzim pencernaan. O'Sullivan et al. (1992)
melaporkan bahwa aktivitas tripsin pada ayam dengan bobot badan ringan lebih
rendah jika dibandingkan dengan pada ayam dengan bobot badan yang lebih tinggi.
Hal tersebut konsisten dengan hasil penelitian ini bahwa semakin muda umur ayam
semakin rendah aktivitas enzim karena konsumsi ransum semakin sedikit sebagai
perangsang dinding saluran pencernaan (usus halus).
Enzim Protease adalah
enzim yang mengubah Proteosa, pepton dan polipeptida menjadi asam amino.
Proteosa itu sendiri adalah suatu modifikasi dari asam amino yang susunannya
lebih sederhana daripada susunan asam amino dalam Protein sehingga dapat lebih
mudah diubah menjadi asam amino penyusunnya. Untuk mengubah Protein menjadi
Proteosa, pepton dan polipeptida di perlukan bantuan bantuan dari Enzim Pepsin.
Hemiselulosa merupakan
senyawa prekursor (pembentuk) selulosa. Hemiselulosa
berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku sebagai perekat antar sel
tunggal (perekat antar mikrofibril selulosa) yang terdapat didalam batang
pisang dan tanaman lainnya. Hemiselulosa menyerupai selulosa. Dengan asam encer
dihidrolisa menjadi mannose + galaktosa. Dapat dijumpai misal pada lendir
tumbuhan. Hemiselulosa yaitu polisakarida yang mengisi ruang antara serat-serat
selulosa dalam dinding sel tumbuhan.
Serat merupakan senyawa yang selalu terdapat pada bahan pakan yang berasal dari tanaman dan merupakan senyawa yang tidak dapat didigesti oleh ternak monogastrik. Jika jumlah serat yang tidak dicerna meningkat maka akan menimbulkan tambahan biaya pada pakan. Tidak terdigestinya serat juga mengakibatkan efek negatif pada digesti mineral dan protein. Serat juga termasuk jenis asam fitat. Padahal ayam broiler termasuk hewan monogastrik yang tidak mampu memetabolis asam fitat sehingga fosfat anorganik ditambahkan dalam pakannya untuk memenuhi kebutuhan fosfor. Hal ini memberi konsekuensi adanya masalah polusi fosfor di area peternakan yang intensif.
Serat merupakan senyawa yang selalu terdapat pada bahan pakan yang berasal dari tanaman dan merupakan senyawa yang tidak dapat didigesti oleh ternak monogastrik. Jika jumlah serat yang tidak dicerna meningkat maka akan menimbulkan tambahan biaya pada pakan. Tidak terdigestinya serat juga mengakibatkan efek negatif pada digesti mineral dan protein. Serat juga termasuk jenis asam fitat. Padahal ayam broiler termasuk hewan monogastrik yang tidak mampu memetabolis asam fitat sehingga fosfat anorganik ditambahkan dalam pakannya untuk memenuhi kebutuhan fosfor. Hal ini memberi konsekuensi adanya masalah polusi fosfor di area peternakan yang intensif.
Hemiselulosa memiliki
sifat non-kristalin dan bukan serat, mudah mengembang, larut dalam air, sangat
hidrofolik, serta mudah larut dalam alkali. Kandungan hemiselulosa yang tinggi
memberikan kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa bertindak
sebagai perekat dalam setiap serat tunggal. Pada saat proses pemasakan
berlangsung, hemiselulosa akan melunak, dan pada saat hemiselulosa melunak,
serat yang sudah terpisah akan lebih mudah menjadi berserabut (Indrainy,
2005). Mac Donal dan Franklin (1969) menyatakan bahwa adanya hemiselulosa
mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat selama
proses mekanis dalam air. Dengan peran kedua enzim tersebut yang saling
membantu dapat meningkatkan menyerapan nutrisi pada pakan ternak ayam broiler.
3. Mengapa
bakteri Butyrivibrio fibrisolvens yang ditambahkan pada
pakan
dapat menghasilkan
susu dengan kandungan asam linoleat tinggi?
Jawab:
Butyrifibrio fibriosolvens merupakan bakteri rumen pencerna serat berbentuk batang dan gram
positif. Hasil fermentasi katbohidrat oleh B.
fibriosolvens meliputi asetat, format, laktat, butirat, H2 dan
CO2. B. fibrisolvens termasuk kelompok bakteri mesophyl, yang dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 25oC – 40oC. Bakteri ini memiliki
flagela, sehingga bersifat motil. Populasi B.
fibrisolvens cenderung meningkat bila proporsi konsentrat pakan juga
meningkat.
Peranan B.
fibrisolvens lebih dominan pada hidrolisis hemiselulosa, sehingga dapat
memecah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dalam kaitannya dengan produksi
asam linoleat pada susu, asam linoleat merupakan sebuah
asam karboksilat dengan rantai karbon dan 18-cis dua ikatan ganda, ikatan
rangkap pertama terletak pada karbon keenam dari ujung omega. Asam linoleat
merupakan asam esensial yang tidak bisa diproduksi oleh tubuh, sehingga perlu
adanya bantuan mikroba. Mikroba yang bisa membantu produksi asam linoleat
antara lain B.
Fibrisolvens. Bakteri tersebut ditambahkan
pada pakan ternak, sehingga bakteri tersebut akan memproduksi asam linoleat
yang tinggi.
Asam linoleat adalah omega-6 asam
lemak yang tak jenuh. Asam linoleat merupakan sebuah asam karboksilat dengan
rantai karbon ikatan rangkap pertama yang terletak pada karbon keenam dari ujung
omega. Asam linoleat adalah asam lemak tak jenuh ganda yang digunakan dalam
biosintesis asam arakhidonat (AA) dengan beberapa prostaglandin. Hal ini
ditemukan dalam lipid pada membran sel. Linoleat (omega-6) dan linoleat
terkonjugasi (Conjugated Linoleic Acid (CLA)) sangat terbatas sebarannya di
alam sebagai nabati dan hewani, padahal keduanya lemak essensial (Marwani,
2006). Sebagai nabati linoleat terdapat dalam biji bunga matahari, kedelai,
kemiri, dan beberapa tumbuhan khas turki (Barus, 2007).
Susu yang mengandung asam linoleat
terkonjugasi yang dapat dipercaya menambah kekebalan tubuh dan mengurangi
pertumbuhan tumor. Kandungan asam linoleat dalam susu organik lebih tinggi. Hal
ini kemungkinan di karenakan pada sapi organik lebih banyak di beri makan
rumput dan pakan alami daripada pakan berkosentrat. Dapat disimpulkan bakteri butyrivibrio fibrisolvensmerupakan mikroba
yang dapat membantu produksi asam linoleat. Bakteri butyrivibrio fibrisolvens ditambahkan pada pakan ternak, sehingga
bakteri tersebut mampu memproduksi asam linoleat tinggi.