page hit counter -->

SISTEM REPRODUKSI BURUNG PUYUH

PENDAHULUAN

Burung Puyuh (Cortunix  sp.) atau yang dikenal dengan Gemak pada mulanya kurang mendapat perhatian dari peternak. Sebab selain tubuhnya kecil, telurnya kecil, serta bentuk dan bulunya tidak begitu menarik. Namun, anggapan itu berubah setelah pemerintah memperhatikan dan menunjang peternak ayam, serta adanya ahli peternakan yang mengadakan penelitian terhadap puyuh. Dari hasil penelitian didapatkan hasil-hasil yang positif, antara lain telur puyuh kaya akan protein bahkan lebih tinggi dari telur ayam dan itik. Daging dari burung puyuh memiliki rasa yang gurih dan tak kalah enaknya bila dibandingkan dengan unggas-unggas lainya. Kotoran burung puyuh dimanfaatkan untuk dibuat pupuk yang baik untuk tanaman sayuran.

Bermula dari sinilah orang mulai memperhatikan dan mulai berternak burung puyuh ini. Apalagi setelah mengetahui dari para ahli yang mengatakan bahwa kekuatan puyuh bertelur ini sama dengan kekuatan ayam. Hingga seekor puyuh akan dapat menghasilkan telur antara 250-300 butir dalam setahun.

Puyuh membutuhkan protein pakan lebih tinggi (24%) dibanding unggas lain, sedangkan ME sebesar 2800 kkal/kg (Anggorodi, 1995; Utami dan Riyanto, 2002). Harga pakan yang fluktuatif mengharuskan peternak untuk menekan biaya pakan, karena biaya terbesar dari usaha ternak puyuh berasal dari pakan. Satu di antara cara untuk menekan biaya pakan adalah dengan program pembatasan pakan melalui pemuasaan di awal pertumbuhan. Program pembatasan pemberian pakan melalui metode pemuasaan telah banyak diterapkan pada industri ayam broiler maupuo petelur, namun belum banyak dicobakan pada usaha ternak puyuh. Pada pembatasan pakan, waktu yang tersedia untuk mengkonsumsi pakan sangat terbatas, sehingga ayam akan berusaha makan secara cepat untuk menghadapi saat puasa sekaligus memenuhi kebutuhan pokoknya  (Nitsan et al., 1984; Pinchasov et al., 1992).

Hal ini yang menarik perhatian dari para peternak adalah kekuatan puyuh yang dikatakan lebih kuat dari ayam dalam hal daya tahannya terhadap penyakit, dan juga lebih mudah pemeliharaannya bila dibandingkan dengan ayam. Resiko matinya jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan ayam. Dengan demikian maka berarti kalau beternak puyuh ini, keuntungannya sudah dapat dipastikan, sebab sakit ataupun mati lebih kecil bila dibandingkan dengan ternak ayam. Demikian juga modal yang diperlukan untuk beternak puyuh tak sebesar apa bila kita inginkan beternak ayam.

Adapun jenis-jenis puyuh di indonesia adalah:
1.        Arborophila Javanica/puyuh gonggong
Ciri-cirinya meliputi badannya bulat dan panjangnya hanya kurang lebih 25 cm. Paruhnya berwarna hitam, kepalanya merah gelap, kakinya berwarna merah muda, badannya berwarna kelabu dan agak lurik kecoklat-coklatan. Ekornya melengkunng ke bawah, telurnya hanya 2-3 butir. Kemudian suaranya seperti gong kecil.
2.        Rollulus Roulroul/puyuh mahkota
Ciri-cirinya meliputi puyuh yang untuk jenis ini mempunyai bulu yang berwarna hijau, sedangkan punggungnya agak kebiru-biruan. Kemudian bulu sayapnya berwarna coklat gelap dan dikepalanya terdapat bulu yang berbentuk kipas. Kemudian kalau betinanya berwarna bulu coklat muda. Di atas kepalanya tidak mempunyai bulu yang berbentuk kipas.
3.        Coturnix Chinensis/puyuh batu
Ciri-cirinya meliputi panjang badannya hanya kurang lebih 15 cm. Yang jantan pada perutnya berwarnna coklat, kemudian pada punggungnya terdapat warna campuran anatara abu-abu, coklat, dan garis-garis hitam. Lalu kalau yang betina mempunyai tanda-tanda warna coklat muda dengan garis-garis blorok kehitam-hitaman, telurnya sekitar 4-6 butir.

PEMBAHASAN
A.           Penetasan
Pada umumnya burung puyuh mempunyai sifat kanibal sehingga tidak mengerami telurnya sendiri, melainkan ditetaskan menggunakkan mesin penetas sederhana. Telur puyuh yang akan ditetaskan adalah telur puyuh yang normal baik bentuk maupun penampilannya. Telur puyuh yang baik kulitnya kuat dan ukurannya normal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Dari segi penampilan, telur puyuh yang baik adalah yang mempunyai corak atau tidak putih dan bersih tidak terdapat kotoran.

Menurut Prof. Dr. Soedomo,  penetasan berlangsung selama 16-18 hari. Namun pada umumnya peternak menetaskan selama 17 hari dengan suhu sebesar 40 oC. Selama proses penetasan, telur dibalik dengan menggunakan tangan. Perlakuan ini dilakukan tiga kali sehari yakni pagi hari, siang hari dan sore hari. Apabila proses pembalikkan telur tidak teratur, panas pada telur yang bersumber dari lampu tidak merata sehingga akan diperoleh hasil penetasan yang tidak banyak.

B.            Pembibitan
Burung puyuh sudah dapat diketahui jenis kalaminnya setelah berumur 21 hari. Untuk membedakan jenis kelamin burung puyuh jantan dan betina para peternak bisa melihat warna bulu pada bagian bawah paruh hingga dada. Bila burung puyuh jantan bagian bawah paruh hingga dada berwarna coklat keruh, sedangkan pada betina berwarna putih bersih. Berdasarkan Wahjuning Dyah terdapat tanda-tanda perbedaan mana puyuh betina dan jantan. Berikut tanda-tanda perbedaanya:
Terdapat dua jenis pembibitan yang dilakukan oleh peternak burung puyuh, yaitu pembibitan untuk produksi telur konsumsi dan pembibitan untuk memperoleh indukan.
Pembibitan untuk memperoleh indukan menggunakan 2 jenis burung puyuh. Jenis yang pertama menggunakan burung puyuh jantan hitam dikawinkan dengan burung puyuh betina hitam. Jenis yang kedua menggunakan burung puyuh jantan coklat dikawinkan dengan  burung puyuh betina coklat.

Pembibitan setiap jenis menggunakan prinsip yang sama. Tingkatan pertama disebut GGPS (Grade Grand Parent Stock). GGPS dikawinkan dan muncul anakan yang disebut GPS (Grand Parent Stock). GPS betina dikawinkan dengan GGPS jantan dan GPS jantan dikawinkan dengan GGPS betina kemudian akan muncul anakan yang disebut PS (Parent Stock). PS jantan dan PS betina dikawinkan dan menghasilkan FS (Final Stock). Anakan FS jenis hitam diambil yang betina dan anakan FS jenis coklat diambil yang jantan kemudian keduanya dikawinkan. Hasil dari perkawinan tersebut digunakan untuk pembibitan untuk produksi telur konsumsi.

Pembibitan untuk produksi telur konsumsi menggunakan burung puyuh betina yang berbulu coklat. Burung puyuh jenis ini diperoleh dari hasil persilangan antara burung puyuh betina hitam dan burung puyuh jantan coklat yang menghasilkan anakan burung puyuh jantan hitam dan burung puyuh betina coklat. Burung puyuh jantan berwarna hitam dianggap tidak mempunyai manfaat dalam proses pembibitan. Dalam proses pertumbuhannya membutuhkan pakan yang banyak, namun tidak menghasilkan keuntungan yang sesuai dengan biaya untuk perawatannya. Oleh karena itu setelah anakan burung puyuh keluar dari mesin tetas, anakan jantan berwarna hitam tidak dirawat dan biasanya digunakan sebagai pakan ikan lele atau bebek.

C.            Sistem Reproduksi dan Masa Produksi
1.    Sistem reproduksi
a.    Burung Puyuh Betina
Organ reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium dan oviduct. Pada ovarium terdapat banyak folikel dan ovum. Oviduct terdiri dari infudibulum, magnum, ithmus, kelenjar kerabang telur  dan vagina.
1)        Ovarium
Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada garis punggung sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk. Yolk merupakan tempat disimpannya sel benih (discus germinalis) yang posisinya pada permukaan dipertahankan oleh latebraYolk dibungkus oleh suatu lapisan membran folikuler yang kaya akan kapiler darah, yang berguna untuk menyuplai komponen penyusun yolk melalui aliran darah menuju discus germinalis. Bagian yolk juga mempunyai suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh kapiler darah yang disebut stigma. Pada bagian stigma inilah akan terjadi perobekan selaput folikel kuning telur, sehingga telur akan jatuh dan masuk ke dalam ostium yang merupakan mulut dari infundibulum.

2)        Oviduk
Oviduk terdapat sepasang dan merupakan saluran penghubung antara ovarium dan uterus. Pada unggas oviduk hanya satu yang berkembang baik dan satunya mengalami rudimeter. Bentuknya panjang dan berkelok-kelok yang merupakan bagian dari ductus Muller. Oviduk terdiri dari lima bagian yaitu: infundibulum atau funnel, magnum, ithmus, uterus atau shell gland dan vagina.
a)      Infundibulum
Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan mempunyai panjang sekitar 9 cm. Infundibulum berbentuk seperti corong atau fimbria dan menerima telur yang telah diovulasikan. Pada bagian leher infundibulum yang merupakan bagian kalasiferos juga merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina. Penyimpanan ini terjadi pada saat kopulasi hingga saat fertilisasi. Infundibulum selain tempat ovulasi juga merupakan tempat terjadinya fertilasi. Setelah fertilasi, ovum akan mengalami pemasakkan setelah 15 menit di dalam infundibulum, dan dengan gerak peristaltik ovum yang terdapat pada yolk akan masuk ke bagian magnum.
b)      Magnum
Magnum merupakan saluran kelanjutan  dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang dari oviduk. Batas antara infundibulum dengan magnum tidak dapat terlihat dari luar. Magnum mempunyai panjang sekitar 33 cm  dan tempat disekresikan albumen telur. Proses perkembangan telur dalam magnum sekitar 3 jam. Albumen padat yang kaya akan mucin disekresikan oleh sel goblet yang terletak pada permukaan mukosa magnum dan jumlah albumen yang disekresikan sekitar 40 sampai 50% total albumen telur.
c)      Ithmus
Setelah melewati infundibulum telur masuk ke dalam Ithmus. Antara ithmus dan magnum  terdapat garis pemisah yang nampak  jelas yang disebut garis penghubung  ithmus-magnum.
d)     Uterus
Uterus merupakan bagian oviduk yang melebar dan berdinding kuat. Di dalam uterus  telur mendapatkan kerabang keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium.  Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding uterus dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel. Pembentukan kerabang juga diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna dominan dari  kerabang  telur  adalah  putih  dan  coklat,  yang  pewarnaannya  tergantung pada genetik setiap individu. Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh darah (50 –70%)  dan disekresikan saat 5 jam sebelum peneluran. Pembentukan kerabang berakhir dengan terbentuknya kutikula yang disekresikan sel mukosa uterus berupa material organik dan juga mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti telur yang akan mempermudah perputaran telur masuk ke vagina. Pada kutikula terdapat lapisan porus yang berguna untuk sirkulasi air dan udara.
e)      Vagina
Bagian akhir dari oviduk adalah vagina dengan panjang sekitar 12 cm. Telur masuk ke bagian vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di dalam uterus). Pada vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Kemudian telur dari vagina keluar melalui kloaka.

b.    Burung Puyuh Jantan
Organ reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis (T), epididimis (Ep), duktus deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka (Cl),  secara lengkap ditunjukkan pada gambar berikut:
1)        Testis
Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Pada unggas testis tidak seperti hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum. Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin jantan disebut androgen dan sel gamet jantan disebut sperma. 
2)        Epididimis
Epididimis berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah dorsal testis. Berfungsi sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal menuju ductus deferens.
3)        Duktus deferens
Jumlahnya sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada puyuh jantan tua tampak berkelok-kelok. Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka sebelah lateral urodeum.
4)        Organ kopulasi
Pada unggas duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada dinding dorsal kloaka. Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ kopulasi.
5)        Fertilasi
Fertilisasi merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang berbeda, yaitu sel gamet jantan dan betina untuk membentuk satu sel yang disebut zygote. Secara embriologik fertilisasi merupakan pengaktifan sel ovum oleh sperma dan secara genetik merupakan pemasukkan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum. 

2.    Pengaruh Hormon Terhadap Peneluran
FSH berpengaruh terhadap perkembangan folikel pada ovarium sehingga mempunyai ukuran yang tertentu. Pada saat perkembangan ovum FSH merangsang ovarium untuk mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi perkembangan pematangan oviduk untuk dapat mensekresikan kalsium, protein, lemak, vitamin, dan substansi lain dari dalam darah untuk pembentukan komponen telur. Hasil sekresi komponen telur tersebut akan mengakibatkan terjadinya perkembangan telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di dalam oviduk setelah didahului proses ovulasi. Ovum akan berkembang terus sehingga terjadi pematangan ovum. Proses pematangan ovum disebabkan adanya LH. Setelah ovum masak maka selaput folikel akan pecah dan ovum jatuh ke dalam mulut infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini juga disebabkan peranan LH.

Proses pembentukan komponen telur di dalam oviduk berlangsung dengan adanya hormon estrogen, juga terjadi pembentukan granula albumen oleh stimulasi dari hormon androgen dan progresteron sampai tercapai telur sempurna. Setelah telur sempurna, maka pituitaria pars posterior akan mensekresikan oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi ovoposition dan merangsang uterus untuk mengeluarkan telur pada proses peneluran. 

3.    Masa Birahi
Pada umumnya burung puyuh dapat bertahan hidup selama 2,5-3 tahun. Umur tersebut tergantung dari perawatan terhadap burung puyuh baik perawatan pakan maupun perawatan dari berbagai penyakit. Puyuh mancapai dewasa kelamin pada usia 35-40 hari.

Masa birahi burung puyuh baik jantan maupun betina hampir sama yaitu setelah berumur 40 hari. Setelah 40 hari burung puyuh siap dikawinkan. Biasanya dalam satu kotak kandang terdapat puyuh jantan dan betina dengan perbandingan 1:4. Burung puyuh yang telah memenuhi persyaratan jumlah perbandingan akan menghasilkan telur yang siap ditetaskan.

PENUTUP

KESIMPULAN
Siklus hidup burung puyuh dibedakan menjadi 3 tahap yaitu : penetasan, pembibitan, dan produksi. Dalam tahap penetasan diambil telur yang ukurannya normal, mempunyai corak dan bebas dari kotoran. Penetasan berlangsung selama 17 hari dengan suhu 400C. Masa pembibitan dilakukan sejak burung puyuh tersebut menetas. Untuk membedakan jenis kelamin burung puyuh jantan dan betina para peternak bisa melihat warna bulu pada bagian bawah paruh hingga dada. Bila burung puyuh jantan bagian bawah paruh hingga dada berwarna coklat keruh, sedangkan pada betina berwarna putih bersih. Hal ini dapat dilakukan setelah burung puyuh berumur 21 hari.

Terdapat dua jenis pembibitan yang dilakukan oleh peternak burung puyuh, yaitu pembibitan untuk produksi telur konsumsi dan pembibitan untuk memperoleh indukan. Pembibitan untuk memperoleh indukkan ada 2 jenis yaitu : mengawinkan indukkan hitam dan indukkan coklat. Pembibitan untuk produksi telur konsumsi dengan cara mengawinkan anakkan final stock betina hitam dan anakkan final stock jantan coklat.

Sistem reproduksi burung puyuh betina terdiri dari ovarium dan oviduck. Sedangkan sistem reproduksi burung puyuh jantan terdiri dari testis, epididimis, duktus deferns, organ kopulasi, dan fertilisasi. Proses bertelur dipengaruhi oleh hormone FSH dan LH. Burung puyuh mulai birahi dan sisp dikawinkan  saat  berumur 35 – 40 hari. Dalam perkawinan perbandingan jumlah jantan dan betina adalah 1:4. Masa hidup burung puyuh normal antara 2,5 – 3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA


Anggorodi, H.R. 1995. Aneka Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia  Pustaka  Utama. Jakarta.

Evitadewi, Wahjuning dan Muljana, Wahju. Beternak Burung Puyuh dan Pemeliharaan Secara Modern. C.V Aneka. Semarang.

Nitsan, Z., I. Ptichi and I. Nir. 1984. The Effect of Meal-Feeding and Food Restriction on Body composition,  Food  Utilization and Intestinal Adaptation  in  Light  Breed Chicks.  British Journal of Nutrition 51: 101-109.

Pinchasov,Y.,I. Nir and Z. Nitsan. 1992. Metabolic and  Anatomical Adaptation of Heavy Bodied Chicks to Intermitten Feeding. Pancreatic Digestive Enzyme. British Poultry Science 31: 769 -777.

Utami, M.M. dan I. Riyanto. 2002. Pengaruh Pemberian  Pakan dengan  Metode Pemuasaan terhadap  Kinerja Karkas Puyuh. Buletin Peternakan 26 (1): 13-19.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel