page hit counter -->

Laporan Manajemen Ternak Perah

Kali ini saya mau share tentang hasil praktikum saya dari mata kuliah manajemen ternak perah. Laporan ini berisi tentang praktikum saya di CV Murni Pucang Sawit Surakarta.


BAB I
PENDAHULUAN


          A.      Latar Belakang

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Salah satu usaha guna pemenuan komoditi susu yang terus dikembangkan oleh peternak adalah pemeliharaan sapi perah. Sapi perah merupakan salah satu panghasil protein hewani yang sangat penting. Usaha ternak sapi perah di Indonesia baru dimulai pada abad ke-17 bersamaan dengan masuknya belanda ke Indonesia, pada waktu itu orang belanda merasa berkepentingan mandatangkan sapi perah, agar dapat memperoleh produksi susu untukmemenuhi kebutuhan mereka. Pada waktu itu bangsa sapi tipe perah yang didatangkan adalah Friesian Holstein (FH) dari negeri Belanda, maka tidak mengherankan populasi bangsa sapi perah di Indonsia sebagian besar adalah Friesian Holstein.

Setiap suatu usaha pasti berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan, keuntungan dapat diperoleh bila besanya pemasukan (input) dari usaha tersebut harus lebih besar daripada pengeluarannya. Usaha akan berjalan dengan baik bila persiapan dilakukan secara matang. Faktor yang akan menjadi penghambat perlu diketahui dan dicari informasi pemecahannya, sekaligus faktor pendukung yang ada dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu, informasi prospek pemasaran susu sapi termasuk hal penting untuk diketahui. Adapun perusahaan peternakan yang terletak di kota Surakarta adalah perusahaan sapi perah CV Murni. Tujuan diadakannya praktikum Ilmu Ekonomi Perusahaan Peternakan adalah untuk mengetahui kondisi ekonomi di perusahaan tersebut.

 Rendahnya produksi air susu di daerah tropik disebabkan karena faktor klimat, penyakit, pemuliaan, pakan dan pengelolaan, ketinggian tempat, stress, transportasi dan teknik penyimpanan susu. Hal-hal di atas memotivasi para peternak melakukan upaya untuk meminimalis hambatan-hambatan tersebut, rangkuman dari upaya tersebut adalah memanage usaha pruduksi susu sapi perah sehingga dapat menghasilkan produk yang bermutu tinggi baik dari segi kualitas maupun kuantitas, higienis serta dapat bersaing dengan produk impor, dari hal-hal diatas, maka pelaksanaan praktikum Manajemen Ternak Perah sangat diperlukan bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengetahuan tentang mengelola usaha produksi ternak perah.

B.       Tujuan Dan Manfaat Praktikum
1.   Tujuan
Praktikum Manajemen Ternak Perah bertujuan untuk :
a.         Mengetahui tata laksana/kegiatan suatu perusahaan ternak perah.
b. Mengetahui kondisi suatu perusahaan ternak perah menyangkut kondisi ternak, perkandangan, dan sanitasi
2.         Manfaat
Manfaat praktikum Manajemen TernakPerah antaralian :
a.       Memotivasi mahasiswa untuk beternak khususnya beternak sapi perah
b.      Mengetahui tata cara pemeliharaan ternak perah
c. Mahasiswa mendapat pengalaman dalam tata laksana pemeliharaan sapi perah di perusahaan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.  Keterangan Umum Perusahaan
Peranan seorang manajer dalam suatu perusahaan peternakan sangat menonjol. Kehadiran tenaga terlatih yang sangat terampil melakukan segala tata laksana peternakan, disertai penataan perlengkapan dan peralatan perusahaan peternakan yang disesuaikan dengan faktor fisik dan ekonomi akan menentukan keberhasilan tujuan tersebut (Santosa, 2005).

Perusahaan peternakan adalah tempat berlangsungnya penggabungan faktor produksi di bidang peternakan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan komersial.Sebelum mendirikan perusahaan peternakan, seorang pengusaha harus memikirkan banyaknya modal yang diperlukan, kemungkinan kegagalan, dampak terhadap lingkungan, pemilihan lokasi yang strategis.Perusahaan peternakan memiliki ciri khas yang mudah untuk dikenali yaitu memiliki pola usaha besar, manajemen terstruktur, berbadan hukum (Dinas Pendidikan, 2007).

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternak skala kecil dan menengah. Usaha ternak sapi perah Indonesia memiliki komposisi peternak skala kecil mencapai 80 persen, peternak skala menengah 17 persen dan peternak skala besara mencapai 3 persen. Dengan rata-rata pemilikan sapi sebanyak 3-5 ekor per peternak, tingkat efisiensi usahanya masih rendah. Jika skala kepemilikan ternak tersebut  ditingkatkan menjadi 7 ekor per peternak maka diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat efisiensi usaha sekitar 30 persen (Swastika et al., 2000).   

Breed sapi Holstein/Friesian Holstein/Fries Holland/FH, asalnya dari propinsi Friesien negeri Belanda, masuk Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda atas prakarsa Kontrolir Van Andel yang bertugas dari Kawedanan Tengger, Pasuruan (1891-1892), atas anjuran dokter hewan Bosma mengimpor sapi pejantan Fries Holland langsung dari negeri Belanda. Sejak tahun 1900 di Lembang dan Cisarua (Bandung) telah terdapat perusahaan sapi perah Fries Holland murni, disamping itu di Klaten (Jawa Tengah) terdapat pula pembibitan sapi pejantan muda Fries Holland dari negeri Belanda sebanyak 22 ekor dan langsung dibawa ke Grati, Pasuruan (Soetarno, 2003).

B.     Manajemen Pedet
Langkah pertama yang harus dilakukan terhadap pedet yang baru lahir adalah membersihkan lendir di dalam rongga mulut dan rongga hidung serta mengeringkan bulunya yang dapat dilakukan dengan baik oleh induknya sendiri. Tali pusar dipotong pendek (2 cm dari pangkalnya) dan diberi yodium segera mungkin setelah kelahiran untuk mencegah infeksi. Biarkan pedet bersama induk selama 40-72 jam, agar pedet mendapat kolostrum dan menggertak induk untuk mengeluarkan susu dengan mudah dan lancar. Selanjutnya pedet ditempatkan dalam kandang khusus pedet serta dijaga supaya pedet dan alas kandangnya tetap kering. Selanjutnya yang terpenting adalah pedet harus mendapatkan kolostrum ( yaitu susu yang dihasilkan oleh induk yang baru melahirkan ) yang dihasilkan induk hingga 1 minggu setelah kelahiran sebanyak tidak lebih dari 6% berat badannya (Ellyza, 2011).

Kolostrum sangat penting bagi pedet yang baru saja lahir, karena: Kolostrum kaya akan protein (casein) dibandingkan susu biasa. Protein dibutuhkan pedet untuk pertumbuhan tubuh, kolostrum mengandung vitamin A, B2, C dan vitamin-vitamin yang sangat diperlukan pedet, kolostrum mengandung zat penangkis (anti bodi) yang dapat memberi kekebalan bagi pedet terutama terhadap bakteri E. coli penyebab scours. Zat penangkis tersebut misalnya immuglobin (Soetarno, 2003).

Susu pengganti (milk replacer) adalah susu buatan untuk menggantikan susu induk yang berasal dari bahan utama susu skim dengan penambahan bahan-bahan yang berasal dari pengolahan ikan, buah, biji-bijian tanaman pangan serta dilengkapi dengan vitamin dan mineral. Susu pengganti diberikan ke pedet sebagai pengganti susu segar/susu induk selama periode pra-sapih. Susu pengganti harus dibuat dengan bahan dan cara tertentu sehingga memiliki kandungan nutrien serta mempunyai sifat fisik, khemis dan biologis yang mirip dengan susu segar (Musofie et al., 2000).

Pemotongan tanduk juga penting dilakukan. Pada beberapa kasus, putting sapi perah bias berjumlah lebih dari 4. Kelebihan putting ini harus dihilangkan bila anak sapi telah berumur 1-2 bulan. Kolostrum harus sesegera mungkin diberikan pada pedet yang baru lahir agar lebih cepat mendapatkan antibody. Pemberiannya sekitar 6% dari berat lahir selama 6 jam setelah lahir atau tidak lebih dari 4% berat lahir per pemberian. Kolostrum diberikan kira-kira sampai lima hari setelah dilahirkan. Selanjutnya, pedet diberi susu normal dengan ketentuan pemberian setelah kolostrum, yaitu minggu ke-2 sebanyak 8% dari bobot lahir, minggu ke-3 sebanyak 9% dari bobot lahir, minggu ke-4 sebanyak 10% dari bobot lahir, minggu ke-5 sebanyak 8% dari bobot lahir, dan minggu ke-6 sebanyak 5% dari bobot lahir. Penyapihan pada pedet tergantung berat bedan dan kondisi pedet (Susilorini, 2009).

C.  Manajemen Sapi Dara
Sapi dara merupakan sapi betina umur 1-2 tahun atau lebih dan belum beranak. Pememliharaan dan pemberian pakan pada sapi perah dara sebelum beranak sangat memepengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan sapi-sapi dara sebelum beranak yang pertama tergantung sekali pada cara pemeliharaan dan pemberian makanannya. Kerap kali para peternak mengabaikan pemeliharaan anak-anak sapi setelah anak sapi tersebut tidak menerima susu lagi, sehingga dengan demikian pertumbuhan sapi-sapi dara akan terhambat. Sapi-sapi betina muda akan tumbuh terus dengan baik sampai umur 5 tahun, bila pemeliharaan dan makanan yang diberikan pada masa, pertumbuhan ini tidak baik maka pada waktu sapi-sapi betina beranak untuk pertama kalinya besar badannya tak dapat mencapai ukuran yang normal dan hewan itu akan tetap kecil, disamping itu umur beranak yang pertamanya akan terlambat sampai umur 3 tahun atau lebih keadaan ini banyak terdapat di Indonesia. Juga dalam hal produksi susunya tak akan sesuai seperti yang diharapkan. Karena itu perhatian haruslah banyak ditujukan pula pada pertumbuhan sapi-sapi dara dengan selalu memperhatikan makanannya baik kualitas maupun kuantitasnya, agar supaya tetap mempertahankan kecepatan tumbuhnya. Selain hijauan anak-anak sapi diberikan pula makanan penguat (Soetarno, 2003).

Ketersedian air perlu diperhitungkan terlebih dahulu sebelum suatu usaha pemeliharaan sapi dimulai karena air merupakan suatu kebutuhan mutlak. Ketersediaan air diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air minum, pembersihan kandang atau halaman serta untuk memandikan sapi. Kebutuhan air minum dapat berasal dari air minum khusus yang sengaja disediakan pada bak-bak air, baik di padang penggembalaan maupun di kandang ataupun di halaman pengelolaan. Oleh karena itu cara penyediaan maupun cara pembeian memerlukan peralatan yang bagus (Santosa, 2001).

Setelah umur sapi dara 12 bulan, akan tumbuh baik apabila hijauan yang diberikan berkualitas baik, jadi perlu diusahakan sebelum umur 12 bulan sapi harus memiliki nafsu makan yang kuat, rumen bagus dan sehat. Apabila pakan yang diberikan baik, sapi dara menunjukkan birahi pertama sekitar 9-10 bulan. Adakalanya apabila pakan kurang baik sapi tidak menunjukkan birahi sampai umur 20 bulan atau lebih. Setelah umur 12 bulan meskipun menunjukkan tanda birahi sapi belum cukup umur untuk dikawinkan. Perkawinan akan dilakukan setelah sapi umur 15 bulan dengan berat mencapai. Apabila sapi dara sudah umur 15 bulan dan berat badan 350 kg dan menunjukkan tanda-tanda minta kawin yaitu : vulva 3A, gelisah, sering menguak, menaiki sapi lain, diam waktu dinaiki sapi lain, itulah saat yang tepat untuk dikawinkan (Soetarno, 2003).

Sejak mulai umur 3 bulan calf starter yang mengandung protein kasar 16-18% secara sedikit demi sedikit diganti dengan makanan penguat yang mengandung 12 atau 13 protein kasar, tetapi bila hijauan yang diberikan berkualitas sedang, maka makanan tersebut sama dengan calf starter (75% MN) jumlah konsentrat yang diberikan tergantung kualitas dan kuantitas hijauan yang diberikan kepada sapi dara tersebut. Sapi-sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama kali setelah sapi sebut berumur 15-18 bulan dan besar badannya telah cukup besarnya dengan berat badan ± 300 kg. Hal ini penting supaya sapi-sapi dara dapat beranak pada umur 2 tahun Pada kira-kira 2 bulan sebelum beranak, maka pemberian makanan penguat harus ditambah disesuaikan dengan kebutuhan sapi bunting (Priyo, 2008).

D.  Manajemen Sapi Dewasa
Soetarno (2000), menyatakan apabila sapi beranak pertama umur dua sampai tiga tahun dengan jarak beranak 12 bulan, lama laktasi 10 bulan, dewasa produksi atau produksi tertinggi dicapai pada laktasi keempat atau berumur empat sampai lima tahun setelah produksi tinggi dicapai, biasanya produksinya menurun secara berangsur setelah 12 tahun keatas sapi dikeluarkan karena gangguan kesehatan dan reproduksi, kadang sapi dapat menghasilkan susu sampai umur 15 tahun atau lebih. Sudono et al. (2004), menyatakan bahwa mengemukakan sapi perah yang sedang menyusui memerlukan makanan tambahan sekitar 25% hijauan dan kosentrat di dalam ransum. Hijauan dapat berupa rumput alam, rumpurt Unggul dan leguminosa.
Pemandiaan sapi perah sangat perlu dilakukan agar susu yang dihasilkan bersih dari kotoran maupun rambut yang rontok dan agar sapi tetap sehat karena respirasi kulitbaik sehingga metabolisme akan baik juga. Betina yg diperah sebaiknya disikat setiap hari untuk menghilangkan rambut-rambut yang rontok, rambut panjang di sekitar ambing kaki belakang serta bagian belakang dari daerah lipat paha dicukur agar mudah dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel sehingga takmengotori susu dan air cukup  dimandikan agar lebih bersih dan segar (Arif, 2009).
Selesai diperah, ambing dilap  menggunakan  kain  yang  telah dibasahi oleh  desinfektan.  Kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Setelah itu ,puting  juga dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik. Semua  peralatan  yang  digunakan  untuk memerah juga harus dibersihkan, kemudian dikeringkan.  Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat, kemudian  disaring  agar  kotoran  saat  pemerahan  tidak  ikut  masuk ke dalam susu  (Syarief dan Harianto, 2011).

Pemberian pakan sapi dara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu system penggembalaan (pasture fattening), kereman (dry lot fattening), kombinasi cara pertama dan kedua. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan dapat berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfafa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyk 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2 % dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur (Suranto, 2003).

Kotoran ditimbun ditempat lain agar mengalami proses fermentasi (1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara di dalamnya berjalan lancer. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masuh di dalam atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak di injak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanent berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari permukaan lantai (Anonim, 2005). 

Sapi perah dewasa dilakukan exercise (gerak jalan), pemeliharaan kuku, kebersihan badan, dan perlu diperhatikan perkembangan reproduksi seperti masa birahi, masa perkawinan, dan beranak. Pembuatan catatan meliputi catatan reproduksi dan kesehatan. Sapi perah yang umumnya dimanfaatkan sebagai indukan adalah sapi FH (Fries Holland) dengan cirri-ciri warna bulu putih dengan bercak hitam, berat badan betina dewasa 625 kg, pembawaan betina tenang dan jinak, daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja, dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15-18 bulan, produksi susu relative lebih tinggi dibanding sapi perah lainnya (Anonim, 2005)

Sapi sebelum diperah kandang tempat dimana sapi itu hendak diperah harus dibersihkan atau dicuci dulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silage), karena air susu itu mudah sekali menyerap baubauan yang dapat mempengaruhi kualitas air susu. Sebaiknya sapi yang hendak diperah diberikan makanan penguat lebih dulu, supaya sapi tersebut dalam keadaan tenang. Jangan diberikan rumput atau hijauan lainnya sebelum atau selama diperah untuk menjamin air susu yang dihasilkan tetap bersih dan mempunyai kualitas yang baik. Sebelum sapi diperah hendaknya bagian badan sapi daerah lipat papa dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh ke dalam susu pada waktu sapi itu diperah. Sebelum hangat untuk mengurangi timbulnya kontaminasi bakteri pada susu, disamping itu untuk merangsang keluarnya atau memancarnya susu sehinggai memudahkan pemerahan. Cara pemerahan susu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemerahan dengan mengunakan alat mesin perah dan pemerahan secara manual. Bila terdapat air susu yang abnormal yang dihasilkan dari seekor sapi, maka sapi ini harus diperah yang terakhir dan air susunya dipisahkan dari air. sapi-sapi perah yang baik masa keringnya ialah peternakan di Lembang dan Rawa Seneng ± 2 bulan, sedangkan di peternakan-peternakan lainnya terlalu lama. Hal ini disebabkan adanya gangguan reproduksi artinya sulit untuk dijadikan bunting kembali. Dalam hal lain masih banyak terdapat perusahaan peternakan sapi perah yang masa keringnya kurang dari 6 minggu dengan alasan sapinya masih berproduksi banyak ± 5 liter dan merasa sayang atau rugi kalau dikeringkan. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya lama hidup berproduksi (longervity) yang pendek dari sapi-sapi yang masa keringnya pendek. Sapi yang mempumyai longervity yang panjang akan menghasilkan susu yang lebih banyak per unit pakan yang dimakan, dengan demikian alasan lebih efisien dalam biaya (Priyo, 2008).

E.  Manajemen Kesehatan
Peradangan dapat terjadi pada satu kelenjar atau lebih dan mudah dikenali apabila pada kelenjar susu menampakkan gejala peradangan yang jelas. Kelenjar ambing membengkak, edematus berisi cairan eksudat yang disertai tanda-tanda peradangan yang lainnay seperti suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit, dan penurunan fungsi.Akan tetapi seringkali suit diketahui kapan terjadi suatu peradangan, sehingga diagnosis terhadap mastitis sering dilakukan dengan melakukan pengujian pada produksi susu, misalnya dengan penghitungan jumlah sel somatik (JSS) dalam susu (Paryati, 2002).

Mastitis bersifat kompleks karena : (1) Penyebabnya beragam (bakteri : streptococcus sp, stphylococcus sp, dan lain-lain, kapang atau khamir serta virus); (2) Tingkat reaksinya beragam; (3) Lama penyakitnya bervariasi; (4) Akibat yang ditimbulkannya sangat bervariasi. Ada 3 faktor mempermudah terjadinya mastitis yaitu, kondisi hewan itu sendiri, kondisi lingkungan yang buruk dan agen penyebab penyakit (Anonimus, 2009).

Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae Epizootica (AE)
disebabkan oleh  virus. Penyakit ini menular kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur, dan benda lain yang tercemar kuman AE. Gejala : (1) rongga mulut, lidah dan telapak kaki atau atau tracak melepuh serta terdapat tojolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan. Adapun cara pengendalian tersebut adalah: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah (Anonimus, 2009).

F.   Kandang Dan Peralatan
Kandang merupakan bagian penting yang harus ada dalam suatu perusahaan peternakan sapi perah. Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang ditujukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan seperti terik matahari, hujan, angin, gangguan binatang buas, serta untuk memudahkan dalam pengelolaan (Nurdin, 2011).

Kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan sehingga ternak akan memperoleh kenyamanan. Keperluan kandang pemeliharaan sapi potong tidak terlalu penting seperti pada pemeliharaan sapi perah karena pemeliharaan sapi potong dapat dilakukan dengan sistem ladang ternak (Santoso, 2009).

Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Sedangkan kandang yang efektif perlu direncanakan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan kenyamanan bagi ternak, aman dan menyenangkan bagi karyawan, efisiensi dalam penggunaaa tenaga kerja dan peralatan serta mudah dalam pengawasan/pengontrolan penyakit (Sudono et al, 2004). Kandang sapi perah dilengkapi dengan saluran pembuangan berupa selokan kecil yang  memanjang dibagian belakang posisi sapi.  Cara  pengambilan  kotoran biasanya dengan mengguyurkan ke arah kotoran sapi yang berserakan sehingga, kotoran tersebut langsung  mengalir ke suatu bak penampungan (Setiawan, 2003).

Kebutuhan hijauan pada setiap jenis ternak berbeda-beda. Ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba memerlukan jumlah hijauan yang lebih banyak dari pada ternak non ruminansia seperti ; babi, kuda, unggas, dan lainnya. Pada umumnya jumlah hijauan yang diberikan pada ternak tersebut adalah 10 % dari berat hidup, sedangkan makanan penguat misalnya konsentrat hanya diberikan 1 % saja dari berat hidup.Kebutuhan ternak perah akan zat makanan terdiri atas 2 bagian, Pertama, kebutuhan hidup pokok (maintainance repoirements), yaitu kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Kedua, kebutuhan produksi (pertumbuhan, produksi air susu, dan sebagainya) (Nursiam, 2010). Upaya untuk pencegahan dan pengobatan panyakit pada sapi perah yang paling utama adalah sanitasi dan disinfektan karena sanitasi merupakan ujung tombak yang tidak bisa untuk diabaikan dalam suatu usaha peternakan (Wiharto, 2006).

G. Penanganan Feses
Limbah sapi dapat berupa kotoran/ feses dan air seni. Saat ini, limbah sapi yang dijadikan kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Sudono et al., 2003).

Tinja atau feses adalah produk buangan dari saluran pencernaan hewan yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka. Feses merupakan limbah organik yang bersifat biodegradable, yaitu senyawa yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Pengolahan feses ternak dapat dimanfaatkan sebagai biogas, pakan, dan pupuk (Anonimus, 2010).

Limbah sapi dapat berupa kotoran/feses dan air seni.Saat ini, limbah sapi yang dijadikan kompos atau pupuk organik banak diminati masyarakat.Hal ini disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Sudono et al., 2003).

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemelihraan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak dan lain-lain.Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (Sihombing, 2000). 

Kotoran sapi bila didekomposisi dengan stardec yang mengandung mikroorganisme cell akan menghasilkan pupuk organik disebut sebagai fine compost. Fine compost akan menyuplai unsur hara yang ddiperlukan tanaman sekaligus memperbaiki struktur tanah. Hasilnya, biaya produksi lebih rendah dan produksi meningkat.Stardec dihasilkan LHM (Lembah Hijau Multifarm), bertujuan sebagai salah satu upaya membantu tercapainya keseimbangan, serta membuat limbah-limbah yang tidak berguna menjadi berdaya guna dan berdaya hasil.Limbah seperti kotoran ternak dan blotong pabrik gula yang diolah dengan stardec mampu menciptakan sebuah solusi untuk meningkatkan martabat alam yang seimbang (Trobos, 2001).

H.  Hambatan/Kendala Usaha
Keberhasilan suatu peternakan sangat tergantung kepada tata laksana yang dilakukan. Tanpa tata laksana yang teratur dan baik, produksi yang dihasilkan ternak tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan suatu kerugian dan kehancuran yang cukup besar akan senantiasa mengancam. Peranan seorang manajer dalam suatu perusahaan peternakan sangat menonjol. Kehadiran tenaga terlatih yang sangat terampil melakukan segala tata laksana peternakan, disertai penataan perlengkapan dan peralatan perusahaan peternakan yang disesuaikan dengan faktor fisik dan ekonomi akan menentukan keberhasilan tujuan tersebut (Santosa, 2001).

Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan pengembangan sapi perah di Indonesia mengalami kelambanan walaupun populasi sapi perah meningkat pesat, diantaranya yaitu:
1.    Permintaan akan komoditi susu segar tidak menunjukkan peningkatan yang pesat walau peningkatan akan komoditi protein hewani telah mengalami peningkatan yang sangat pesat.
2.    Kurangnya tenaga inseminator pada daerah tertentu, dimana di daerah tersebut banyak peternak sapi perah yang menginginkannya.
3.    Sebagai akibat perkembangan ternak perah, maka daerah sekitar lokasi peternakan akan mengalami kekurangan rumput gajah (rumput hijau) yang merupakan sumber makanan bergizi bagi ternak sapi-sapi perah.
4.    Masalah penyakit yang dapat menyerang ternak sapi perah.
5.    Tidak semua peternak dapat memasarkan hasil produksinya dengan baik dan lancar (Trobos, 2001).

Cara pemberian pakan yang secara ad libitum seringkali tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang dapat membahayakan ternak apabila termakan. Oleh karena itu, cara yang terbaik adalah membatasi pakan dengan catatan baik kuantitas maupun kualitasnya mencukupi kebutuhan (Santosa, 2005).


 DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1982. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
AAK., 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Akoso. 1996. Ilmu KesehatanTernak Umum.Gramedia, Jakarta
Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia. Jakarta.
Anonimus . 1995. Pengolahan Ternak Sapi Pedaging. fp-usu , Medan
Buckle, K. A., Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton., 1985. Ilmu Pangan. Indonesia University  Press. Jakarta.
Ellyza. 2011. Manajemen Sapi Perah. Graha Ilmu. Jogjakarta.
Hadiyanto. 1983. Ilmu Pengelolaan Peternakan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Jahja dan Retno,1993. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan Pengelolaannya. Bull. FKH-UGM Vol. X:2
MOSES, D. F., A. VARCARCEL, L. J. PEREZ and M. A. DE LAS HERAS. 1996. Intracellular ATP concentration are maintained in freezing-resistant ram spermatozoa. Cryo-Letters. 17:287-294.
Musofie, A., N. Kusumawardani dan Aryogi. 1992. Pengaruh penggunaan susu skim dalam milk replacer terhadap  pertumbuhan pedet sapi perah. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Grati. Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Nugroho, C.P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Nurdin, E., 2011. Manajemen Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta
Pane, I., 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta.
Partodihardjo, S., 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
Rasyaf, Muhammad. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Swadaya. Jakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropis Edisi 2. BPFE. Yogyakarta
Santosa, U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santosa, U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santosa, U.  2009. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soetarno, T. 1999. Manajemen Ternak Perah. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Sudono, A; Rusdiana, R.F; dan Setiawan, B.S. 2004. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Susilorini,T.E. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tilman, A.D, H Hartadi, S Reksohadiprodjo, S Prawirokoesumo dan S Lebdosoekodjo., 1998. Ilmu Makanan ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Trobos. 2001. Fine Compost Lebih Irit dan Menguntungkan. Trobo no 24 / tahun 11. Jakarta.
Williamson, G dan W.J.A. Payne., 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

         Karena Isi Laporan Praktikum ini banyak sekali, Untuk mendapatkan Laporan Praktikum Manajemen Ternak Perah Silahkan Download Dibawah Ini :


Laporan Manajemen Ternak Perah
            password rar : thoms212.blogspot.com








Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel