LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN
Jumat, 26 Desember 2014
Edit
Strategi
pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan, kaena
permintaan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring
dengan permintaan jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat
pendidikan rata-rata penduduk (Santosa, 1997). Pembangunan dan pengembangan
tersebut diantaranya, yaitu meliputi pembangunan dibidang pertanian, sebagai
contoh, yaitu pembangunan dibidang peternakan. Banyak peternakan di pedesaan
yang memperhatikan masalah pertumbuhan ternak dan mengabaikan masalah ekonomi
perusahaan, salah satu usaha peternak yang dilakukan oleh masyarakat di
pedesaan di daerah Kebakkramat adalah beternak babi, yang berbentuk usaha
peternakan rakyat. Babi adalah ternak mamalia yang menghasilkan anak dalam
jumlah yang besar (litter size) dengan selang kelahiran yang lebih
singkat dibandingkan domba, sapi, kerbau dan kuda. Babi termasuk hewan Ungulata
yang bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang
aslinya berasal dari Eurasia.
Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan
praktikum Pengelolaan Usaha Peternakan mengenai Usaha Tani Ternak Babi. Hal ini
untuk mengidentifikasi pola pengembangan peternakan rakyat yang mempunyai skala
usaha yang ekonomis dan mampu memberikan kontribusi pendapatan keluarga yang
cukup memadai, mengarah pada pengembangan agribisnis peternakan, bukan hanya
sebagai usaha sampingan. Usaha ternak rakyat diharapkan menjadi pendapatan
utama rakyat peternak dan dapat memenuhi kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
keluarga peternak, seperti pada kegiatan ekoonomi keluarga lainnya dan bahkan
mengarah pada usaha peternakan keluarga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Usaha
Peternakan
Pengelolaan usaha tani pada hakikatnya akan dipengaruhi
oleh perilaku petani yang mengusahakan. Perilaku tersebut tergantung dari banyak faktor
diantaranya: watak, suku dan kebangsaan dari petani itu sendiri, tingkat
kebudayaan bangsa dan masyarakatnya, dan juga dari kebijaksanaan pemerintah
(Tohir, 1991).
Ternak sebagai komoditas, sekelompok ternak yang
dihasilkan dari turunan ternak sumberdaya melalui suatu perkawinan tertentu
atau kelompok ternak yang telah terpilih melalui satu jalur perkawinan tertentu
atau seleksi genetis tertentu berdasarkan ciri-ciri karakteristk yang diunggulkan.
Ternak komoditas berfungsi menghasilkan bakalan unggul. Contoh kelompok ini adalah ayam ras GPS (Grand Parent Stock). Ternak sebagai penghasil produk adalah kelompok ternak yang berfungsi
menghasilkan daging, susu, telur secara efisien. Contoh kelompok ini adalah
sapi bakalan impor, ayam ras pedaging, ayam petelur dan lain-lain (Yusdja dan
Ilham, 2006).
Usaha tani adalah kegiatan usaha manusia untuk
mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan
tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk
memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1982).
Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau
mengelola aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi
dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian
(Moehar, 2001).
Tujuan utama dari usaha ternak adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, baik
berupa uang maupun berwujud hasil. Usaha ternak bisa digolongkan menjadi dua:
Hasil Pokok, yaitu dapat berupa makanan seperti : daging, susu, dan telur.
Berupa tenaga kerja seperti tenaga kerbau dalam membajak.
Hasil Ikutan (by product),
pada umumnya, dari usaha ternak,
kecuali memberikan hasil utama, juga memberikan hasil
sampingnya yang bisa dimanfaatkan antara lain:
Pupuk, dari hewan ternak menyusui dan unggas dapat
diperoleh kotorannya yang sangat besar manfaatnya bagi usaha pertanian.
Kulit untuk sepatu, tas, alat musik dan wayang.
Tangkai tanduk digunakan untuk tangkai kipas, tangkai
wayang, sisir, kancing baju dan masih banyak lagi.
Tulang, dapat digunakan sebagai tepung tulang yang
digunakan sebagai pakan ayam dan babi (Sihombing, 2006).
Faktor-faktor produksi dalam usahatani terdiri atas empat
unsur pokok, yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Keempat faktor
produksi tersebut dalam usahatani mempunyai kedudukan yang sama pentingnya
(Hernanto, 1988).
Menurut Saragih (2000), berdasarkan corak usaha tani, kegiatan
usaha ternak di Indonesia, telah berkembang 4 tipologi usaha, yaitu :
Usaha tani ternak sebagai usaha sambilan,
yaitu petani ternak
mengusahakan berbagai macam komoditi terutama tanaman pangan, dimana ternak
sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat
pendapatan dari usaha tani ternak kurang dari 30%.
Usaha tani ternak sebagai cabang usaha,
yaitu petani ternak
mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang
usaha tani dengan tingkat pendapatan dan budidaya ternak 30-70% (semi
komersial). Usaha tani ternak sebagai usaha pokok, yaitu petani ternak mengusahakan ternak sebagai usaha sambilan (single
commodity) dengan tingkat pendapatan dari ternak sekitar 70-100%.
Usaha tani ternak sebagai usaha industri,
yaitu peternak
mengusahakan ternak sebagai industri komoditas ternak secara khusus (specialized
farming) dengan tingkat pendapatan 100% dari usaha ternak pilihan.
Aritonang (1993) berpendapat bahwa corak usahatani yang
sub-sistem umumnya menerapkan pola pe-nanganan ternak yang bersifat tradisional
(penerapan teknologi yang rendah) dengan skala usaha yang kecil. Semakin besar skala usaha, tujuan ekonomi semakin menonjol
sehing-ga prinsip ekonomi intensif diperhatikan
B. Usaha Ternak Babi
Menurut
Bunter dan Bennett (2004) babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil
daging. Babi memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara laina
dalah memiliki laju pertumbuhan yang cukup cepat dan juga memiliki jumlah anak
per kelahiran (litter size) yang tinggi. Sehingga, jika dilihat dari
kelebihan-kelebihannya tersebut maka babi memiliki potensi besar untuk
dikembangkan sebagai penghasil daging.
Ternak
babi merupakan ternak pemakan butir-butiran dan hijauan, termasuk hewan
profolik karena cepat sekali berkembang. Ternak ini secara komersil banyak
diusahakan di Sumatera Utara, Jawa Tengah dan beberapa provinsi lainnya. Sangat
disayangkan data statistik babi tidak membedakan jenis babi lokal dan babi
hybrid. Babi merupakan ternak yang mempunyai daya pertumbuhan dan perkembangan
yang relatif pesat, selain itu babi merupakan sumber daging yang sangat efisien
sehingga arti ekonominya sebagai ternak potong sangat tinggi. Potensi ternak
babi di Sumatera Utara pada tahun 2001 sebanyak 847.375 ekor, dilihat sementara
populasi yang terdapat di propinsi tersebut maka masih terbuka peluang
investasi untuk budidaya ternak babi di propinsi itu sebanyak 40.000 ekor. Oleh
karena itu banyak penduduk Sumatera Utara yang beternak babi baik secara
intensif maupun semi intensif sebagai usaha dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (Yusdja dan Ilham, 2006).
Babi
merupakan ternak omnivora monogastrik yaitu ternak pemakan semua pakan dan
mempunyai satu perut besar yang sederhana (Sihombing, 2006). Ternak babi
merupakan salah satu dari sekian jenis ternak yang mempunyai potensi sebagai
suatu sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki yaitu prolifik
(memiliki banyak anak setiap kelahiran), efisien dalam mengkonversi bahan
makanan menjadi daging dan mempunyai daging dengan persentase karkas yang
tinggi (Siagian, 1999). Bangsa ternak babi yang sudah dikenal dan banyak
dikembangkan, yaitu Yorkshire, Landrace, Duroc, Hampshire, dan Berkshire.
Bangsa ternak babi adalah sumber genetik yang tersedia bagi peternak. Hampir semua
ternak babi yang dikembangkan sekarang ini merupakan bangsa babi hasil
persilangan (Siagian, 1999). Usaha peternakan babi akan dapat mendatangkan
keuntungan ekonomi apabila dikembangkan dengan serius. Menurut Sihombing
(2006), dua syarat yang harus dipenuhi dalam memulai usaha ternak babi, adalah
pengadaan makanan yang cukup dan tempat pemasaran yang dekat. Varietas babi
yang diketahui sebanyak 312 tetapi hanya 87 yang resmi diakui sebagai bangsa
babi (recognized breeds) dan yang 255 lagi belum dianggap sebagai yang
resmi. Tiap varietas maupun bangsa babi ini memiliki ciri-ciri khas dan
beberapa diantaranya masih menempati geografis tertentu (Sihombing, 1997).
Pemeliharaan
ternak babi memerlukan biaya yang cukup besar terutama dalam hal pemberian
makanan. Biaya ongkos makan menduduki tempat tertinggi dari ongkos produksi
total yang kadang-kadang mencapai 80%. Hal ini disebabkan oleh babi tumbuh
begitu cepat sehingga keperluan akan makanan sangat tinggi. Misalnya saja untuk
kategori anak baru lahir sampai dipasarkan, pada waktu babi lahir beratnya 1,4
kg (berat lahir 1,0-1,5 kg) dan mencapai 163 kg setelah 18 bulan (Williamson
dan Payne, 1993).
Ternak
babi merupakan salah satu sumber daging dan untuk pemenuhan yang sangat efisien
diantara ternak-ternak yang lain, sehingga arti ekonomi sebagai ternak potong
cukup tinggi: Babi memiliki konversi pakan yang cukup tinggi. Ternak babi
sangat peridi (profilik), satu kali beranak dapat melahirkan 6-12 ekor, dan
satu ekor babi dapat beranak dua kali dalam setahun. Presentase karkas cukup
tinggi, dapat mencapai 65-80%, sedangkan domba dan kambing 45-50% dan kerbau
38%. Kandungan lemak babi cukup tinggi, dengan demikian kadar energinya juga
lebih tinggi. Ternak babi sangat efisien dalam megubah sisa pakan serta hasil
ikutan pertanian, pabrik dan lainnya. Ternak babi mudah beradaptasi
terhadapsistem pemakaian alat-alat perlengkapan kandang (Sihombing, 2006).
Blakely
dan Bade (1998) menyatakan bahwa bobot potong yang paling disukai oleh para
pengusaha saat ini telah berubah dari bobot potong optimal sebelumnya sebesar
90-100 kg menjadi 100-115 kg. Alasan utama
perubahan ini adalah karena menyangkut efisiensi dan kecenderungan
produk-produk olahan daging yang menggunakan karkas yang lebih berat.
Pada
umumnya tenaga kerja pada industri kecil mempunyai kelemahan pada pengetahuan
dan ketrampilan yang rendah, sehingga mengalami kesulitan dalam menciptakan
motif dan hiasan baru dalam menghasilkan produk, dan hanya mengandalkan
pengalaman kerja sehingga dapat menghambat perkembangan industri kecil
(Depdikbud, 1992). Peningkatan besar usaha atau jumlah ternak yang dipelihara,
umumnya para peternak diperhadapkan dengan berbagai kendala. Hal ini terutama
terbatasnya modal untuk biaya produksi disamping pemasaran produk ternak serta
penguasaan keterampilan beternak yang profesional (Rahardi et al., 1999).
Modal
merupakan bentuk kekayaan baik berupa uang ataupun barang yang digunakan untuk
menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
produksi. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual. Keuntungan, adalah selisih penerimaan dan semua biaya (Soekartawi,
2006).
Laju
perkembangan dan sukses atau gagalnya usaha peternakan babi dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang bersifat dinamis. Hasil pengamatan ditentukan aspek
penentu, yaitu tipe dan pola usaha yang meliputi, skala usaha, kondisi dan
kemampuan sumber daya produksi, tipe, ukuran, dan kondisi perkembangan serta
fasilitasnya, keadaan pasar dan transportasi, besar modal, kecepatan perputaran
modal, dan tingkat pembeliannya, stabilisasi permintaan, selera dan preferensi
masyarakat akan tipe produk yang dihasilkan dan kondisi ekonomi, macam dan
jumlah makanan yang tersedia, efisiensi ternak dalam mengubah makanan menjadi
produk daging (Aritonang, 1997).
C. Analisis Usaha
Usaha
ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa
lahan, ternak, tenaga kerja, dan modal untuk menghasilkan produk peternakan.
Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur, yaitu bibit, pakan,
dan manajemen atau pengolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan,
pemberian pakan, perkandangan dan kesehatan ternak. Manajemen juga mencakup
penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja (Abidin, 2002).
Metode
Suatu usaha pada dasarnya selalu diarahkan untuk mendapatkan keuntungan atau
laba. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi. Biaya
produksi adalah nilai dari semua korbanan ekonomi yang dapat diperkirakan dan
dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk (Rodjak, 2006).
R/C
ratio adalah alat analisis untuk melihat keuntungan relatif suatu usaha
terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Suatu usaha dikatakan
layak jika nilai R/C lebih besar dari 1. Semakin tinggi nilai R/C, maka tingkat
keuntungan suatu usaha semakin tinggi (Mahyuddin, 2009). Analisis usaha mutlak
dilakukan bila seseorang hendak memulai usaha. Analisis usaha dilakukan untuk
mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut menguntungkan atau merugikan.
Analisis usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan
perencanaan usaha. Dalam analisis usaha
diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan
perkembangan waktu (Supriadi, 2009).
Menurut
Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek
cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan
informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya
untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat
keuntungan yang diperoleh.
III. MATERI DAN
METODE
A. Materi Praktikum
Materi yang
digunakan dalam praktikum Pengelolaan Usaha Peternakan dipeternak babi ini
adalah:
1. Alat Tulis
2. Buku / Kertas
3. Kamera
4. Narasumber
B. Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum lapangan ini dilaksanakan pada hari Sabtu
tanggal 10 Mei 2014 di peternak babi yang beralamat di
Desa Kanten, Sroyo,
Karanganyar.
C. Jenis Data
Data yang digunakan dalam praktikum Pengelolaan Usaha
Peternakan ini adalah data primer. Data Primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung dari narasumber. Teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
data primer antara lain wawancara, observasi, diskusi terfokus dan kuesioner.
Data yang digunakan dalam laporan ini diperoleh dari:
1. Wawancara yaitu
dialog dan tanya jawab dengan narasumber (manajer/pengelola/pemilik) mengenai
analisis finansial peternakan Babi Bapak Kuncoro.
2. Observasi yaitu
pengenalan langsung tentang lokasi pelaksanaan kegiatan untuk memperoleh
gambaran lebih jelas mengenai aspek finansial peternakan babi Bapak Kuncoro.
3. Pencatatan data-data dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan dan mendukung kegiatan praktik
di lapangan.
4. Studi Pustaka, yaitu kegiatan
yang merupakan pelengkap dan pembanding dalam pemecahan masalah yang dibahas.
D. Metode
Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan jalan terjun langsung kelapangan dalam mencari data yang dibutuhkan (usaha peternakan Babi), yaitu dengan cara wawancara,
observasi, pencatatan dan pendokumentasian.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Identitas
Responden
a. Nama : Kuncoro
b. Umur : 69 Tahun
c. Pendidikan
Akhir : SMP
d. Pengalaman
Beternak : 12 tahun (meneruskan
bisnis keluarga)
e. Juml.
Tanggungan kel. : 5
f. Alamat :Desa
Kanten, Sroyo, Kebakkramat, Karanganyar.
Pemilik
peternakan babi ini bernama Bapak Kuncoro dan peternakannya diberi nama Kc
Farm. Bapak Kuncoro berusia 69 tahun dan memiliki keluarga dengan 1 orang istri
dan 3 orang anak. Pendidikan terakhir Bapak Kuncoro adalah Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Bapak Kuncoro
mendirikan usaha peternakan babi di desa Kanten, Sroyo, Kebakkramat,
Karanganyar. Peternakan ini sudah berdiri sejak tahun 1992 tepatnya 12 tahun lalu yang
pertama mendirikan adalah ayah dari Bapak Kuncoro. Menurut Bunter dan Bennett
(2004) babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging. Babi
memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain adalah memiliki laju pertumbuhan yang
cukup cepat dan juga memiliki jumlah anak per kelahiran (litter size)
yang tinggi. Sehingga, jika dilihat dari kelebihan-kelebihannya tersebut maka
babi memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai penghasil daging. Hal ini sama seperti alasan Pak Kuncoro dalam
mendirikan peternakan babi,
yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
2. Status
Usaha
Status usaha peternakan babi yang dimiliki Bapak Kuncoro
atau Kc Farm adalah milik sendiri. Usaha tersebut merupakan bisnis keluarga
yang didirikan sejak tahun 1992. Sampai saat ini memiliki babi sejumlah 400
ekor. Babi yang ada di peternakan tersebut terdiri dari 10 ekor pejantan, 60
ekor induk dan 330 anak babi. Pejantan yang digunakan, yaitu yorkshire
dan betina, yaitu landrace.
3. Manajemen
Permodalan dan Pemasaran
Menurut Soekarwati
(2005), modal merupakan bentuk kekayaan baik berupa uang ataupun barang yang
digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam proses produksi. Modal tetap dalam usaha ternak babi ini meliputi lahan,
pembuatan kandang serta peralatan kandang. Sedangkan modal tidak tetap meliputi
pakan, listrik, gaji tenaga kerja, obat-obatan, dan bahan bakar. Usaha
peternakan milik Pak Kuncoro pada periode tahun 2013-2014 setelah melakukan
analisis usaha mendapatkan total peneriman sebesar Rp.
372.222.000,-/tahun.
Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2006). Total
penerimaan tersebut diperoleh dari kenaikan nilai ternak, ditambahkan dengan
penjuala babi pada periode ini sebanyak 10 ekor dan dikurangi dengan babi yang
mati pada tahun ini. Pengeluaran yang dilakukan oleh Bapak Kuncoro, yaitu
sebesar Rp.174.175.000,-/tahun pengeluaran tersebut diantaranya, yaitu
penyusutan, bunga modal, tenaga kerja, pakan ternak, dan obat-obatan.
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi
atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus
dikeluarkan ada atau tidak ada ternakdi kandang, biaya ini harus tetap keluar.
Menurut Rodjak (2006), biaya produksi adalah nilai dari semua korbanan ekonomi
yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk.
Misalnya : gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan
bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang
dikeluarkan berhubungan dengan jumlah produksi dari ternak yang dihasilkan (Rasyaf, 1995). Biaya tetap
yang di keluarkan Bapak Kuncoro pada usaha peternakan babi ini yaitu gaji pekerja harian sebesar Rp
30.000,- penyusutan sebesar Rp 2.750.000, bunga atas modal sebesar Rp
2.025.000.
4. Pendapatan
Bersih
Pendapatan bersih Peternakan babi ini sebesar
Rp 198.047.000,-/tahun yang diperoleh dari total penerimaan di kurangi total
biaya. Total penerimaan sendiri, yaitu sebesar Rp 372.222.000 dan total biaya, yaitu sebesar Rp 174.175.000
Hal ini sesuai dengan Soekartawi (2006) dibukunya menyatakan bahwa keuntungan
adalah selisih penerimaan dan semua biaya.
5. Efisiensi
Ekonomi
R/C ratio adalah alat analisis untuk melihat keuntungan
relatif suatu usaha terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Suatu
usaha dikatakan layak jika nilai R/C lebih besar dari 1. Semakin tinggi nilai R/C,
maka tingkat keuntungan suatu usaha semakin tinggi (Mahyuddin, 2009). Efisiensi ekonomi yang diperoleh dari total penerimaan yang
dibagi dengan total biaya di Peternakan babi yaitu 2,137. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha ternak babi milik pak Kuncoro ini menguntungkan.
6. Efisiensi
Kerja
Efisiensi kerja adalah total penerimaan dibagi dengan
pencurahan kerja (Dinas Pendidikan, 2007). Peternakan babi Bapak Kuncoro
memiliki Efisiensi kerja sebesar Rp 203.957.26 /jam/TK SP/tahun. Efisiensi
tersebut didapat perhitungan dari Total Penerimaan yang didapat dibagi dengan
Pencurahan kerja. Total Penerimaan sebesar Rp 372.222.000,- sedangkan
pencurahan kerja, yaitu 1825 jam/ TK SP. Sehingga didapat Efisiensi kerja Rp
203.957,26 /jam/TK SP/ Tahunan.
7. Kendala
Setiap usaha yang dijalankan pasti memiliki kendala.
Kendala yang ada di peternakan babi milik bapak Kuncoro adalah tidak menentunya
harga babi atau harga babi selalu naik turun. Selain harga babi yang selalu
mengalami naik turun, kendala penyakit mewabah yang tiba-tiba muncul di wilayah
tersebut. Menurut Williamson dan Payne (1993), pemeliharaan ternak babi
memerlukan biaya yang cukup besar terutama dalam hal pemberian makanan. Peningkatan
besar usaha atau jumlah ternak yang dipelihara, umumnya para peternak
diperhadapkan dengan berbagai kendala. Hal ini terutama terbatasnya modal untuk
biaya produksi disamping pemasaran produk ternak serta penguasaan keterampilan
beternak yang profesional (Rahardi, dkk. 1999). Hal tersebut yang menjadi kendala pada usaha peternakan
Bapak Kuncoro saat ini.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jumlah ternak
babi yang dimiliki adalah 400 ekor. Terdiri dari 10 ekor jantan, 50 ekor
betina, dan 330 ekor anak babi.
2. Total
pendapatan bersih di peternakan babi Pak Kuncoro adalaah sebesar Rp
198.047.000,-per tahun.
3. Nilai Efisiensi
ekonomi sebesar 2,137 yang menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan dan
efisiensi kerja sebesar Rp 203.957,26,-.
4. Kendala yang
dihadapi, yaitu naik turunnya harga babi dan penyakit tahunan yang tiba-tiba
menyerang dan mematikan.
B. Saran
Saran untuk peternakan babi Pak Kuncoro, yaitu lebih
diperhatikan lagi tentang kesehatan, keamanan, dan kualitas ternak babi agar
menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu bersaing untuk menjadi
peternakan yang lebih besar dan berkembang. Memanfaatkan lahan dan juga limbah
darri peternakan tersebut agar bernilai ekonomis dan menguntungkan pemilik
serta lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Penggemukan
Sapi Potong. PT.Agro Media Pustaka. Jakarta.
Adiwilaga, A. 1982. Ilmu Usaha
Tani. Penerbit Universitas Padjajaran. Bandung.
Blakely, J. dan D.H Bade 1998. Ilmu
peternakan. Cetakan keempat. Terjemahan: B. Srigandono. Universitas Gajah
Mada Press. Yogyakarta.
Bunter danBennet. 2004. Animal
Science and Industry. Cetakan keempat. Prentice
Hall, Inc.New Yersey.
Mahyuddin. 2009. Analisis
Profitabilitas, Rentabilitas, Break Even Point, dan Pay Back Periode Pada Usaha
Pembibitan Sapi Potong. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.
Rodjak. 2006. Analis Usaha Ternak Babi. Cetakankedua.
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Saragih.
2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. USESE Foundation dan Pusdi
Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setiawan, T. dan Arsa,
T. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Siagian, P. H. 1999. Manajemen Ternak
Babi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sihombing.
2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar
Ekonomi :Teori dan Aplikasinya. CV. Raja
Grafindo. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis
Usaha tani. Universitas Indonesia. Jakarta.
Suharno dan Nazaruddin. 1994. Ternak
Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriyadi. 2009. Analisis Usaha Itik. Gramedia. Jakarta.
Yusdja dan Ilham. 2006. Arah
Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat. Analisis Kebijakan Pertanian.Volume 4.
Nomor 1, Maret 2006 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.